PRILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT ( PHBS )
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil dari pembelajaran yang menjadikan seseorang
dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
Pengertian
perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah (PHBS) di sekolah adalah upaya untuk
memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.
Sekolah sehat adalah sekolah yang mampu menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat
sekolah dan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak sekolah
melalui berbagai upaya kesehatan (Sya’roni, RS 2007).
B.
Bidang PHBS
Bidang
PHBS (Depkes RI, 2001) yaitu:
1.
Bidang kebersihan perorangan, seperti cuci tangan dengan air
bersih yang mengalir dan sabun, mandi minimal 2 kali sehari.
2.
Bidang Gizi, seperti makan buah dan sayur tiap hari,
mengkonsumsi garam beryodium, menimbang berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)
setiap 6 bulan.
3.
Bidang Kesehatan lingkungan, seperti membuang sampah pada tempatnya, menggunakan
jamban, memberantas jentik.
C.
Pengembangan PHBS
Menyadari
bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit, perilaku tidak hanya menyangkut
dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi
ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku. Maka promosi kesehatan dan PHBS
diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif),
khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS (Dinas Kesehatan
Kota Surabaya, 2009).
1.
Gerakan Pemberdayaan
a.
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara
terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice).
b.
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah
individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan
berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh
dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan
langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke
dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau
pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah
individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama
memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga
memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan).
c.
Disinilah letak pentingnya sinkronisasi
promosi kesehatan dan PHBS dengan program kesehatan yang didukungnya. Hal-hal
yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagai bantuan,
hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu hendaknya
juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2.
Bina Suasana
a.
Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial dimana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan atau idolanya, kelompok arisan, majelis
agama, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut.
b.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan
masyarakat, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke
fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu:
c.
Pendekatan Individu
d.
Pendekatan Kelompok
e.
Pendekatan Masyarakat Umum
3.
Advokasi
a.
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan
terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stake holders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh
masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan
dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat
informal, seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, yang umumnya dapat berperan sebagai
penentu ”kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang
dana non pemerintah.
b.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan
melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran
advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu:
c.
Mengetahui atau menyadari adanya masalah
d.
Tertarik untuk ikut mengatasi masalah
e.
Peduli terhadap pemecahan masalah
dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah
f.
Sepakat untuk memecahkan masalah dengan
memilih salah satu alternatif pemecahan masalah
g.
Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
h.
Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara
terencana,
cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:
4.
Sesuai minat dan perhatian sasaran
advokasi
5.
Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
6.
Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
7.
Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
8.
Dikemas secara menarik dan jelas
9.
Sesuai dengan waktu yang tersedia.
D.
Penerapan PHBS di Sekolah
Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak
seiring munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), yang
ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. PHBS di sekolah merupakan sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan
sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri
mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan melalui
pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
Penerapan
PHBS di sekolah menurut
Sya’roni. RS (2007), antara lain:
1.
Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai
dengan kurikulum yang berlaku (kurikuler)
2.
Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang
dilakukan diluar jam pelajaran biasa (ekstrakurikuler)
a.
Kerja bakti dan lomba kebersihan kelas
b.
Aktivitas kader kesehatan sekolah/
dokter kecil.
c.
Pemeriksaan kualitas air secara
sederhana
d.
Pemeliharaan jamban sekolah
e.
Pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah
f.
Demo/gerakan cuci tangan dan gosok gigi
yang baik dan benar
g.
Pembudayaan olahraga yang teratur dan
terukur
h.
Pemeriksaan rutin kebersihan: kuku,
rambut, telinga, gigi
3.
Membimbingan hidup bersih dan sehat melalui konseling.
4.
Kegiatan penyuluhan dan latihan keterampilan dengan
melibatkan peran aktif siswa, guru, dan orang tua, antara lain melalui
penyuluhan kelompok, pemutaran kaset radio atau film, penempatan media poster,
penyebaran leaflet dan membuat majalah dinding.
5.
Pemantauan dan evaluasi
a.
Lakukan pamantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang telah
dilaksanakan
b.
Minta pendapat pokja PHBS di sekolah dan lakukan kajian
terhadap masalah yang ditemukan.
c.
Putuskan apakah perlu penyesuaian
terhadap kebijakan.
E.
Sasaran
Sasaran
PHBS di tatanan institusi pendidikan adalah seluruh anggota keluarga institusi
pendidikan. Menurut Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2009) terbagi dalam:
1.
Sasaran Primer
Adalah sasaran utama dalam institusi
pendidikan yang akan diubah perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah
(individu atau kelompok
dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
2.
Sasaran Sekunder
Adalah sasaran yang dapat
mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang bermasalah, misalnya kepala sekolah, guru, orang
tua murid, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan
lintas sektor terkait, PKK.
