LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A.   Hipertensi
1.    Definisi hipertensi
              Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup sitirahat/tenang (Depkes, 2007).
              Menurut standar JNC (Joint National commite) seseorang disebut hipertensi apabila tekanan darah sistol dan diastol naik. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa adalah: Normal <120 / 80 mmHg, pre hipertensi 120-139 / 80-89 mmHg, stadium 1 (satu) 140-159 / 90-99 mmHg, dan stadium 2 (dua) 160/100 mmHg (Muttaqin, 2009). Tekanan darah sistolik biasanya meningkat sejajar dengan pertambahan usia, jadi untuk menentukan tekanan darah berdasarkan usia adalah usia ditambah 100. Jadi apabila orang berumur 60 tahun, maka tekanan darah sistolik adalah 160 mmHg dianggap normal (Kabo, 2008).
              Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortilitas).Tekanan darah dikatakan hipertensi apabila tekanan darah 140/90 mmHg (Triyanto, 2014).
              Berdasarkan definisi dari Depkes (2007), Muttaqin (2009), Kabo (2008) dan Triyanto (2014) dapat disimpulkan bahwa Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg. Tekanan darah sistolik biasanya meningkat sejajar dengan pertambahan usia, jadi untuk menentukan tekanan darah berdasarkan usia adalah usia ditambah 100. Jadi apabila orang berumur 60 tahun, maka tekanan darah sistolik adalah 160 mmHg. Hipertensi juga merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortilitas).

2.    Klasifikasi hipertensi
              Berdasarkan Joint National Committee on Prevention, Detection, Avaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC/7) pada tahun 2003, Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa dikelompokkan menjadi normal, normal tinggi, dan hipertensi.
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2004
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
<120
<80
Pre Hipertensi
120-139
80-89
Hipertensi :


Derajat 1
140-159
90-99
Derajat 2
≥ 160
≥ 100
Sumber :Joint National On Detection, Evalution and Treatment Of High Blood Pressure VII (2004)

              Untuk lansia Tekanan darah sistolik biasanya meningkat sejajar dengan pertambahan usia, jadi untuk menentukan tekanan darah berdasarkan usia adalah usia ditambah 100. Jadi apabila orang berumur 60 tahun, maka tekanan darah sistolik adalah 160 mmHg dianggap normal (Kabo, 2008).
3.    Etiologi hipertensi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi 2 yaitu :
a.   Hipertensi Primer
              Hingga saat ini penyebab pasti hipertensi primer masih belum diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi primer sedangkan 10% tergolong dalam hipertensi skunder. Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-50 tahun. Hipertensi primer adalah suatu kondisi hipertensi dimana penyebab skunder dari hipertensi tidak diketahui (Lewis, 2000).
b.  Hipertensi Skunder
              Hipertensi skunder adalah hipertensi yang penyebabnya sudah dapat diketahui, antara lain kelainan  pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) (Lewis, 2000) .
              Adapun faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi menurut Lewis (2000), yaitu :
1)  Genetik
2)  Jenis Kelamin
3)  Usia
4)  Lingkungan (stres)
5)  Obesitas

              Menurut Muttaqin (2009) Etiologi hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
1)  Elastisitas dinding aorta menurun
2)  Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3)  Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun.
4)  Kehilangan elastisitas pembuluh darah
5)  Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

4.    Patofisiologi hipertensi
              Menurut Triyatno (2014), meningkatnya tekanan darah dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat dari biasanya sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Hal inilah yang terjadi pada usia lanjut dan obesitas, dimana dinding arteri lebih menebal dan kaku karena arterosklerosis. Penyelidikan ini dapat membuktikan obesitas dapat meningkatkan lemak di pembuluh darah sehingga menimbulkan plak dan terjadilah arterosklerosis sehingga daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah meningkat dan terjadilah hipertensi.
              Dengan cara yang sama, tekanan darah juga akan meningkat pada saat terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak dpat membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.
              Menurut Brunner and Suddarth (2002), pada saat sistem simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon vasokontriksi pembuluh darah. Vasonkontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelapasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriksi kuat, yang pada giliranya merangsang aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan volume intravaskuler dan terjadilah hipertensi.
              Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara yaitu jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabakan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
              Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormone angiotensin yang selanjutnya akan memicu pelepasa hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam pengendalian tekanan darah, karena berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan tekanan darah tinggi misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosi arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga menyebabkan naiknya tekanan darah.
              Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon flight-or-flight (reaksi tubuh terhadap ancaman dari luar), meningkat kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga mempersempit sebagian arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalkan otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak), mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan  volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon epineprin (adrenalin) dan
noroponeprin (noradrenalin) yang merangsang jantung dan pembuluh darah
 yang merupakan faktor stress


