DRUG ERUPTION
DRUG ERUPTION
Setiap keadaan yang
menunjukkan kelainan multi sistem dengan penyeban yang tidak jelas harus
dicurigai kemungkinan keracunan. Meskipun semua kelompok umur dapat terkena
namun anak-anak mencapai 59 %dari kecelakaan keracunan, sisinya sebanyak 41 %
termasuk remaja an orangtua (Hudak,Gallo, 1997).
I.
Pengertian.
Setiap
keadaan yang menunjukkan kelainan multi sistem dengan sebab yang tidak
jelas harus dicuarigai kemungkinan
sebagai keracunan.
II. Patofisiologi.
Insektisida
bekerja dengan menghambat dan menginaktifasikan enzim asetilkolin nesterase.
Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan
syaraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung syaraf parasimpatis dan ujung-ujung
syaraf motorik. Hambatan asetilkolin nesterase menyebabkan tertumpuknya
sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut
III. Manifestasi Klinis.
Gejala
keracunan dapat dibagi dalam dua golongan yaitu :
1. Gejala muskarinik .
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata,
air liur, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Dapat juga ditemukan
gejala nause, nyeri perut, diare, muntah, inkontinensia alvi dan urin,
bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi. Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan
hypotensi.
2. Gejala
nikotinik.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan
kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti ketakutan, gelisah,
gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang.
IV. Pemeriksaan Penunjang.
Kadar kolinesterase plasma berkurang
sampai 30% normal terutama pada pasien yang kontak dengan insektisida
organofosfat secara kronik dengan gejala keracunan akut.
V. Penatalaksanaan Medis.
a.
Penatalaksanaan kegawatan
Setiap keracunan dapat mengancam nyawa. Walaupun tidak dijumpai
kegawatansetiap kasus keracunan harus diberlakukan seperti keadaan kegawatan
yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti jalan
nafas/pernafasan, sirkulasi da penurunan kesadaran harus dilakukan secara tepat
dan seksama sehingga tindakan resusitasi yang meliputi ABC (
airway,breathing,circulatory) tidak terlambat dimulai
b.
Penilaian klinis
Penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu
hasil penapisan toksikologi. Walaupun dalam sebagian kasus diagnosa etiologi
sulit ditegakkan dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat
ditemukan beberapa kelompok yang memberi arah ke diagnosa etiologi. Oleh karena
itu pada kasus keracunan bukan hasil laboratorium yang harus diperhatikan
tetapi standar pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk
memudahkan penanganan yang tepat guna. Beberapa keadaan klinis yang perlu
mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah koma, henti jantung,
henti nafas dan syok. Upaya yang paling penting adalah ananmesis atau
aloanamnesis yang rinci.
c. Dekontaminasi
1.
Bila pelarut organofosfat
terminum ialah minyak tanah, tindakan untuk memuntahkan atau cuci lambung
sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya pneumonia aspirasi. Bila pelarut
golongan organofosfat adalah air seperti
halnya digunakan dipertanian tindakan
cuci lambung atau membuat pasien muntah dapat dibenarkan.
2.
Dilakukan pernapasan buatan
bila terjadi depresi pernapasan dan bebaskan jalan napas dari sumbatan.
3.
Bila racun mengenai kulit atau
mukosa mata bersihkan dengan air.
4.
Atropin dapat diberikan dengan
dosis 0,015 - 0,05 mg /kg bb secara intravena dan dapat diulangi
setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala antropinisasi seperti muka merah,
mulut kering, takikardi dan midriasis. Kemudian diberikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam. Protopan
dapat diberikan pada anak dengan dosis
0,25 g secara intravena sangat perlahan-lahan atau melalui ‘ivfd’.
5.
Pengobatan simtomatik dan
suportif.
Comments