PENGARUH TERAPI RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah
proses yang terjadi di dalam suatu kehidupan. Lansia merupakan proses yang
terjadi sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang
berarti seseorang telah melalui tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, tua
(Nugroho, 2008).
Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan suatu tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009). Batasan umur lansia menurut WHO dikelompokkan
menjadi usia pertengahan (middle age)
yaitu usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)
usia 75-90 tahun, usia sangat tua (veryold)
usia diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010).
Proporsi lansia di dunia
diperkirakan mencapai 22% dari penduduk dunia yang mencapai 80% dan di negara
berkembang berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2011 menyatakan
bahwa peningkatan jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000-2011 baik secara
absolute maupun presentase mengalami peningkatan. Presentase lansia terhadap
jumlah penduduk meningkat 9,27% pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 10,57%
pada tahun 2011 (BPS, 2011). Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Nasional yang
dilakukan tahun 2014 mengindikasikan terjadinya peningkatan pada penduduk
lansia di Indonesia sebesar 11,34% dari total keseluruhan penduduk Indonesia
atau sekitar 28,23 juta orang merupakan penduduk yang tergolong lansia (BPS, 2014). Pada saat ini di Indonesia jumlah
penduduk lansia terbanyak adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (13,4%),
diikuti dengan Jawa Timur (11,5%), Bali (10,3%), Sumatra Barat (8,8%), Sulewesi
Selatan (8,8%), dan Jawa Barat (8,1%) (BPS, 2015). Berdasarkan data yang
didapat di Dinas Kesehatan Kota Cimahi tahun 2015 jumlah populasi pra lansia
(45-59 tahun) sebanyak 93,695 jiwa dan lansia (60 tahun ke atas) sebanyak
43,295 jiwa.
Seiring bertambahnya usia maka
fungsi-fungsi tubuh akan mengalami penurunan dan menyebabkan para lansia jatuh
pada kondisi sakit. Penurunan fungsi-fungsi tubuh ini disebut dengan proses degeneratif. Salah satu proses degeneratif yang terjadi adalah pada
sistem kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler yang paling banyak dijumpai pada
lansia adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, dan penyakit jantung pulmonik (Prawiro, 2012).
Hipertensi merupakan salah satu
penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia
(Widodo, 2010). Hipertensi juga merupakan faktor terjadinya penyakit jantung
koroner, mulai saat ini hipertensi mulai diperhatikan oleh dunia kedokteran. Banyak
penelitian yang berhubungan dengan hipertensi, dan hampir semuanya menemukan
bahwa semakin tinggi tekanan darah seseorang, semakin tinggi resiko terkena
penyakit kardiovaskuler (Kabo, 2008).
Hipertensi adalah naiknya tekanan
darah hingga lebih dari 140/90 mmHg dan dapat menimbulkan masalah pada pembuluh
darah otak dan jantung (Sharaf, 2012). Menurut standar JNC (Joint National Commite) seseorang
disebut hipertensi apabila tekanan darah sistol dan diastol naik. Klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa adalah : Normal <120/80 mmHg, pre hipertensi
120-139 / 80-89 mmHg, stadium 1 (satu) 140-159 / 90-99 mmHg, dan stadium 2
(dua) 160 / 100 mmHg (Muttaqin, 2009). Tekanan darah sistolik biasanya
meningkat sejajar dengan pertambahan usia, jadi untuk menentukan tekanan darah
berdasarkan usia adalah usia ditambah 100. Jadi apabila orang berumur 60 tahun,
maka tekanan darah sistolik adalah 160 mmHg dianggap normal (Kabo, 2008).
Pada sebagian besar pasien,
hipertensi tidak menimbulkan gejala.Gejala yang dirasakan adalah sakit kepala,
pusing, perdarahan dari hidung, wajah kemerahan dan kelelahan. Jika tekanan
darahnya berat atau menahun dan tidak
dibatasi dapat timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,
sesak nafas, gelisah, dan pandangan kabur (Maryam, 2010).
Pasien yang mengalami hipertensi
beresiko untuk mengalami ruptur pembuluh darah akibat dari tekanan darah
perifer yang meningkat terlalu besar. Apabila pembuluh darah pecah atau
mengalami ruptur itu adalah pembuluh darah otak, maka suplai darah ke otak akan
berkurang dan pada akhirnya terhenti sehingga otak akan kekurangan oksigen. Hal
ini akan mengakibatkan kelumpuhan pada tungkai dan tangan. Gumpalan darah yang
keluar dari pembuluh darah yang ruptur akan mengenai otak dan dapat menyebabkan
kematian. Selain itu komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah
penyakit jantung, stroke, gangguan fungsi ginjal, kerusakan mata dan kematian (Umar, 2012).
Data menurut hasil survey
beberapa provinsi di Indonesia tahun 2014 menunjukan prevalensi hipertensi
tertinggi di Kalimantan selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Jika
dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7%
menjadi 25,8%) (Pusdatin, 2014).