Gambar 2.1 Pathway Hipertensi
Sumber : Triyatno (2014), J.Corwin (2009), Brunner & Suddarth (2002)

5.    Tanda dan gejala hipertensi
              Tanda dan Gejala hipertensi menurut Dewi dan Familia (2010), yaitu :
a.    Sakit Kepala
b.    Mimisan
c.    Jantung Berdebar
d.    Sering buang air kecil di malam hari
e.    Pusing yang terasa berat bagian tenguk yang biasa terjadi di siang hari
f.     Sesak nafas
g.    Sulit tidur
h.    Mata berkunang-kunang
i.      Mudah marah

6.    Komplikasi hipertensi
              Hipertensi merupakan penyakit yang bisa di kontrol dan tidak bisa diobati.Jika hipertensi tidak di control dengan benar atau tidak menjalani prosedur perawatan dan pengobatan sesuai program. Maka, akan berdampak pada komplikasi seperti penyakit jantung, stroke dan gangguan keseimbangan dan gerak, kerusakan ginjal, kematian (Maryam, 2010)
              Penyakit hipertensi akan meningkat dengan adanya penyakit kronis. Penyakit lain yang dapat meninngkatkan derajat hipertensi atau komplikasi hipertensi akan menyebabkan hipertensi lebih sulit dikendalikan. Berikut beberapa komplikasi penyebab hipertensi antara lain :
a. Stroke
              Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklorosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma.
b.    Infark miokard
              Infark miorkard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut
c.    Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan akan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
d.    Apnea pada saat tidur
Apnea adalah gangguang tidur berupa kesulitan bernafas yang terjadi berulang kali pada saat tidur. Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan antara pernafasan yang terhenti dan berkurang nya pasokan oksigen untuk sementara waktu yang menyertai apnea saat terjadinya hipertensi. Apnea pada saat tidur tidak selalau terlihat jelas. Namun, jika seseorang sering tidak tadap tidur nyenyak sepanjang malam dan selalu mengantuk pada siang hari sebaiknya memeriksakan diri ke dokter. Pengobatan dilakukan dengan cara memberikan oksigen pada saat tidur. Cari ini dapat menurunkan tekanan darah sedikit demi sedikit (Riyanto, 2014).

7.    Penatalaksanaan Hipertensi
              Menurut Dalimartha (2008) penatalaksaan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut :
a.      Pengobatan hipertensi skunder yang lebih mendahulukan pengobatan penyebab hipertensi
b.      Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi timbulnya komplikasi
c.      Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti-hipertensi
d.      Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan kemungkinan seumur hidup.
Ada berbagai macam pengobatan untuk pasien hipertensi, yaitu :
a.      Pengobatan farmakologis
              Pada pengobatan medis, penderita hipertensi diberikan obat. Beberapa macam obat, antara lain sebagai berikut :