3.
Sasaran Tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat
menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan
kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan, misalnya kepala desa, lurah, camat,
kepala Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.
F.
Manfaat PHBS di Sekolah
Manfaat PHBS di sekolah diantaranya:
1.
Terciptanya sekolah yang bersih dan
sehat sehingga peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi
dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.
2.
Meningkatnya semangat proses
belajar-mengajar yang berdampak pada prestasi belajar peserta didik
3.
Citra sekolah sebagai institusi
pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua (masyarakat)
4.
Meningkatnya citra pemerintah daerah di
bidang pendidikan
5.
Menjadi percontohan sekolah sehat bagi
daerah lain (Suryatiningsih, 2010)
G.
Komponen
Terkait Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1.
Prilaku Sehat
adalah
pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko
terjadinya penyakit,melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif
dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.
2.
Program Prilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS)
adalah
upaya untuk memberikan penghalaman pengalaman atau menciptakan suatu kondisi
bagi perorangan,keluarga kelompok dan Masyarakat, dengan membuka jalur
komunikasi, memberikan iniformasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap,perilaku,melalui pendekatan pimpinan (Advokasi ), bina
busana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment ).
Dengan
demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama
dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara
hidupsehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan Kesehatannya.
3.
Tatanan
Adalah
tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja , bermain, berinteraksi dan lain.
Dalam hal ini ada 5 tatanan PHBS yaitu
1. Rumah
Tangga
2. Sekolah
3. Tempat
Kerja
4. Sarana
Kesehatan
5. Tempat
Tempat Umum.
4.
Kabupaten Sehat / Kota
Sehat
Adalah
kesatuan administrasi pemerintah terdiri dari desa-desa, kelurahan, kecamatan,
yang secara terus menerus berupaya meningkatakan kemampuan masyarakat untuk
hidup sehat dengan prasarana wilayah yang memadai, dukungan sosial, serta
perubahan perilaku menuju masysrakat aman, nyaman dan sehat secara mandiri.
H.
Indikator PHBS
1.
Mencuci
tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
Anak sering bermain dengan tanah
atau batu dan bermain di tempat-tempat yang kurang bersih seperti selokan. Ada
cara lain yang cukup “ampuh” yang dapat menghindarkan anak dari kuman-kuman
penyakit yaitu dengan kebiasaan mencuci tangan.
Kebiasaan mencuci tangan masyarakat
Indonesia masih belum baik. Terlihat dari kebiasaan mencuci tangan dengan
menggunakan semangkuk air atau kobokan untuk membasuh tangan sebelum makan.
Padahal kebiasan sehat mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun
dapat menyelamatkan nyawa dengan mencegah penyakit (Hasyim, 2009).
a.
Alasan seseorang harus mencuci tangan dengan air bersih dan sabun adalah:
1)
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri
penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan.
2)
Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh,
yang bisa menimbulkan penyakit (Depkes RI, 2001).
3)
Mencuci tangan dengan air yang mengalir hanya dapat
menghilangkan kuman 25% dari tangan, sedangkan mencuci tangan dengan air bersih
yang mengalir dan sabun akan dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman hingga 80% dari
tangan (Hasyim, 2009)
b.
Saat harus mencuci tangan yaitu:
1)
Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang,
memegang binatang, berkebun)
2)
Setelah buang air besar
3)
Sebelum makan dan sebelum memegang makanan
c.
Manfaat mencuci tangan diantaranya:
1)
Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan
2)
Mencegah penularan penyakit seperti diare, disentri,
kolera, thypus,
kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), flu burung atau
SARS.
3)
Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
d.
Cara mencuci tangan yang baik dan benar, yaitu:
1)
Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai
sabun
2)
Bersihkan telapak, punggung tangan dan pergelangan tangan
lengan, gosok bila perlu
3)
Bersihkan juga sela-sela jari dan lipatan kuku jari
4)
Setelah itu keringkan dengan lap bersih (Depkes RI,
2001)
2.
Jajan di
kantin sekolah yang sehat
Jajan bagi anak merupakan hal yang
paling sering dilakukan, dan hal ini dapat membahayakan apabila jajanan yang
mereka konsumsi tidak sehat, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
Bogor dimana telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25%-50% sampel
minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es batu yang
tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi
yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan
tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengawet yang mengandung logam berat Boron),
formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B
(pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning
pada tekstil) (Judwarwanto, 2008).
Menurut Depkes
RI (2001) alasan
tidak boleh jajan di sembarang tempat, harus di
kantin sekolah karena:
a.
Makanan dan minuman yang dijual cukup bergizi, terjamin
kebersihannya, terbebas dari zat-zat berbahaya dan terlindung dari serangga dan
tikus.
b.
