LEPTOSPIROSIS
LEPTOSPIROSIS
A.
PENGERTIAN
Leptospirosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh Leptospira yang pathogen. Gejala leptospirosis mirip dengan
penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam
dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya.
B.
SEJARAH LEPTOSPIROSIS PADA MANUSIA
Penyakit ini
menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan
sub tropis, dengan curah hujan yang tinggi dan kelembaban tinggi. Di negara
berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama pembuangan sampah.
Kuman leptospira akan mudah berkembang dan sehubungan dengan itu leptospirosis
sering disebut sebagai penyakit pedesaan. Case-fatality rates
bervariasi < 5% sampai 30 %, tetapi angka ini masih diragukan, karena
pencatan,pelaporan morbiditas dan mortalitas penyakit kurang baik. International
leptospirosis society menyatakan Indonesia sebagi negara insiden leptospirosis
tinggi dan peringkat ke tiga di dunia untuk mortalitas, berdasarkan data
semarang tahun 1998-2000. angka sebenarnya mungkin lebih tinggi, karena
leptospirosis ditemukan juga di propinsi jawa barat, yogyakarta, lampung,
sumatera selatan, bengkulu, riau, sumatera barat, sumatera utara, bali,
kalimantan barat, kalimantan timur. Faine menduga kuman leptospirosis lebih
lama hidup karena airnya bersifat basa. Sedangkan di jawa airnya bersifat asam,
seharusnya kuman leptospira cepat mati. Banjir besar di jakarta tahun 2002
dari data sementara 113 pasien leptospirosis diantaranya 20 meninggal.
Leptospirosis
seringkali tidak terdiagnosis karena klinis tidaj spesifik dan sulit dilakukan
konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium.
Kejadian luar biasa leptospirosis
dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai
salah satu penyakit yang termasuk the emergency infektion diseases. Mengingat
hal tersebut diatas, akan bahaya leptospirosis sehingga perlu suatu buku
pedoman tatalaksana kasus dan laboratorium leptospirosis di rumah sakit Kuman leptospira
yang bentuknya berpilin seperti spiral. Tipis, lentur dengan panjang 10-20
mikron dan tebal 0,1 mikron serta memiliki 2 lapisan membran. Kedua ujungnya
memiliki kait berupa flagelum periplasmik dan berputar pada sumbu panjangnya.
Organisme ini termasuk dalam ordo spirachaetales, family leptospiraceae, genus
leptospira. Kuman lepr bersifat aerob dan tumbuh optimal pada suhu 28 – 30
derajat celsius.dan menghasilkan katalase dan oksidas. Media untuk
pertumbuhannya adalah media dasar yang diperkaya dengan vitamin dan asam lemak
rantai panjang sebagai sumber karbon dan garam amonium.
Keracunan. Sebelum
tahun 1970, kuman leptospira dikelompokkan dalam spesies kuman leptospira
interogans yang terdiri dari bifleksa complex. Sebagai kelompok kuman-kuman
leptospira non patogen dan interrogans complex untuk pathogen. Tahun 1978
diterpkan klasifikasi secara serologi yang terdiri dari spesies patogen L
Interrogans dan spesies non pathogen I biflexa. Tahun 1978 ditetapkan secara
genetik yang disusun atas dasar kesamaan DNA sebesar lebih dari 70% dan perbedaan kurang atau sama
dengan 5%, yang mengklasifikasikan leptospira dalam berbagai genomospecies.
Secara taksonomi klasifikasi klasifikasi genetik benar, tapi penerapannya sulit
karena memerlukan teknologi molekuler Pengelompokkan
serogroup tidak memiliki dasar taksonomi tapi dapat diterpkan untuk tujuan
diagnosis dan epidemiologi. Serogrup dapat ditulis dengan awalan huruf besar
misalnya serogrup isterohaemirhagiae termasuk genomospecies. Satu serogrup
dapat dimiliki oleh beberapa genomospecies seperti Icterohaemorhagiae termasuk
genonospecies L interogans sensu stricho, L noguchi maupun L kirschneri.
Klasifikasi genomospecies dan korelasi dengan beberapa serogrup utama dapat
dilihat pada tabel 3. pada klasifikasi serologi, serogrup L interogans seneu
lato adalah icterohawmirrhagiae, hebdomadis, autumnalis, pyrogenes, manhao,
bataviae, gryppotyphosa, canicola, australis, pomona, javanica, sejroe, panama,
cynopteri, djasiman, sarmin, mini, tarasoovi, ballum, celledoni, lausiana,
ranarum, manhao dan shermani.
Beberapa strain
ditemukan di indonesia yaitu di bankinang I, van tienen, benyamin, binjae,
3522c, djasmin, hardjoprajitno, veldrat batavia 46, mankarso, hond HC, naam,
Paijan, rachmat, salinem, sarmin, vleemuis,veldrat semaranga 173, sentot 90 c,
k-21, 3705, x-47, 3859, dan azalia.
Sinomim.
Penyakit ini memiliki nama lain yaitu
automal fever, canicola fever, haemorhagic jaunaice, Icteric leptospirosis ,
mud fever, redwater of claves, rice field fever, stutgard disease, swamp
disease, swamp fever, swineherd’s disease, trench fever dan demam kemih tikus.
Tabel 3 klasifikasi genetik dan
beberapa serogrup utama.