Di Jawa Barat prevalensi kejadian
hipertensi dari tahun 2007 sampai tahun 2013 menempati urutan pertama dengan
jumlah klien hipertensi terbanyak di indonesia yaitu sebesar 13.612.359 jiwa
(Pusdatin, 2014). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Cimahi tahun 2014,
terdapat 10 penyakit terbanyak di Kota Cimahi dan hipertensi primer menduduki
peringkat ke-1 sebanyak 11,505 jiwa.
Mengatasi hipertensi dapat
dilakukan pengobatan farmakologi dan non farmakologi (Nirmawati, 2014). Pengobatan
farmakologi yang diberikan pada klien adalah dengan obat, obat-obatan standar
hipertensi adalah obat yang meliputi golongan dieuretik, menekan simpatetik (simpatolitik), vasodilator arteriol,
antagonis angiotensin (ACE inhibitor),
penghambat saluran kalsium (blocker
calcium antagonis) (Muttaqin, 2012). Penggunaan obat pada penderita
hipertensi memiliki beberapa kelemahan, antara lain biaya mahal, membutuhkan
kepatuhan karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat menurunkan
tekanan darah serta sering timbul kebosanan mengkonsumsi obat pada pasien
hipertensi (Myrank, 2009).
Penatalaksanaan hipertensi non
farmakologi dapat dilakukan dengan cara : mengurangi berat badan bila kelebihan
berat badan, hindari merokok, hindari minum kopi, hindari minum alkohol,
kurangi konsumsi garam berlebih, hindari makanan berlemak tinggi (gajih, usus,
kulit ayam), melakukan senam secara teratur, dan melakukan terapi relaksasi
(Maryam, 2010). Berbagai macam bentuk
relaksasi yang sudah ada adalah relaksasi nafas dalam, guided imagery, relaksasi progresif, terapi musik, distraksi, massage, dan terapi relaksasi Benson
(Benson, 2000 dalam Anggraini, 2013).
Relaksasi benson merupakan
pengembangan metode respon relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor
keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga
dapat membantu pasien mencapai suatu kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang
lebih tinggi (Benson & Proctor 2000, dalam Purwanto, 2006). Keyakinan
memiliki pengaruh fisik atau bahkan jiwa manusia yaitu relevan dan berpengaruh
dalam terapi dan pencegahan penyakit manusia secara genetika memiliki kebutuhan
akan keyakinan dan mendapatkan makanan dari keyakinan. Keyakinan dapat
mempengaruhi dan menyembuhkan hingga 90% keluhan medis (Benson & Benson
& Proctor 2000 dalam Solehati & Cecep, 2015).
Terapi relaksasi Benson merupakan
terapi religius yang melibatkan faktor keyakinan agama secara langsung. Teknik
ini merupakan upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan menyebut
berulang–ulang kalimat ritual dan menghilangkan berbagai pikiran yang
menganggu. Penggunaan frase yang bermakna dapat digunakan sebagai fokus
keyakinan., sehingga dipilih kata yang memiliki kedalaman keyakinan. Dengan
menggunakan kata atau frase dengan makna khusus akan mendorong efek yang
menyehatkan. Semakin kuat keyakinan seseorang bercampur respon relaksasi, maka
semakin besar pula efek relaksasi yang didapat. Pilihan frase yang dipilih
sebaiknya singkat untuk diucapkan dalam hati saat menghembuskan nafas secara
normal. Kedua tersebut harus mudah diucapkan dan diingat (Purwanto, 2005 dalam
datak, 2008).
Teknik yang dapat dilakukan dapat
bersifat respiratorik yaitu mengatur aktivitas bernafas atau bersifat otot.
Pelatihan relaksasi pernafasan, dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan
yaitu pada irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan dalam bernafas
khususnya dengan irama yang tepat akan menyebabkan otot makin lentur dan dapat
menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku
(Wiramihardja, 2006 dalam Datak, 2008). Fokus dari relaksasi ini tidak pada
pengendoran otot namun pada frase tertentu yang diucapkan berulang kali dengan
ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepeda objek transedensi (keyakinan)
yaitu Tuhan. Frase yang digunakan dapat berupa nama-nama Tuhan, atau kata yang
memiki makna yang menenangkan (Purwanto, 2005 dalam Datak, 2008).
Dasar pikiran relaksasi ini
merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang menstimulasi turunnya semua
fungsi yang dinaikan oleh sistem saraf simpatis dan menstimulasi naiknya semua
fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Relaksasi ini dapat menyebabkan
penurunan aktifitas sistem saraf simpatis yang akhirnya dapat sedikit
melebarkan arteri dan melancarkan peredaran darah yang kemudian dapat
meningkatkan transport oksigen ke seluruh jaringan terutama jaringan perifer
(Purwanto, 2007 dalam Oka, 2013).