Makanan yang bergizi akan meningkatkan kesehatan dan
kecerdasan siswa, sehingga siswa menjadi lebih berprestasi di sekolah.
c.
Tersedianya air bersih yang mengalir dan sabun untuk mencuci
tangan dan peralatan makan.
d.
Tersedianya tempat sampah yang tertutup dan saluran
pembuangan air kotor.
e.
Adanya pengawasan secara teratur oleh guru, siswa dan komite
sekolah.
3.
Membuang sampah pada tempatnya
Membuang sampah pada tempatnya
merupakan cara sederhana yang besar manfaatnya untuk menjaga kebersihan
lingkungan, namun
sangat susah untuk diterapkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan
oleh Andang Binawan yang menyebutkan bahwa kebiasaan membuang sampah
sembarangan dilakukan hampir di semua kalangan masyarakat, tidak hanya warga
miskin, bahkan mereka yang berpendidikan tinggi pun melakukannya (Kartiadi, 2009).
Alasan harus membuang sampah
ditempatnya adalah karena sampah
adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas
manusia maupun alam. Selain kotor, tidak sedap dipandang mata, sampah juga
mengundang kuman penyakit. Oleh karena itu sampah harus dibuang di tempat
sampah.
Secara garis besar, Depkes RI
(2001) membedakan sampah
menjadi tiga jenis, yaitu:
a.
Sampah anorganik atau kering, yang tidak dapat mengalami
pembusukan secara alamiah, contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet, atau
botol.
b.
Sampah organik atau basah, yang dapat mengalami
pembusukan secara alami, contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran,
rempah-rempah,
atau sisa buah.
c.
Sampah berbahaya, contoh: baterai, botol racun nyamuk, atau jarum
suntik bekas.
Akibat dari membuang sampah sembarangan adalah:
a.
Sampah menjadi tempat berkembang biak dan sarang serangga
dan tikus
b.
Sampah menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan
udara
c.
Sampah menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang
membahayakan kesehatan
d.
Sampah dapat menimbulkan kecelakaan dan kebakaran
Pengelolaan
sampah dapat dilakukan dengan cara memusnahkan atau memanfaatkannya. Beberapa cara pemusnahan
sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut:
a. Penumpukan
Dengan metode ini sebenarnya sampah
tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan
organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan risiko
karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran udara, terutama
bau, sumber penyakit dan mencemari sumber-sumber air.
b. Pengkomposan
Cara pengkomposan merupakan cara
sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi.
c. Pembakaran
Metode ini dapat dilakukan hanya
untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus diusahakan jauh dari pemukiman
untuk menghindari pencemaran asap, bau, dan kebakaran.
d. Sanitari landfill
Metode ini hampir sama dengan
pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun
cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas.
Dalam pemanfaatan sampah, sampah
basah dapat dijadikan kompos dan makanan ternak, sampah kering dapat dipakai
kembali dan didaur ulang seperti sampah kertas dapat didaur ulang. Daur ulang
adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan
pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian, dan pembuatan produk atau material bekas pakai. Material yang
dapat didaur ulang misalnya:
1)
Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, cremer, baik yang putih bening maupun yang
berwarna, terutama gelas atau kaca yang tebal.
2)
Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus, kecuali kertas yang berlapis minyak
3)
Alumunium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue
4)
Besi bekas rangka meja, besi rangka beton
5)
Plastik bekas tempat shampoo, air mineral, jerigen, ember
6)
Sampah basah dapat diolah menjadi kompos
Pengelolaan sampah sangat besar
sekali manfaatnya bagi diri kita sendiri, orang lain, maupun bagi lingkungan
sekitar kita (Kartiadi, 2009), diantaranya:
a.
Menghemat sumber daya alam
b.
Menghemat energi
c.
Mengurangi uang belanja
d.
Menghemat lahan tempat pembuangan akhir (TPA)
e.
Meminimalkan lingkungan jentik di sekolah.
4.
Mengikuti
kegiatan olahraga di sekolah (Gunarsa, S 2001) :
Olah raga adalah serangkaian gerak
raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup)
dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Olahraga adalah
suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan
gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Kebugaran jasmani sangat
penting dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran
jasmani tiap-tiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Kebugaran
jasmani terdiri dari komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang
berhubungan dengan kesehatan (Health Related Physical Fitness) dan
kelompok yang berhubungan dengan ketrampilan (Skill Related Physical Fitness).
Alasan mengikuti kegiatan olahraga
di sekolah adalah untuk
memelihara kesehatan fisik dan mental agar tetap sehat dan tidak mudah sakit. Selain itu
juga untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Manfaat olahraga antara lain:
a.
Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis,
kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis
b.
Berat badan terkendali
c.
Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
d.
Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional
e.
Lebih percaya diri
f.
Lebih bertenaga dan bugar
g.
Keadaan kesehatan menjadi lebih baik
5.
Menimbang
berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
Mengukur berat dan tinggi badan
merupakan salah satu upaya untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dengan diketahuinya tingkat pertumbuhan
dan perkembangan anak maka dapat memberikan masukan untuk peningkatan konsumsi
makanan yang bergizi bagi pertumbuhan anak. Sedangkan untuk mengetahui
pertumbuhan seorang anak normal atau tidak, bisa diketahui melalui cara
membandingkan ukuran tubuh anak yang bersangkutan dengan ukuran tubuh anak
seusia pada umumnya. Apabila anak memiliki ukuran tubuh melebihi ukuran
rata-rata anak yang seusia pada umumnya, maka pertumbuhannya bisa dikatakan
maju. Sebaliknya bila ukurannya lebih kecil berarti pertumbuhannya lambat.
Pertumbuhan dikatakan normal apabila ukuran tubuhnya sama dengan ukuran
rata-rata anak-anak lain seusianya.
Alasan siswa perlu ditimbang setiap 6 bulan adalah untuk memantau pertumbuhan berat
badan dan tinggi badan normal siswa agar segera diketahui jika ada siswa yang
mengalami gizi kurang maupun gizi lebih.
Cara untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan siswa yaitu dengan mencatat hasil penimbangan berat badan
dan tinggi badan tiap siswa di Kartu Menuju Sehat (KMS) anak sekolah maka akan
telihat berat badan atau tinggi badan naik atau tidak naik (terlihat
perkembangannya).
Manfaat penimbangan siswa setiap 6 bulan di sekolah (Depkes, 2001)
antara lain:
a.
Untuk mengetahui apakah siswa tumbuh sehat.
b.
Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan siswa.
c.
Untuk mengetahui siswa yang dicurigai gizi kurang dan gizi
lebih, sehingga jika ada kelainan yang
berpengaruh langsung dalam proses belajar di sekolah, dapat segera dirujuk ke
Puskesmas.
Jenis-jenis kondisi gizi tidak
seimbang yang dapat diketahui setelah melakukan penimbangan berat badan adalah:
a.
Gizi buruk
Gizi buruk adalah bila kondisi gizi
kurang berlangsung lama, maka akan berakibat semakin berat tingkat kekurangannya.
Pada keadaanya ini dapat menjadi kwarshiorkor dan marasmus yang biasanya
disertai penyakit lain seperti diare, infeksi, penyakit pencemaan, infeksi
saluran pernafasan
bagian atas, dan anemia
Tanda-tanda gizi buruk (Meru, 2008) yaitu:
1)
Sangat kurus, tulang iga tampak jelas
2)
Wajah terlihat lebih tua
3)
Tidak bereaksi terhadap rangsangan (apatis)
4)
Rambut tipis, kusam, warna rambut jagung, dan bila
dicabut
tidak sakit
5)
Kulit keriput
6)
Pantat kendur dan keriput
7)
Perut cekung atau buncit
8)
Bengkak pada punggung kaki yang berisi cairan dan bila ditekan
lama kembali
9)
Bercak merah kehitaman pada tungkai dan pantat.
b.
Gizi lebih
Masalah ini disebabkan karena
konsumsi makanan yang melebihi dari yang dibutuhkan, terutama konsumsi lemak yang tinggi
dan makanan dari gula murni. Pada umumnya masalah ini banyak terdapat di daerah
perkotaan dengan dijumpainya balita yang kegemukan.
Tanda-tanda gizi lebih (Meru, 2008) yaitu:
1) Berat badan jauh di atas berat normal
2) Bentuk tubuh terlihat tidak seimbang
3) Tidak dapat bergerak bebas
4) Nafas mudah tersengal-sengal jika melakukan kegiatan
5) Mudah lelah
6) Malas melakukan kegiatan.
c.
Gizi kurang
Gizi kurang disebabkan karena
konsumsi gizi yang tidak mencukupi kebutuhannya dalam waktu tertentu (Meru, 2008).
6.
Tidak merokok
di sekolah
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen, dan setidaknya
200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok
adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Oleh karena itu kebiasaan merokok
harus dihindarkan sejak dini mulai dari tingkat sekolah dasar (Wastuwibowo, 2008).
Alasan tidak boleh merokok di
sekolah karena rokok ibarat pabrik bahan kimia.
Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia
berbahaya diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida. Nikotin menyebabkan ketagihan dan
merusak jantung serta aliran darah, tar menyebabkan kerusakan sel
paru-paru dan kanker, sedangkan karbon monoksida menyebabkan berkurangnya kemampuan
darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati.