1)     Diuretik
              Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan.
              Obat diuretik dikenal dengan nama pil air. Akibat pemberian diuretik adalah tidak hanya garam saja yang dikeluarkan dari tubuh, tetapi zat lain yang berguna bagi tubuh seperti kalium ikut dikeluarkan juga. Untuk mengatasi kondisi itu, dokter sering meresepkan obat diuretik dengan mempertahankan kalium tetap di dalam tubuh. Manfaat obat diuretik tersebut  dapat bertambah jika ditunjang dengan pola makan dengan menu rendah kadar garam.
2)     Alpha, Beta dan alpha-beta adrenergik blocker
Obat-obatan ini bekerja dengan menghalangi pengaruh bahan-bahan kimia tertentu dalam tubuh. Obat-obatan itu memicu penurunan aktivitas daya pompa jantung.
Jenis obat tersebut tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi dengan gangguan pernafasan, seperti asma bronkhial. Contoh golongan obat itu yaitu metoprolol, propanolol, dan atenolol.
Khusus bagi penderita diabetes mellitus, obat tersebut merupakan kontraindikasi karena menambah kadar gula darah. Pemberian obat itu juga jangan diberikan untuk orang usia lanjut yang mempunyai gejala gangguan bronkospasme (penyempitan saluran pernafasan) atau denyut jantung lambat.
3)     Vasodilator
              Kerja obat ini berlangsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis ini yaitu prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing.
4)     Penghambat enzim konversi angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini yaitu captopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah batuk kering, pusing, sakit kepala, dan lemas.
5)     Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini yaitu nifedipin, dilitasem, dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala, dan muntah.
6)     Penghambat reseptor angiotensin II
Obat ini bekerja dengan cara menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah velsartan (diovan). Kemungkinan efek samping yang timbul adalah sakit kepala, pusing, lemes, dan mual.
b.      Pengobatan non-farmakologis
              Pengobatan non-farmakologis hipertensi menurut Maryam (2010),  diantaranya dengan melakukan hal-hal berikut :
1)     Mengurangi berat atau menurunkan kelebihan berat badan
2)     Hindari merokok
3)     Hindari minum kopi
4)     Hindari minum alkohol
5)     Kurangi konsumsi garam berlebih
6)     Hindari makanan berlemak tinggi (gajih, usus, kulit ayam)
7)     Melakukan senam secara teratur
8)     Melakukan terapi relaksasi
 Berbagai cara relaksasi, seperti :
a)     Meditasi
              Meditasi adalah upaya untuk mencapai ketenangan dengan memusatkan pikiran pada satu titik. Meditasi disertai dengan pegaturan nafas secara halus dan teratur (Widiato, 2011). Terapi meditasi ini ditujukan pada diri untuk merealisasikan tubuh dan menenangkan pikiran dengan menggunakan ritme pernafasan yang memiliki fokus (Solehati dan Cecep, 2015)
b)     Yoga
Yoga adalah sebuah aktivitas dimana seseorang memusatkan pikiran untuk mengontrol panca indranya (Triyato, 2014).  Teknik dalam yoga berfokus pada susunan otot, mekanisme pernafasan, postur, dan kesadaran tubuh. Yoga bertujuan untuk memperoleh kesejahteran fisik dan mental melalui pencapaian kesempurnaan tubuh dengan olehraga pernafasan yang benar, mempertahankan postur tubuh, dan meditasi (Solehati dan Cecep, 2015)
c)     Hypnosis
Upaya bagaimana membuat seseorang untuk berada dalam kondisi tidur dan atau tidak sadarkan diri (Iswantoro, 2007). Hypnosis merupakan terapi komplementer yang menggunakan modifikasi alam bawah sadar pasiennya. Pasien dibimbing untuk melakukan relaksasi dengan teknik-teknik tertentu secra alamiah akan membuka gerbang pikiran bawah sadarnya. Kondisi seperti ini akan lebih memudahkan pasien untuk menerima sugesti penyembuhan yang diberikan oleh pemberi intervensi hypnosis (Solehati dan Cecep, 2015).
d)     Terapi Musik
Terapi musik merupakan suatu keterampilan dalam menggunakan musik dan elemen-elemen musik oleh seseorang yang ahli dibidang musik untuk meningkatkan, memelihara, memeperbaiki kesehatan mental, fisik, dan emosi (Triyanto, 2014).  Terapi ini memperbaiki gerakan dan komunikasi fisik, memperbaiki ingatan, mengembangkan ekspresi emosional, dan mengalihkan perasaan nyeri (Solehati dan Cecep, 2015).
Menurut Tuner (2010), musik dapat memberikan rangsangan pada syaraf simaptis dan parasimpatis untuk menghasilkan respons relaksasi berupa penurunan frekuensi nadi, relaksasi otot, dan menyebabkan tidur.
e)     Terapi Relaksasi Benson
              Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai suatu kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi (Benson & Proctor 2000, dalam Purwanto, 2006).
              Relaksasi Benson merupakan gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama yang dianut. Respon relaksasi ini melibatkan keyakinan yang dianut akan mempercepat terjadinya keadaan rileks dengan kata lain, kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan melipatgandakan manfaat yang didapat dari respon relaksasi (Purwanto 2005 dalam Datak, 2008)

              Pengobatan hipertensi harus dilakukan sesuai petunjuk dokter. Keluhan-keluhan yang dirasakan sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter. Sebab hal itu berkaitan dengan pemberian jenis dan dosis obat secara tepat. Konsultasi dengan dokter juga diharapkan dapat memaksimalkan upaya pengobatan dan menekan efek samping sekecil mungkin. Pengobatan non-farmakologis yang dijalani juga sebaiknya dikonsultasikan. Hal itu dilakukan supaya pengobatan farmakologis menjadi lebih efektif (Dalimartha, 2008).

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

Gizi Untuk Usia Sekolah Dan Remaja