GAMBARAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI BERDASARKAN USIA KEHAMILAN DAN PARITAS DI RSUD CIANJUR TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator penting dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan tahun 2012 AKI di Indonesia mencapai 359/100.000 kelahiran
hidup. Dalam upaya mempercepat
penurunan AKI sekaligus untuk mencapai target AKI, pemerintah
menetapkan target AKI pada Millenium Developmant Goals (MDGs) 2015 untuk Indonesia adalah 102 per
100.000 kelahiran hidup dan AKB 17 per 1000 kelahiran hidup (Kementrian
Kesehatan RI, 2013).
Angka Kematian Ibu di Jawa Barat, tahun 2007 adalah 116/100.000 kh,
tahun 2012 sebesar 124,3/ 100.000 kh atau 837 kematian, dan tahun 2013 sebanyak
781 orang. Faktor penyebab kematian ibu diantaranya perdarahan sebanyak
251 orang (30%), eklampsia 210 orang (25%), hipertensi dalam kehamilan 12%, dan
infeksi sebanyak 101 orang (12%).
Penyakit yang banyak dialami ibu pada bayi meninggal adalah hipertensi maternal
(23,6%), komplikasi saat bersalin (partus macet) sebesar 17,5%. Gangguan
kesehatan ibu dari bayi meninggal adalah ketuban pecah dini (23%) dan
hipertensi maternal (22%) (Dinkes Jabar, 2013).
Angka morbiditas dan mortalitas dapat disebabkan oleh komplikasi yang menyertai
persalinan seperti infeksi, perdarahan, preeklampsia eklamspi. Infeksi dan
perdarahan menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan, dikarenakan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor penyerta seperti kejadian ketuban pecah dini. Ketuban
pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8-10 % wanita hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2010)
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Prawirohardjo, 2010). Menurut Wahyuni yang
dikutif oleh Pujiningsih (2012) kejadian ketuban pecah dini di indonesia
sebanyak 35,70% - 55,30% dari 17.665 kelahiran.
Menurut Manuaba (2010) kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari
semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu sekitar 4 %. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Sebagian dari kejadian ketuban pecah
dini mempunyai periode laten melebihi satu minggu. Hampir semua KPD pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan
mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. KPD berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang
menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu
fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak
janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan
darah, faktor multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi,
perdarahan antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya,
riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat,
ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam
bekerja, serta trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam
dan amniosintesis (Prawirohardjo, 2010).
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya infeksi
intra uterin, partus prematur, dan prolaps bagian janin terutama tali pusat
(Manuaba, 2010). Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada KPD yaitu
peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama
persalinan dan kelahiran, dan resiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko
infeksi karena ketuban yang utuh merupakan penghalang penyebab infeksi
(Prawirohardjo, 2010).
Faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini adalah paritas tinggi,
karena semakin banyak paritas maka semakin kurang baik fungsi reproduksinya
(Manuaba, 2010). Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita. Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara
(Prawirohardjo, 2010). Semakin sering seorang wanita melahirkan anak maka akan
semakin memiliki resiko kematian dalam paritas (Manuaba, 2010).
Menurut Surya dalam Anggraeni (2014) semakin tinggi paritas ibu akan
makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks
akibat persalinan sebelumnya, sehingga hal ini dapat meningkatkan terjadi
ketuban pecah dini. Risiko terjadinya ketuban pecah dini lebih banyak terjadi
pada grandemultipara yang disebabkan oleh motilitas uterus berlebih, perut
gantung, kelenturan leher rahim yang berkurang sehingga dapat terjadi pembukaan
dini pada serviks, yang mengakibatkan terjadinya KPD.
Usia kehamilan adalah masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin, lamanya adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari hari pertama haid terakhir
(Prawirohardjo, 2010). Janin
dikatakan cukup bulan (aterm) apabila usia kehamilannya mencapai 37 minggu
lengkap (atau dengan kata lain 38 minggu) hingga 42 minggu. Bila kurang
daripada itu disebut sebagai “prematur/preterm” dan jika lebih dinamakan
“postmatur/ postterm” (Manuaba,
2010).
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya
insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal. Setelah ketuban pecah
biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.
Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu (Manuaba, 2010).
Berdasarkan hasil
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 15 Februari 2015, diketahui
bahwa banyak kasus obstetri pada persalinan yang terjadi di Rumah
Sakit Umum Cianjur, salah satunya
adalah kasus ketuban pecah dini yang menjadi peringkat tertinggi dari 10 besar
kasus obstetric tahun 2014. Hal ini ditunjukkan pada gambar 1.1 sebegai
berikut :
Gambar 1.1 Grafik Jumlah 10 Besar Kasus Obstetri
Tahun 2014
Berdasarkan gambar
1.1 di atas terlihat bahwa kasus ketuban pecah dini merupakan kasus obstetri
tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebanyak 1.401 kasus diantara kasus-kasus yang
lain seperti PEB sebanyak 869 kasus, partus lama 525 kasus, AB Inkomplit 459 kasus,
dan yang lainnya. Hal tersebut memang menunjukkan bahwa KPD merupakan kasus
yang sering muncul di RSUD Cianjur. Sementara itu, kasus infeksi (sepsis dan
infeksi peurpuralis) di RSUD Cianjur than 2014 sebanyak 7 kasus (0,1%). Berikut
ini peneliti sajikan tabel kejadian ketuban pecah dini dilihat dari jumlah
persalinan pada tahun 2012-2014 sebagai berikut :
Gambar 1.2 Grafik
Jumlah Kasus KPD
Berdasarkan Jumlah
Persalinan Tahun 2012-2013
Berdasarkan gambar
1.2 terlihat bahwa adanya penurunan pada kasus KPD dalam 3 tahun terakhir yaitu
tahun 2012 dari 5.613 persalinan 1.650 (29,40%) diantaranya mengalami KPD,
tahun 2013 dari 5.873 persalinan 1.538 (26,19%) diantaranya mengalami KPD, dan
tahun 2014 dari 6.665 persalinan 1.401 (21,11%) diantaranya mengalami KPD. Hal
tersebut memang menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi
tetap saja kasus ketuban pecah dini tersebut masih cukup tinggi.
Berdasarkan uraian fenomean pada latar belakang
diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Gambaran Kejadian Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Usia Kehamilan Dan Paritas Di RSUD Cianjur Tahun
2014.
Comments