Menurut Depkes
RI (2003), seorang perokok dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Perokok aktif
Adalah orang yang merokok secara
rutin walaupun itu cuma 1 batang dalam sehari. Atau orang yang menghisap rokok
walau tidak rutin sekalipun atau hanya sekedar coba-coba.
b.
Perokok pasif
Adalah orang yang bukan perokok, tetapi menghirup asap rokok orang
lain atau orang yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang
sedang merokok.
Bahaya
merokok (Depkes RI,
2003), antara lain:
a.
Menyebabkan kerontokan rambut
b.
Gangguan pada mata, seperti katarak
c.
Kehilangan pendengaran lebih awal dibanding bukan
perokok
d.
Menyebabkan penyakit paru-paru, jantung dan kanker
e.
Merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap
f.
Tulang lebih mudah keropos
Bagi
perokok yang ingin berhenti merokok dapat melakukannya dengan cara:
a.
Bulatkan tekat, mantapkan niat yang kuat untuk berhenti merokok
b.
Mencari alasan yang kuat untuk berbenti merokok misalnya karena disuruh keluarga atau ingin
meningkatkan kesehatan
c.
Tetapkan tanggal berhenti merokok dalam waktu kurang dan dua minggu
d.
Memilih salah satu cara berhenti seperti berhenti seketika,
mengurangi jumlah rokok secara bertahap atau menunda waktu merokok
e.
Minta dukungan teman atau keluarga
f.
Menghindari segala sesuatu yang menimbulkan keinginan
merokok. (Wastuwibowo, 2008)
Ada
3 cara untuk berhenti merokok, yaitu berhenti seketika, menunda dan mengurangi.
Hal yang paling utama adalah niat dan tekat yang bulat untuk melaksanakan cara
tersebut:
a.
Seketika
Cara ini merupakan upaya yang paling
berhasil. Bagi perokok berat, mungkin perlu bantuan tenaga kesehatan untuk
mengatasi efek ketagihan karena rokok mengandung zat adiktif.
b.
Menunda
Perokok dapat menunda menghisap
rokok pertama 2 jam setiap hari sebelumnya dan selama 7 hari berturut-turut.
c.
Mengurangi
Jumlah rokok yang diisap setiap hari
dikurangi secara berangsur-angsur dengan jumlah yang sama sampai 0 batang pada
hari ke-7 atau yang ditetapkan. Misalkan dalam sehari-hari seorang perokok
menghabiskan 28 batang rokok maka si perokok dapat merencanakan pengurangan
jumlah rokok selama 7 hari dengan jumlah pengurangan sebanyak 4 batang perhari.
Saat ini pemerintah telah
mengeluarkan peraturan tentang penetapan kawasan tanpa rokok sebagai upaya
perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena
lingkungan tercemar asap rokok.
Kawasan tanpa rokok adalah ruangan
atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, perdagangan, promosi, dan penggunaan rokok. Penetapan
kawasan tanpa rokok diselenggarakan di berbagai tempat (Depkes RI,
2001),
yaitu:
a.
Tempat umum, seperti terminal, bus way, bandara, stasiun kereta api, pusat
perbelanjaan, pasar serba ada, hotel, restoran, tempat rekreasi.
b.
Tempat ibadah, seperti masjid, mushola, gereja, kapal, pura, wihara, dan klenteng.
c.
Arena kegiatan anak-anak, seperti tempat penitipan anak,
tempat
pengasuhan anak, arena bermain anak-anak.
d.
Tempat proses belajar mengajar, seperti sekolah, tempat
pelatihan, termasuk perpustakaan, ruang praktik, atau laboratorium, museum.
e.
Tempat pelayanan kesehatan, seperti Posyandu, Puskesmas, dan
rumah sakit.
f.
Tempat kerja, seperti perkantoran, pabrik, ruang rapat,
ruang sidang atau seminar.
g.
Angkutan umum, seperti bus, bus way, mikrolet, kereta
api, kapal laut dan pesawat udara.
7.
Memberantas jentik nyamuk di
sekolah secara rutin (Depkes RI, 2001):
Sekolah menjadi bebas jentik dan
warga sekolah serta masyarakat sekolah terhindar dari berbagai penyakit yang
ditularkan melalui nyamuk, seperti demam berdarah, malaria, dan kaki gajah.
Memberantas jentik di sekolah adalah
kegiatan memeriksa tempat-tempat penampungan air bersih yang ada di sekolah
(bak mandi, kolam) apakah bebas dari jentik nyamuk atau tidak. Kegiatan
memberantas jentik nyamuk di sekolah diantaranya:
a.
Lakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3 M
plus (menguras, menutup, mengubur, plus menghindari gigitan nyamuk)
b.
PSN merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular
berbagai penyakit, seperti demam berdarah, demam dengue, chikungunya, malaria, filariasis
(kaki gajah) di tempat-tempat perkembangbiakannya.
Tiga (3) M
plus adalah tiga cara plus yang
dilakukan pada saat PSN, yaitu:
1)
Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti
bak mandi, kolam, tatakan pot kembang
2)
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti lubang bak kontrol, lubang
pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan
3)
Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air, seperti
ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan (bekas botol atau gelas air mineral, plastik kresek)
4)
Plus menghindari gigitan nyamuk, yaitu:
(a)
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, misalnya
memakai obat nyamuk oles atau diusap ke kulit
(b)
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai
(c)
Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak
(d)
Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) di
tempat-tempat yang sulit dikuras, misalnya di talang air atau di
daerah sulit air.
(e)
Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampung air, misalnya ikan
cupang, ikan nila
(f)
Menanam tumbuhan pengusir nyamuk, misalnya zodia, lavender, rosemary
Manfaat
sekolah bebas jentik adalah:
a.
Populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan
penyakit dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi
b.
Kemungkinan terhindar dan berbagai penyakit semakin besar
seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria, chikungunya, atau kaki gajah.
c.
Lingkungan sekolah menjadi bersih dan sehat
Cara
pemeriksaan jentik berkala dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan senter untuk melihat keberadaan
jentik. Jika ditemukan jentik, warga sekolah
dan masyarakat sekolah diminta untuk menyaksikan atau melihat jentik, kemudian langsung
dilanjutkan dengan PSN melalui 3 M atau 3 M plus. Setelah itu mencatat hasil pemeriksaan jentik.
8.
Buang air
besar dan buang air kecil di jamban sekolah (Depkes RI,
2001) :
Jamban merupakan sanitasi dasar
penting yang harus dimiliki setiap masyarakat. Pentingnya buang air bersih di
jamban yang bersih adalah untuk menghindari dari berbagai jenis penyakit yang timbul karena
sanitasi yang buruk. Oleh karena itu jamban harus mengikuti standar pembuatan
jamban yang sehat dimana harus terletak minimal 10 meter dari sumber air dan
mempunyai saluran pembuangan udara agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Jamban adalah suatu ruangan yang
mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia, yang terdiri atas tempat jongkok
atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung), yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jenis jamban ada dua,
yaitu:
a.
Jamban cemplung
Jamban
yang penampungannya berupa lubang berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan
kotoran/ tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk
jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
b.
Jamban tangki septik atau leher angsa
Jamban
berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang
berfungsi sebagai wadah proses penguraian atau dekomposisi kotoran manusia yang
dilengkapi dengan resapannya.
Manfaat yang dapat diperoleh jika menggunakan jamban bersih adalah:
a.
Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau
b.
Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya
c.
Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare,
kolera, disentri, thypus, kecacingan, penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit
kulit dan keracunan.
Syarat
jamban sehat yaitu:
a.
Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air
minum dengan lubang penampungan minimal 10 meter)
b.
Tidak berbau
c.
Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
d.
Tidak mencemari tanah disekitamya
e.
Mudah dibersihkan dan aman digunakan
f.
Dilengkapi dinding dan atap pelindung
g.
Penerangan dan ventilasi cukup
h.
Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
i.
Tersedia air, sabun, dan alat pembersih
Cara
memelihara jamban sehat adalah:
a.
Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan
air
b.
Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam
keadaan bersih
c.
Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat
d.
Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran
e.
Tersedia alat pembersih (sabun, sikat dan air bersih)
f.
Bila ada kerusakan, segera
Cara menggunakan
jamban dengan benar, yakni:
a.
Ada dua model jamban, yaitu jamban jongkok dan duduk. Bila
kita menggunakan jamban duduk jangan berjongkok, karena kaki kita akan mengotori
jamban apalagi bila kita memakai alas kaki. Perilaku kita
sangat merugikan pengguna jamban berikutnya.
b.
Buang air besar dan buang air kecil haruslah di jamban untuk
mencegah penularan penyakit, karena tinja dan urine (air kencing) banyak mengandung
kuman penyakit.
c.
Menyiram hingga bersih setelah buang air besar atau buang air kecil.
d.
Buanglah sampah pada tempatnya, agar jamban tidak
tersumbat dan penuh dengan sampah.
e.
Mengingatkan guru dan penjaga sekolah untuk mengawasi dan memastikan bahwa jamban yang
tersedia selalu dalam keadaan bersih.
9.
Langkah-langkah Pembinaan PHBS di Sekolah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2004) :
1.