Spesies
|
Serogrup
|
L. alexanderi ( genomospecies 2)
|
Hebdomadis, Manhao
|
L. Borgpetersenii
|
Ballum, javanica, Sejroe, Tarassovi
|
L. Interrogans sensu stricto
|
Australis, autumnalis, canicola,
icterohaemorrhagiae, panama,pyrogenes, sejroe
|
L. Kirchneri
|
autumnalis, grippotyphosa, icterohaemorrhagiae
|
L Noguchi
|
Australis, icterohaemorrhagiae
|
L. Santarosai
|
Hebdomadis, mini, pyrogenes, sejroe, tarassovi
|
L. Weilii
|
Celledoni, javanica, tarassovi
|
L. Fainei a
|
Hursstbridge
|
L. Inadoi a
|
Lyme, manhao
|
L. Meyeri a
|
Javanica, mini, sejroe
|
L. Biflexa sensu stricho b
|
andamana
|
L. Wolbachi b
|
Codice, semaranga
|
Turmeria parva b(dulu L. Parva)
|
Turneri
|
Laptonema illini b
|
Leptonema
|
Genomospecies 1a
|
Saprophytic serogrup ranarum
|
Genomospecies 3b
|
Saprophytic tentative serogrup holland
|
Genomospecies 4
|
Icterohaemorragiae
|
Genomospecies 5 b
|
Saprophytic serogrup ranarum
|
a : status patogen belum jelas
b : saprofit
sumber WHO, 2003
C.
EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis
adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan dan
digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis adalah zoonosis bakterial
berdasarkan penyebabnya, berdasarkan cara penularannya merupakan direct
zoonosis karena tidak memerlukan vektor dan dapat juga digolongkan sebagai
amfiksenosa karena jalur penularannya dapat dari hewan ke manusia dan
sebaliknya.
Penularan
leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman
leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan peliharaan seperti babi,
lembu, kambing, kucing, anjing, kelompok unggas seperti beberapa hewan liar
seperti tikus, bajing, ular dan lain-lain. Pejamu reservoa dan dikeluarkan
melalui urin saat berkemih.
BAB II
FAKTOR
RESIKO
A. penularan penyakit leptospirosis
Penularan
leptospirosis dapat secara langsung maupun tidak langsung.
a. Penularan langsung
-
Melalui
darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk
kedalam tubuh
-
Dari hewan ke
manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan. Terjadi pada orang yang merawat
hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja pemotong hewan atau
seseorang yang tertular dari hewan
peliharaan
-
Dari manusia
ke manusia meskipun jarang. Dapat terjadi melalui hubungan sexual pada masa
konvalensi atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar
plasenta dan air susu ibu
b. Penularan tidak langsung
Terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air, dan
lumpur yang tercemar urin hewan.
B. Faktor
Resiko
Faktor – faktor
resiko terinfeksi kuman leptospira bila kontak langsung / terpajan air dan rawa
yang terkontaminasi.
1. Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman
leptospira / urin tikus, saat banjir
2. pekerjaan tukang perahu, rakit bambu pemulung
3. mencuci atau mandi di sungai/ danau
4. peternak, pemelihara hewan dan dokter hewan yang
terpajan karena menangani ternak/ hewan, terutama saat memerah susu, menyentuh
hewan mati, menolong hewan melahirkan atau kontak dengan bahan lain seperti
plasenta, cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan
berkemih
5. tukang kebun/ pekerja di perkebunan
6. petani tanpa alas kaki di sawah
7. pekerja potong hewan, tukang daging yang terpajan
saat memotong hewan
8. pembersih selokan
9. pekerja tambang
10. pemancing ikan,pekerja tambak udang/ ikan air
tawar
11. tentara,pemburu dan pendaki gunung, bila
mengarungi permukaan air atau rawa
12. anak-anak yang bermain di taman, genangan air
hujan atau kubangan
13. tempat rekreasi di air tawar: berenang, arung
jeram dan olah raga air lain, trilomba juang ( triathlon), memasuki gua,
mendaki gunung.
14. petugas laboratorium yang sedang memeriksa
spesimen kuman leptospira dan zoonosis
lainnya
15. petugas kebersihan di rumah sakit dan paramedis
dianggap mempunyai resiko tinggi terhadap penularan kuman leptospira.
Infeksi leptospirosis di indonesia
umumnya dengan perantaraan tikus. Jenis rattus norvegicus ( tikus selokan),
rattus diardii ( tikus rumah ), rattus exulans ( tikus kandang ) dan suncus
marinus ( cecurut)
C.
Patogenesis
Patogenesis
leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk kedalam tubuh
pejamu melalui luka iris/ luka abrasi pada kulit, konjunctiva atau mukosa utuh
yang melapisi mulut, faring, osophagus, bronchus, alveolus dan dapat masuk
melalui inhalasi droplet infeksi dan minum ait yang terkontaminasi.meski jarang
dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam
air, saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung
jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira.
Kuman leptospira
yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan
dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari terinfeksi. Organisme virulen mengalami
multiplikasi di darah dan jaringan dan kuman leptospira dapat diisolasi dari
darah dan cairan cerebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit.
Kuman leptospira
merusak dinding pembuluh darah kecil sehingga menimbulkan vaskulitis disertai
kebocoran dan ekstravasasi sel.
Patogenesis kuman leptospira yang
penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular.
Lypopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktifitas endotoksin
yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif.dan aktifitas lainnya yaitu
stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit. Sehingga terjadi
agregasi trombosit disertai dengan trombositopenia.
Kuman leptospira
mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya
eritrosit dan membran sel lain yangmengandung fosfolipid.
Beberapa strain
serovar ponama dan copenhageni mengaluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin
ini mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel
polimorfonuklear.
Organ utama yang terinfeksi kuman
leptospira adalah ginjal dan hati. Didalam ginjal kuman leptospira bermigrasi
ke interstisium, tubulus ginjal dan lumen tubulus.
Pada leptospirosis
berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.
Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu
penyebab gagal ginjal.
Iketerik disebabkan
oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan. Pelepasan bilrubin darah dari jaringan
yang mengalami hemolisis intravaskuler, kolestasis intrahepatik sampai
berkurang seksresi bilirubin.
Conjunctival suffision khususnya
perikorneal terjadi karena dilatasipembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai
dan patogenesis pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uvelitis, iritis dan
iridosiklitis yang seing disertai kekeruhan vitreus dan lentikuler. Keberadaan
kuman leptospira di aquaeous humor kadang menimbulkan uvelitis kronik berulang.
Kuman leptospira
difagosit oleh sel-sel sistem retikulo endoteliel serta mekanisme pertahanan
tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi
spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieliminasi dari semua organ
kecuali mata, tubulus peosksimal ginjal dan mungkin otak. Dimana kuman
leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.
D.
Gambaran Hispatologi
Gambaran patologi
leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis kerusakan endotel dan
infiltrasi inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel plasma, histiosit dan
netrofil.
Gambaran histologi leptospirosis yang
mencolok yaitu kerusakan hati, ginjal jantung dan paru
- Kerusakan hati
akibat nekrosis sentribular yang disertai proliferasi sel kupffer
Sering ditemukan adanya disosiasi
sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel –sel parenkim mengecil dan
infiltrasi mononukleus pada daerah portal
- Kerusakan ginjal
lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati yaitu edema dan perdarahan
dimedula. Adanya gambaran nefritis intersisial yang berlanjut menjadi
nekrosis tubulus pada kasus berat. Silinder protein , pigmen darah,
eritrosit dan sisa sel tubulus dapat ditemukan di medula tubulus.
- Invasi otot
rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya pembengkakan, vakuolisasi
miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit netrofil dan sel plasma
misalnya pada otot gastroknemius
- Kerusakan pada
jantung ditandai dengan ptekie di
endokardium dan epicardium, serabut otot sembab, disertai vakuolisasi
degenerasi dan infiltrasi sel
radang. Pada beberapa kasus terjadi miokarditis toksik atau endokarditis
akut.
- Kerusakan pada
paru bervariasi dari inflamasi interstisial setempat disertai ekstravasasi
hingga infiltrasi brokopneumonia
E.
Manifestasi Klinik
Masa inkubasi
penyakit ini berkisar antara 7-12 hari dengan rerata 10 hari, menurut keparahan
penyakit leptospirosis dibagi menjadi ringan, sedang dan berat.
BAB III
PEMBAGIAN
PENYAKIT LEPTOSPIROSIS
A. Pembagian penyakit leptospirosis
Untuk pendekatan
diagnosis klinik dan penanganannya beberapa ahli membagi menjadi leptospirosis
antikterik dan leptospirosis ikterik
a.
Leptospirosis Anikterik
Manifestasi klinik sebagian besar
leptospirosis adalah anikterik. Diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus
leptospirosis di masyarakat. Bila ditemukan satu kasus leptospirosis berat,
diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan. Perjalanan penyakit
leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik karena mempunyai 2 fase
/ stadium yaitu fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode
asimtomatik.
Ada juga yang membaginya menjadi 3 fase
karena fase karena fase penyembuhan dianggap fase tersendiri
Leptospirosis
timbul mendadak dengan gejala :
o
Demam ringan
atau tinggi yang umumnya bersifat remitten
o
Nyeri kepala
o
Menggigil
o
Mialgia
o
Mual, muntah
dan anoreksia
o
Nyeri kepala
berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengan disertai nyari retro-orbital dan
fotofobia.
o
Nyeri otot
tertama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha.
Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinesa akan
meningkat dan pemeriksaan kreatini fosfokinase dapat membantu diagnosis klinik
leptospirosis
o
Adanya
conjumctival sufficien dan nyeri tekan didaerah betis. Limpadenopati,
splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopopular dapat ditemukan meskipun
jarang.
o
Kelainan mata
berupa uvelitis dan iridoksiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis
anikterik maupun ikterik
Manifestasi klinik
terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis aseptik yang tidak
spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleitositosis pada cairan
cerebrospinal ditemukan pad 80% pasien, meskipun hanya 50% yang menunjukkan
tanda dan gejala klinik meningitis aseptik.
Pada leptospirosis
anikterik jarang diberi obat. Karena keluhan ringan, gejala akan hilang dalam
kurun waktu 2 sampai 2minggu. Manifestasi kl menyerupai penyakit – penyakit
demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus
selalu dipikirkan leptospirosis anikterik sebagai salah satu diagnosis
bandingnya terutama didaerah endeminya.
Leptospirosis
anikterik merupakan penyebab utama fever if unknown arigin di beberapa negara
asia seperti thailand dan malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik
hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal
akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di cina.