Teknik relaksasi ini dapat
dilakukan 10 sampai 20 menit sebanyak
satu kali sehari (Inayati, 2012). Keutamaan dari relaksasi benson yaitu
prosedur mudah dilakukan, dapat dilakukan sendiri setiap waktu, tidak memerlukan
biaya banyak, dan tidak memerlukan waktu yang lama (Datak, 2008). Sedangkan
kita tahu pemberian obat-obatan kimia dalam jangka waktu lama dapat memberikan
efek samping yang dapat membahayakan pemakainya seperti gangguan pada ginjal
(Yosep, 2007).Disamping itu masa lansia merupakan masa dimana lansia cenderung
memfokuskan spiritualnya dan lebih mendekatkan diri kepada tuhan sehingga
terapi relaksasi yang tepat untuk dilakukan dalam menangani masalah
ketidaknyamanan pada lansia yaitu dengan teknik relaksasi Benson.
Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh Handayani (2015) tentang pengaruh teknik relaksasi Benson
terhadap tekanan darah yang dilakukan sebanyak 5 hari dengan durasi 10 sampai
20 menit per hari ditemukan bukti bahwa terdapat penurunan tekanan darah dan
terapi relaksasi Benson merupakan salah satu cara penanggulangan alternatif
non-farmakologi untuk mengurangi atau mengontrol tekanan darah pada penderita
hipertensi. Penelitian Handayani ini menggunakan desain penelitian Pre Eksperiment dengan rancangan penelitian
one group pre and post test design.
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 29 Maret 2016 populasi lansia di
Dinas Kesehatan Kota Cimahi peringkat ke-1 diduduki oleh puskesmas Padasuka
dengan populasi lansia 5,589 jiwa, peringkat ke-2 diduduki puskesmas Cigugur
Tengah dengan 5,144 jiwa, peringkat k-3 diduduki puskesmas Melong dengan
populasi lansia 5,105 jiwa, peringkat ke-4 diduduki oleh puskesmas Cimahi Utara
dengan populasi lansia 4,404 jiwa, dan untuk peringakat ke-5 diduki oleh
puskesmas Cibeureum dengan populasi lansia 4,220 jiwa.
Jumlah populasi lansia yang menderita
hipertensi tahun 2015 di Puskesmas
Padasuka peringkat ke-1 diduduki oleh Posbindu Nusa Indah dengan jumlah
kunjungan selama 1 tahun sebanyak 271 jiwa, peringkat ke-2 diduduki oleh Posbindu
Melati 21 dengan jumlah kunjungan selama 1 tahun sebanyak 221 jiwa, dan
peringkat ke-3 diduduki oleh Posbindu Melati 9 dengan jumlah kunjungan selama 1
tahun sebanyak 218 jiwa.
Berdasarkan hasil wawancara
terhadap 10 orang lansia di Puskesmas padasuka didapatkan data bahwa 5 orang
diantaranya sering merasa pusing, nyeri pada bagian tekuk, sakit kepala, mudah
lelah dan mata berkunang kunang, 3 orang lainya hanya mengalami nyeri pada
bagian tekuk, dan 2 orang lain nya hanya mengalami sakit kepala, saat ditanya
tentang obat hipertensi klien rajin menkonsumsi obat hipertensi dan saat ditanya
tentang apa saja yang sudah dilakukan lansia saat muncul gejala tersebut, 6
orang diantaranya mengatakan mengurangi aktivitas dan banyak melakukan
istirahat, sedangkan 4 orang lainya mengatakan banyak banyak melakukan ibadah
dan menjaga pola makan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini adalah “Adakah pengaruh
terapi relaksasi Benson terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi
?
C. Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan umum
Mengetahui pengaruh terapi
relaksasi benson terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
2.
Tujuan khusus
a.
Mengetahui
rata-rata tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sebelum dilakukan
terapi relaksasi Benson.
b.
Mengetahui
rata-rata tekanan darah pada lansia penderita hipertensi setelah dilakukan
terapi relaksasi Benson
c.
Mengetahui
pengaruh terapi relaksasi Benson terhadap tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi.
D. Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah
satu pembuktian teori sehingga untuk lebih mempelajari penatalaksaan
non-farmakologi dalam kurikulum kuliah keperawatan untuk menunjang pengetahuan
perawat dalam penatalaksaan hipertensi derajat I sebagai intervensi mandiri.
2. Manfaat
Praktis
a.
Bagi
tempat penelitian
Hasil
penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengobatan hipertensi
dengan terapi pengobatan non-farmakologi sebagai pelengkap pengobatan
farmakologi.
b.
Bagi
lansia
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan untuk memotivasi penderita hipertensi tentang penatalaksaan hipertensi
menggunakan pengobatan non-farmakologi yaitu terapi relaksasi Benson.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi peneliti
selanjutnya, yaitu dalam rangka pengembangan penelitian selanjutnya tentang
pengaruh terapi relaksasi benson terhadap tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi dengan menggunakan instrumen dan desain penelitian yang berbeda.
DOWNLOAD
Jurnal Salafudin, Sri Handayani Link 1: DOWNLOAD Link 2 : DOWNLOAD
DOWNLOAD
Jurnal Salafudin, Sri Handayani Link 1: DOWNLOAD Link 2 : DOWNLOAD
Comments