Analisis Situasi
Penentu kebijakan atau pimpinan di
sekolah melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS
di sekolah serta bagaimana sikap dan perilaku khalayak sasaran (siswa, warga
sekolah, dan masyarakat
lingkungan sekolah) terhadap kebijakan PHBS di sekolah. Kajian ini untuk memperoleh
data sebagai dasar membuat kebijakan.
2.
Pembentukan kelompok kerja
Pihak pimpinan sekolah mengajak bicara/ berdialog guru, komite
sekolah, dan tim
pelaksana atau pembina UKS tentang :
a.
Maksud, tujuan, dan manfaat
penerapan PHBS di sekolah
b.
Membahas rencana kebijakan tentang
penerapan PHBS di sekolah
b.
Meminta masukan tentang penerapan PHBS
di sekolah, antisipasi kendala, sekaligus alternatif solusi
c.
Menetapkan penanggung jawab PHBS di
sekolah dan mekanisme pengawasannya
d.
Membahas cara sosialisasi yang efektif
bagi siswa, warga sekolah,
dan masyarakat
sekolah
e.
Pimpinan sekolah membentuk kelompok
kerja penyusunan kebijakan PHBS di sekolah
3.
Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah
4.
Kelompok kerja membuat kebijakan jelas,
tujuan, dan cara
melaksanakannya.
5.
Penyiapan Infrastruktur
6.
Membuat surat keputusan tentang
penanggung jawab dan pengawas PHBS di sekolah, instrumen pengawasan materi, sosialisasi
penerapan PHBS di sekolah, pembuatan dan penempatan pesan di
tempat-tempat strategis disekolah, pelatihan bagi
pengelola PHBS di sekolah.
7.
Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah
8.
Sosialisasi penerapan PHBS di sekolah di lingkungan internal, antara lain:
a.
Penggunaan jamban sehat dan air bersih
b.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
c.
Larangan merokok di sekolah dan kawasan
tanpa rokok di sekolah
d.
Membuang sampah pada tempatnya
e.
Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di sekolah.
10. Syarat Sekolah Sehat
Menurut Sya’roni. RS (2007), sekolah sehat adalah sekolah yang
memenuhi 8 syarat sekolah sehat, yaitu:
a.
Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
b.
Mengkonsumsi jajanan sehat di warung atau kantin sekolah
c.
Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
d.
Olahraga teratur di sekolah
e.
Memberantas jentik nyamuk di sekolah
f.
Tidak merokok di sekolah
g.
Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
h.
Membuang sampah pada tempatnya
11. Peran Siswa dalam Melaksanakan PHBS di Sekolah (Dinas Kesehatan, 2009) :
a.
Tidak jajan di sembarang tempat, harus di kantin sekolah.
Jajan sembarangan tidak terjamin kebersihan dan cara pengolahannya.
b.
Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun,
setiap kali tangan kita kotor (memegang uang, memegang binatang, berkebun),
setelah buang air besar atau buang air kecil, sebelum makan, sebelum memegang
makanan. Tangan yang kotor banyak mengandung kuman dan bibit penyakit.
c.
Menggunakan jamban di sekolah jika buang air kecil dan air
besar lingkungan menjadi bersih, sehat, dan tidak berbau serta tidak
mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit, seperti diare, disentri, thypus,
dan kecacingan.
d.
Mengikuti kegiatan olahraga di sekolah. Berolahraga membuat
tubuh sehat dan bugar.
e.
Membantu pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah dengan
mengamati genangan air dan bak serta melaporkan kepada guru bila ada jentik
nyamuk.
f.
Tidak merokok di sekolah. Merokok berbahaya bagi kesehatan
antara lain penyakit paru-paru, jantung dan kanker serta merusak gigi dan
menyebabkan bau mulut yang tidak sedap.
g.
Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan. Dengan demikian pertumbuhan siswa
sekolah dapat diketahui apakah sesuai antara tinggi badan, berat badan, usia siswa, dan status kesehatannya.
h.
Membuang sampah pada tempatnya. Sampah adalah sarang kuman
dan bakteri penyakit. Membuang sampah pada tempatnya menghindari tubuh untuk terkena
penyakit.
12. Peran Siswa dalam Mengajak Keluarga dan Teman Sebaya untuk Melaksanakan
PHBS di Sekolah (Dinkes Kota Surabaya, 2009):
a.
Penyampaian pesan PHBS di sekolah
1)
Mendorong sekolah untuk menyediakan sarana untuk
melaksanakan PHBS di sekolah, yaitu jamban, sumber air bersih, tempat cuci tangan, tempat
sampah, kantin sehat, sarana olahraga, alat pengukur tinggi badan dan
berat badan.
2)
Menganjurkan teman sebaya untuk menerapkan PHBS di sekolah
dan menegur bila tidak menerapkan PHBS di sekolah.