Pada tes
pembendungan dapat positif sehingga leptospirosis anikterik pada awalnya diduga
sebagi pasien dengan infeksi dengue.
b.
leptospirosis ikterik
pada leptospirosis ikterik demam dapat persisten dan fase imun menjadi
tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia.
Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh
jenis serovar dan jumlah kuman leptospirosis yang meninfeksi. Status gizi
pasien dan kesempatan memperoleh terapi yang tepat.
Pasien tidak
mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar enzim
transaminase serum hanya sedikit meningkat. Fungsi hati kembali normal setelah
pasien sembuh. Komplikasi yang terjadi pada leptospirosis merefleksikan
leptospirosis sebagai suatu penyakit multi sistem. Leptospirosis sering
menyebabkan gagal ginjal akut. Ikterik dan manifestasi perdarahan yang
merupakan gambaran klinik khas penyakit weil
Tabel perbedaan gambaran klinik
leptospirosis anikterik dan ikterik
Sindroma, fase
|
Gambaran klinik
|
Spesimen laboratorium
|
Leptospirosis anikterik *
Fase leptospiremia (3-7 hari)
Fase imun (3-30 hari)
|
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia. Nyeri
perut, mual, muntah, conjunctival suffision
Demam ringan, nyeri kepala, muntah, meningitis
aseptik
|
Darah, cairan serebrospinal
urin
|
Leptospirosis ikterik
Fase leptospiremia dan fase imun ( sering
menjadi satu atau tumpang tindih )
|
Demam, nyeri kepala, mialgia , ikterik, gagal
ginjal, hipotensi, manifestasi perdarahan, pneumonitis hemorrhagik,
leukositosis
|
Darh, cairan cerebrospinal (mgg. I)
Urin (mgg II)
|
*antara fase leptospirosis dengan fase imun
terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)
suber : Gasem MH, 2003
Topenic purpura,
kolesistitis akut, stenosis aorta, artritis reaktif, eritema nodosum,
epidimitis, arterial cerebral yang mirip penyakit moyamoya dan sindroma
guillin-barre
Kasus leptospirosis
jarang dilaporkan pada anak. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak
terdiagnosis atau karena manifestasi klinik yang berbeda dengan orang dewasa.
Pada kasus yang berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai
penyakit kawasaki, dengan perdarahan paru. Manifestasi klinik pada kasus ringan
adalah demam dan gastroenteritis.
B. Diagnosis
klinik dan diagnosis Banding
Langkah untuk
menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Pola klinik leptospirosis di berbagai rumah sakit
tidak sama, tergantung dari jenis kuman leptospira, kekebalan seseorang, kondisi
lingkungan dan lain-lain.]
a. Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien,
keluhan yang dirasakan dan data epidemiologi penderita harus jelas karena
berhubungan dengan lingkungan pasien.
Identitas pasien ditanyakan: nama,
umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan dan jangan lupa menanyakan
hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan
leptospirosis.
Daftar tilik
Manifestasi klinik
|
Pekerjaan
|
Kontak dengan air
|
Kontak dengan hewan
|
o
Conjunctival
suffision
o
Sakit
kepala
o
Mialgia
(paha dan betis )
o
Demam
o
Anoreksia
o
Malaise
o
Muntah
o
Diare
o
Gejala
mirip influensa
o
Abnormalitas
fungsi hati
o
Ikterik
o
Hemoptesis
o
Gagal hati
o
Gagal
ginjal
o
Meningitis
o
Ruam kulit
o
Tanpa
gejala
o
Meninggal
o
Diare
o
Lain-lain
|
o
Petani
(padi/ tebu/ kelapa sawit)
o
Peternak
o
Pekerja
lapangan :
-
Dengan
hewan
-
Tambak ikan
-
Rumah
potong hewan
-
Tukang
daging
o
Kontak
dengan air dalam 3 minggu terakhir
o
Dokter
hewan
o
Tenaga
medis
o
Prajurit
o
Pemulung
o
Lainnya
(jelaskan)
|
o
Olahraga
air
-
Berenang
-
Kano/
perahu
-
Arung jeram
o
Memancing
di air tawar
o
Kontaminasi
lain:
|
o
Kontak
langsung
-
Sapi
-
Babi
-
Domba
-
Bebek
-
Anjing
-
Kucing
-
Tikus
-
cecurut
o
kontak
tidak langsung
-
Lingkungan
tercemar urin hewan sda
|
Biasa yang mudah
terjadi pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif di
lapangan. Tempat tinggal dari alamar dapat diketahui apakah tempat tinggal
termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang
sering tergenang air maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi
leptospirosis cukup besar pada musim hujan lebih-lebih karena dengan adanya
banjir
Keluhan – keluhan khas yang dapat
ditemukan yaitu demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual,,
muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan
sakit hebat terutama di daerah betis.
b. Pemeriksaan fisik
Gejala klinik
menonjol yaitu ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjunctiva suffision.
Conjunctiva suffision dan mialgia
merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan. Conjunctiva suffision
bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke 3 selambatnya hari ke 7
terasa sakit dan sering disertai perdarahan conjunctiva unilateral ataupun
bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah dan
bercak-bercak.
Mialgia dapat sangat hebat,pemijatan
otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit.