3)
Mendorong guru untuk melakukan pengawasan dan pemberian
sanksi.
4)
Mengingatkan warga dan masyarakat sekolah untuk memberantas
jentik nyamuk dengan 3 M plus secara teratur di sekolah.
b.
Pelaksanaan PHBS di sekolah
1)
Sosialisasi penerapan PHBS di sekolah
2)
Berperan aktif untuk membantu sekolah menyediakan sarana
untuk melaksanakan PHBS di sekolah, yaitu jamban, sumber air bersih, tempat cuci tangan, tempat
sampah, kantin sehat, sarana olahraga, alat pengukur tinggi badan
dan berat badan.
3)
Melakukan diskusi kelompok dengan teman sebaya untuk memecahkan
masalah-masalah PHBS yang dihadapi.
4)
Ikut berperan aktif dalam pengawasan dan penerapan sanksi pelaksanakan PHBS di sekolah.
5)
Memasang media PHBS di sekolah
6)
Berperan aktif dalam memberantas jentik nyamuk dengan 3M plus secara teratur di sekolah.
13. Dukungan dan Peran untuk Membina PHBS di Sekolah menurut Dinkes Kota Surabaya (2009):
Adanya
kebijakan dan dukungan dari pengambil keputusan seperti Bupati, Kepala Dinas Pendidikan,
Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, lintas sektor, sangat penting
untuk pembinaan PHBS di sekolah demi terwujudnya sekolah sehat. Disamping itu,
peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan Pelaksana UKS),
sedangkan masyarakat sekolah berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan
sehat baik di sekolah maupun di masyarakat.
1.
Pemda
a.
Bupati atau Walikota
Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Perda, surat keputusan, surat edaran,
instruksi, himbauan tentang pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah, dan mengalokasikan
anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah.
b.
DPRD
Memberikan
persetujuan anggaran untuk pengembangan PHBS di sekolah dan memantau kinerja
Bupati atau Walikota yang berkaitan dengan
pembinaan PHBS di sekolah.
2.
Lintas Sektor
a.
Dinas Kesehatan
Membina dan
mengembangkan PHBS dengan pendekatan UKS melalui jalur ekstrakurikuler.
b.
Dinas Pendidikan
Membina dan
mengembangkan PHBS dengan pendekatan Program UKS melalui jalur kurikuler dan
ekstrakurikuler
c.
Kantor Depag
Melaksanakan pembinaan dan pengembangan PHBS dengan
pendekatan program UKS pada perguruan agama.
3.
Tim Pembina UKS
a.
Merumuskan kebijakan teknis mengenai
pembinaan dan pengembangan PHBS melalui UKS.
b.
Mengkordinasikan kegiatan perencanaan
dan program serta pelaksanaan pembinaan PHBS melalui UKS.
c.
Membina dan mengembangkan PHBS melalui
UKS serta mengadakan monitoring dan evaluasi.
4. Tim Pelaksana UKS
a.
Merencanakan dan melaksanakan kegiatan
pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat dalam rangka peningkatan PHBS di sekolah.
b.
Menjalin kerjasama dengan orang tua
peserta didik, instansi lain yang terkait, dan masyarakat
lingkungan sekolah untuk pembinaan dan pelaksanaan PHBS di sekolah.
c.
Mengadakan evaluasi pembinaan PHBS di
sekolah.
5. Komite Sekolah
a.
Mendukung dalam hal pendanaan untuk
sarana dan prasana pembinaan PHBS di sekolah.
b.
Mengevaluasi kinerja kepala sekolah dan
guru-guru yang berkaitan dengan pencapaian sekolah sehat.
c.
Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk
surat keputusan, surat edaran, dan instruksi tentang pembinaan PHBS di
sekolah.
d.
Mengalokasikan dana atau anggaran untuk
pembinaan PHBS di sekolah.
e.
Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan
PHBS di sekolah.
f.
Memantau
kemajuan pencapaian sekolah sehat disekolahnya.
6. Guru-guru
a.
Bersama guru lainnya mengadvokasi
yayasan atau orang tua murid, kepala sekolah
untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di sekolah.
b.
Sosialisasi PHBS di lingkungan sekolah
dan sekitarnya.
c.
Melaksanakan pembinaan PHBS di
lingkungan sekolah dan sekitarnya.
d.
Menyusun rencana
pelaksanaan dan penilaian lomba PHBS di sekolahnya.
e.
Memantau tujuan pencapaian sekolah
sehat di lingkungan sekolah
7. Orang tua murid
a.
Menyetujui anggaran untuk pembinaan
PHBS di sekolah
b.
Memberikan dukungan dana untuk
pembinaan PHBS di sekolah baik insidentil dan bulanan.
Comments