Kelainan fisik lain
yang ditemukan yaitu hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang
meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya difus hemoragi. Diastesis hemoragi
timbul akibat proses vaskulitis, difus di kapiler disertai hipoprotrombinemia
dan trombositopenia, uji pembendungan dapat positif. Perdarahan seing ditemukan
pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dan ruam kulit. Ruam kulit berwujud
eritema makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun setempat
pada badan tulang kering atau tempat lain.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk
leptospirosis dilakukan juga :
i.
Pemeriksaan
laboratorium umum
ii.
pemeriksaan
laboratorium khusus
1) Pemeriksaan laboratorium umum
Pemeriksaan
laboratorium umum ini tidak terlalu spesifik untuk menentukan diagnosis
leptospirosis.
Termasuk pemeriksaan laboratorium umum
yaitu :
- Pemeriksaan
darah
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal, atau
menurun, hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil.
Leukositosis dapat mencapai 26.000/mm3 pada keadaan ikterik.
Morfologi darah terpi terlihat
mielosit yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri.
Faktor pembekuan darah normal. Masa
perdarahan dan masa pembekuan umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik
eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang pada sebagian kecil
pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin k. Trombositopenia ringan
80.000/mm3 sampai 150.000/mm3. laju endap darah meningi dan pada kasus berat ditemua
anemia hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium
lanjut perjalanan penyakit.
- Pemeriksaan
fungsi ginjal
Pada pemeriksaan urin, terdapat
albuminuria dan peningkatan silinder ( hialin, granular ataupun selular ) pada
fase dini, kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula
bilirubinemia yang dapat mencapai 1g/hari dengan disertai piuria dan hematuria.
Gagal ginjal kemungkinan besar dapat dipakai sebagai salah satu faktor
prognosis, makin tinggi kadarnya makin jelek prognosisnya. Peningkatan ureum
sampai di atas 400 mg/dl. Proses perjalanan penyakit gagal ginjal berlangsung
progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi amat total. Gangguan ginjal
pada pasien penyakit weil ditemukan proteinuria serta azotemia dan dapat
terjadi juga nekrosis tubulus akut, oliguria, produksi urin kurang dari 600
ml/hari, terjadi akibat hidrasi, hipotensi.
- Pemeriksaan
fungsi hati
Pada umumnya fungsi hati normal jika
pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterik disebabkan karena bilirubin direk
mening. Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan meningkatnya serum transaminase
( serum oxalaacetic transaminase=SGOT fan tidak pasti, dapat tetap normal
ataupun meningkat 2-3 kali nilai normal.
Berbeda dengan hepatitis virus yang
selalu menunjukkan peningkatan bermakna SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot
menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan terjadi pada
fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai nilai normal. Pada
infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar enzim kreatinin
fosfokinase.
- Pemeriksaan
laboratorium khusus
Pemeriksaan laboratorium khusus untuk
mendeteksi keberadaan kuman leptospira dapat secara langsung dengan mencari
kuman leptospira atau antigennya dan secara tidak langsung melalui pemeriksaan
antibodi terhadap kuman leptospira dengan uji serologis.
Pemeriksaan langsung meliputi kultur ,
mikroskopik, inokulasi hewan (immuno) staining dan reaksi polimerase berantai.
Pemeriksaan langsung dengan isolasi
kuman leptospira patogen merupakan diagnosis pasti leptospirosis. Sedangkan
interpretasi pemeriksaan tidak langsung harus dikorelasi dengan gejala klinik
dan data epidemiologi seperti riwayat pajanan dan faktor resiko lain.
Tabel
jenis uji serologi
Microscopic agglutination test (MAT)
|
Makroscopis slide agglutination test ( MSAT)
|
Uji carik celup :
-
Lepto
Dipstick
-
LeptoTek
Lateral Flow
|
Enzyme linked imunosorbent assay (ELISA)
|
Aglutinasi lateks kering ( LeptoTek Dri_Dot)
|
Microcapsule agglutination test
|
Indirek flourescent antibody test (IFAT)
|
Patoc slide agglutination test (PSAT)
|
Indirect haemogglutination test (IHA)
|
Sensitized erythrocyt lysis test (SEL)
|
Uji aglutinasi lateks
|
Counterimmanelectrophoresis (CLE)
|
Complikasi fixation test (CFT)
|
|
Sumber: WHO, 2003
Berbagai
uji serologi dapat dilihat pada tabel
Microscopik
Agglutination Test ( MAT )
MAT adalah
pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopis untuk mendeteksi titer antibodi
aglutinasi yang terdiri dari Ig M atau IgG.
Prinsip uji MAT adalah serum diencerkan
secara serial kemudian dicampur dengan kuman leptospira hidup. Pada suhu dan waktu
tertentu. Dan dengan mikroskop lapang gelap dicari aglutinasi 50% sebagi end
point titre.
MAT merupakan baku
emas pemeriksaan serologi kuman leptospira dan sampai saat ini belum ada uji
lain yang lebih spesifik. Uji MAT bertujuan untuk mengidentifikasi jenis
serovar pada manusia dan hewan, diperlukan panel suspensi kuman leptospira
hidup dan mencakup semia jenis serovar.
Sampel untuk
pemeriksaan MAT sebaiknya diambil secara serialdengan rentang waktu 1-2 minggu
dan sampel pertama diambil saat pasien datang berobat.
Pemeriksaan sampel harus dilakukan di
laboratorium yang sama oleh pemeriksa yang sama pula.dan sisa spesimen peratama
diperiksa lagi bersama spesimen yang kedua.
Macroscopis Slide Aggultination Test
(MSAT)
Prinsip uji MSAT
samas dengan MAT namun secara makroskopis di atas kaca objek. Hasil reaksi yang
dinilai secara semi kuantitatif dengan mata telanjang. Interpretasi hasil sama
dengan MAT. Uji MSAT kurang spesifik dibandingkan dengan MAT.
Uji Linked Immunosurbent Assay (
ELISA, EIA)
Uji ELISA sering
dipakai dan dapat dilakukan dengan reagen komersial maupun antigen yang dibuat
sendiri. Uji ini memakai suatu antigen yang bersifat spesifik pada genus dapat mendeteksi
antibodi dikelas IgM dan IgG.
Keuntungan uji
ELISA ini untuk mengetahui jenis antibodi apakah IgM atau IgG. Antibodi IgM
merupakan prediksi leptospirosis sebagai infeksi akut. Dan IgG merupakan untuk
infeksi terdahulu. Meskipun demikian perlu diingat bahwa IgM kadang dapat
menetap selama beberapa tahun.
Diagnosis banding Leptospirosis
anikterik
Influensa, demam
dengue dan demam berdarah dengue, infeksi virus hanta, demam kuning,
riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria, pielonefritis, meningitis,
aseptik dan penyakit demam enterik lain, fever of unknow origin (FUO),
serokonversi HIV primer, penyakit legioner, toksoplasma, mononukleosis
infeksiosa, faringitis dan infeksi virus lain.
Leptospirosis ikterik : malaria
falcifarum berat, hepatitis virus, demam tifus, dengan komplikasi ganda,
hemorhagic fever with renal falilure demam berdarah virus lainnya dengan
komplikasi.
THERAPI
Kuman leptospira
sensitif terhadap sebagian besar antibiotika terkenali vankomisin, rifampisin
dan metronidazole.
Pasien azotemia prarenal dilakukan
rehidrasi dan pemantauan fungsi ginjal sedangkan pasien gagal ginjal segera
lakukan dialisis peritoneal. Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada
hari pertama rawat inap. Dengan mencakup aspek terapi kausatif, simtomatik dan
supportif.
Prinsip umum dengan
terapi suportif dan simptomatik meliputi pemberian analgetik untuk rasa sakit.
Bila perlu diberikan analgesik kuat seperti morfin atau petidin. Nyeri kepala
hebat dapat dihilangkan dengan pungsi lumbal. Pada pasien yang gelisah
diberikan penenang. Anemia berat diperbaiki dengan tranfusi darah. Keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat diare dan muntah-muntah, memerlukan penanganan
secara intensif infus. Pada pasien gagal ginjal dan gangguan fungsi hati berat,
memerlukan terapi suportif intensif.
Terapi leptospirosis ringan.
1. Pemberian antipiretik , teruatama apabila demamnya
melebihi 38 0 c
2. pemberian antibiotik-antikuman leptospira. Pada
leptospirosis rngan diberikan terapi :
o
Doksisiklin
100 mg yang diberikan 2 kali sehari, selama 7 hari. Pada anak diatas 8 tahun; 2
mg/kg/hari. (maksimal 100 mg) atau
o
Ampicilin
500-750 mg yang diberikan 4 kali sehari oral atau
o
Amoxicillin
500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral
Pemberian antibiotik tersebut dapat
mengurangi masa demam, komplikasi ginjal / hati. Hal yang penting dan perlu
diketahui as waktu pemberiannya. Pemberian antibiotik antikuman leptospira yang
paling tepat pada fase leptospiremia, yang diperkirakan pada minggu-minggu
pertama infeksi. Antibiotik diberikan tanpa menunggu hasil laboratorium.
Pada leptospirosis ringan yang belum
ada komplikasi perlu dilakukan pirasi pemantuaan tekanan darah, suhu, denyut
nadi dan respirasi secara berkala tiap jam atau empat jam. Seseuai dengan
kondisi klinik pasien disertai dengan pencatatan produksi urin.
Terapi
leptospirosis berat.
1. Antipiretik
2. nutrisi dan cairan
pemberian nutrisi perlu diperhatikan.
Karena nafsu makan pasien menurun. Sehingga asupan nutrisi kurang. Pemberian
nutrisi yang seimbang dengan kebutuhan kalori sehingga tidak membebani fungsi
hati dan ginjal yang menurun. Kalori diberikan denganmempertimbangkan
keseimbangan nitrogen dengan perhitungan :
berat badan 0-10 kg : 100 kalori/ kgBB/ hari
berat badan 20-30 kg : ditambahkan 50 kalori/ kgBB/ hari
berat badan 30-40 kg : ditambahkan 25 kalori/ kgBB/ hari
berat badan 40-50 kg : ditambahkan 10 kalori/ kgBB/ hari
berat badan 50-60 kg : ditambahkan 5 kalori/ kgBB/ hari
Karbohidrat
diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis protein. Protein
yang mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2-0,5 gram/kgbb/
hari. Pemberian kalium dibatasi sampai 40mEq/hari, karena kemungkinan sudah
terjadi hiperkalemia. Kadar natrium tidak boleh terlalu tinggi pada fase
oliguria, maksimal 0,5 gram/hari. Pada fase oliguria pemberian cairan dibatasi.
Hindari pemberian
cairan terlalu banyak, karena akan membebani kerja hati dan ginjal. Misalnya
infus ringer laktat yang akan membebani kerja hati. Pemberian cairan harus
memadai dan tidak berlebihan sehingga perlu dilakukan pemantauan keseimbangan
cairan secara tepat.
Pada pasien dengan
muntah hebat atau tidak mau makan, diberi makanan secara parenteral. (sekarang
sudah tersedia kemasan cairan infus yang praktis dan cukup mengandung
nutrisinya.)
3. pemberian anti biotik
Prokain penisilina 6-8
juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari intra muskuler
o
Ampicilina 1
gram yang diberikan 4 kali sehari intravena atau
o
Antibiotik
pada anak:
o
Prokain
penisilin 50.000 IU/kg BB sehari intramuskular 2 juta IU sehari yang diberikan
4kali sehari intramuskular atau
o
Doksisiklin
pada anak >8 tahun: 2 mg/KbBB: maksimal 100 mg sehari yang diberikan per
oral.
o
Penelitian
terakhir secara in vito menunjukkan bahwa antibiotik golongan fluoroquiolone
dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) lebih baik diberikan dibandingkan
dengan konvensional tersebut diatas, meskipun masih perlu dibuktikan
keunggulannya secara invito tersebut.
Reaksi
jarisch-herxheimer pada pemberian penisilin kadang timbul, misalnya reaksi
demam akut antara 37,8-38,4 0 c, sakit kepala disertai mialgia dan hipotensi.
Reaksi umumnya timbul dalam waktu 4-5 jam setelah pemberian penisillin
intravena.mekanisme terjadinya reaksi belum sepenuhnya jelas. Diduga lisisnya
kuman leptospira oleh karena antibiotik akan melepaskan toksin yang menginduksi
sitoksin. Penatalaksanaan reaksi jerisch –herxheimer hanya supportif dan
simtomatik, reaksi bersifat sementara danberkurang dalam waktu 24 jam
berikutnya.
Leptospirosis
dengan kegagalan ginjal / ginjal akut yang merupakan salah saru komplikasi
berat leptospirosis,pada ginjal ditemukan nekrosis tubular akut. Terjadi
nekrosis tubular akut dapat diketahui dengan :
-
Kadar natrium
urin > 40mEq/L
-
Rasio
kreatinin urin dan plasma < 20
-
index gagal
ginjal > 1 (index gagal ginjal = kadar
nartrium urin X kadar kreatinin plasma/ kadar natrium urin. )
kegagalan ginjal akut pada
leptospirosis dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu :
-
Type oliguria
-
Tipe non
oliguria
Tipe oliguria
mempunyai prognosis yang jelek, terutama bila fase oliguria berlangsung lama,
kurang respon pada pemberian diuretik, rasio ureum urin: darah meningkat dan
kadar ureum/ kratinin darah tetap tinggi.
Perlu pemantauan karena akan timbul
hiperkalemia dalam kurun waktu 48 jam pertama sakit. Dan mendahului uremia.
Lamanya fase
oliguria dan kecepatan katabolisme protein merupakan faktor penentu untuk
melakukan dialisis. Dialisis dilakukan pada fase penentu untuk melakukan
dialisis. Dialisis dilakukan pada fase oliguria yang lama. Perlu pemantuaan
yang baik tanpa kedua keadaan diatas,tidak perlu dilakukan dialisis.
4. pengobatan terhadap infeksi sekunder
pasien
leptospirosis sangat rentan terhadap infeksi sekunder sebagai komplikasi
penyakit sendiri atau akibat tindakan medik yang dilakukan antara lain: brpn,
infeksi saluran kemih, peritonitis (komplikasi dalam dialisis peritoneal) dan
sepsis
dilaporkan kelainan paru dalam
leptospirosis sebesar 20-70 %.
Pengobatan disesuaikan dengan jenis
komplikasi yang terjadi.
Pasien leptospirosis dengan
sepsis/syok septikemia mempunyai angka kematian yang tinggi.
5. penanganan khusus
a. Hiperkalemia
Merupakan keadaan yang harus segera
ditangani karena menyebabkan cardiac arrest. Sebagai tindakan darurat dapat
diberikan garam kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20 U reguler
insulin dalam infus dekstrosa 40%)
b. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas
dengan dosis (0,3X kg BB x defisit HC03 plasma dalam mEq/L)
c. Hipertensi perlu diberikan anti hipertensi
d. Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan
diuretik
e. Kejang dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia.
Hipertensi ensefalopati dan karena uremia. Kausa primer diatasi, dipertahankan
oksigenasi/ sirkulasi ke otak dan diberi obat anti konvulsi.
f. Perdarahan diatasi dengan transfusi
Perdarahan merupakan komplikasi serius
leptospirosis dan terjadi akibat penumpukan bahan toksik dan trombositopati.
Manifestasi perdarahan bervariasi dari ringan sampai berat. Perdarahan dapat
terjadi saat melakukan dialisis peritoneal.
BAB IV
PENCEGAHAN
Pencegahan penularan kuman leptospira
dpat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang meliputi :
- Intervensi
sumber infeksi
- intervensi pada
jalur penularan.
- intervensi pada
pejamu manusia.
Intervensi sumber infeksi:
-
Memberikan
tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi ( sapi/ babi/ kambing dll)
-
Memberikan
antibiotik pada hewan yang terinfeksi seperti penisilin, ampisilin, atau
dihydrostreptomicin, agar tidak menjadi karier kuman leptospira. Dosis dan cara
pembrian berbeda-beda. Tergantung pada jenis hewan yang terinfeksi.
-
Mengurangi
populasi tikus denga beberapa cara seperti panggunaan racun tikus, pemasangan
jebakan, penggunaan rodentisida dan predator roden.
-
Menidakan
akses tikus ke pemukiman, makanan dan air minum
denga membangun gudang penyimpanan hasil pertanian sumber penampungan air dan pekarangan yang kedap tikus. Dan dengan
membuang sisa makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus
-
Mencegah
tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan memelihara
lingkungan yang bersih, membuang sampah memangkas rumput dan semak belukar,
menjaga sanitasi, khususnya dengan membangun sarana pembuangan limbah dan kamar
mandi yang baik dan menyediakan air minum yang bersih.
-
Melakukan
vaksinasi hewan termasuk ternak dan hewan peliharaan
-
Membuang
kotoran hewan peliharaan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan , dibakar dll
INTERVENSI
PADA JALUR PENULARAN
Penularan dapat dicegah dengan :
-
Memakai
pelindung kerja (sepatu lars, sarung tangan,pelindung mata, apron, masker)
-
Mencuci luka
dengan cairan antiseptik dan ditutup dengan plester kedap air
-
Mencuci atau
mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan urin, tanah, dan air
yang terkontaminasi
-
Menumbuhkan
kesadaran terhadap potensi resiko dan metoda untuk mencegah atau mengurangi
pajanan. Misal dengan mewaspadai percikan urin atau aerosol. Tidak menyentuh
bangkai hewan, janin, plasenta,organ (ginjal, kandung kemih) dengan tangan
telanjang dan jangan menolong persalinan hewan dengan tangan telanjang.
-
Mengenakan
sarung tangan melakukan tindakan higienik saat kontak engan urin hewan , cuci
setelah selesai dan waspada terhadap kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan
yang sakit.
-
Melakukan sanitasi
air minum penduduk dengan pengelolaan air minum yang baik, filtrasi dan
klorinasi untuk mencegah invasi kuman leptospira
-
Menurunkan PH
air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk / bahan-bahan kimia sehingga
jumlah dan virulensi kuman leptospira berkurang.
-
Memberikan
peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genangan air dan sungai yang
relah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira
-
Mekanisme
pekerjaan dengan reisiko terpajan tinggi seperti menanam padi dan menebang
tebu.
-
Manajemen
ternak yang baik (hindari menggembalakan ternak ditemoat umum, membeli ternak
dengan sertifikasi bebas kuman leptospira
-
Menerapkan
prosedur kewaaspadaan standar di laboratorium dan bangsal perawatan (merujuk
pada buku pedoman lankah-langkah kewaspadaan standar untuk pencegahan infeksi
yang telah disusun oleh departemen kesehatan.
BAB V
KESIMPULAN
Dalam upaya promotif untuk menghindari
leptospirosis dilakukan dengan cara –cara edukasi.lep merupakan zoonosis klasik
pada hewan, sebagai sumber infeksi utama, dengan jenis serovar dan cara
penularan berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya, oleh karena itu
setiap program edukasi harus melibatkan profesi kesehatan, dokter hewab dan
kelompok lembaga sosial masyarakat yang terlibat. Edukasi dengan tenaga
kesehatan maupun masyarakat umum, mengenai perkembangan terbaru leptospirosis
didaerahnya. Harus selalu diberikan melelui penyuluhan dengan tatap muka
langsung, seminar dirumah sakit, maupun secara tidak langsung melalui selebaran
masmedia dan media elektronik. Upaya agar leptospirosis tidak dilupakan oleh
para klinikus akan meningkat identifikasi kasus. Pendidikan masyarakat luas
sangat berperan untuk mengidentifikasi faktor resiko, pencegahan penyakit ,
mengurangi lama masa sakit dan tingkat
keparahan penyakit, melalui pengenalan gejala leptospirosis dan kesadaran untuk
segera berobat.
Berbagai cara edukasi yang dapat dipakai yaitu:
-
memberikan
selebaran ke kllinik kesehatan, departemen pertanian, institusi militer dan
lain-lain. Didalamnya diuraikan mengenai penyakit leptospirosis, kriteria
menegakkan diagnosis terapi dan cara pajanan.dicantumkan pula nomor telpon yang
dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut
-
melakukan
penyebaran informasi pengendalian wabah
bila menjadi
wabah seperti banjir atau angin topan , sesegera mungkin diinformasikan kepada
dokter dan masyarakat mengenai situasi dilapangan dan cara pencegahan penyakit. Informasi
diberikan dalam bentuk publikasi dan selebaran, agar dokter dapat mengenali
suatu penyakit demam, yang mungkin disebabkan oleh leptospirosis dan memberikan
terapi yang tepat. Selain itu melalui publikasi dimedia cetak dan elektronik,
serta selebaran di lokasi wabah, masyarakat diberi penyuluhan mengenali gejala
leptospirosis, resiko pejanan dan segera
datang ke sarana kesehatan karena penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik.
Diberikan juga mengenai cara pencegahan, misalnya : mengingatkan masyarakat
untuk tidak melakukan kegiatan seperti mencuci atau berendam di air yang
mungkin terkontaminasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti
Saroso, Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Departemen kesehatan
RI, 2013
Comments