LAPORAN PENDAHULUAN ANSIETAS / KECEMASAN
A.
Definisi ansietas
Kecemasan
atau dalam bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari bahasa latin
“angustus” yang berarti kaku dan “ango-ana” yang berarti mencekik.
Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan
subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran dan juga ditandai
dengan aktifnya sistem saraf pusat (Trismiati, 2004).
B.
Etiologi ansietas
Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress
yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Perasaan takut atau
tidak tenang yang sumbernya tidak dikenali.Kecemasan terjadi ketika seseorang
merasa terancam baik secara phisikis atau psykhologik (seperti harga diri,
gambaran diri, atau identitas diri). Selain itu, penyebab dari Ansietas
yaitu dari faktor Neurobiologik dan fisikologik.
1.
Faktor Neurobiologik
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian
menunjukkan bahwa sistem saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan
seseorang mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang
lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak
seperti Serotonin dan GABA (gama-aminobutyric
acid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat
komunikasi antara bagian otak yang memproses input sensori dan bagian otak
yang yang menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan
informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan
perasaan cemas atau takut)Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan
rasa takut, memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi
yang penuh dengan stresor Locus Ceruleus, adalah satu area otak
yang mengawali respon terhadap suatu bahayadan mungkin respon tersebut
berlebihan pada beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah
mengalami cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom
disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang
mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke
dalam memori Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang
terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit fisik Exposure
Of Substance paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.
2.
Faktor Psikologik
a.
Marah
b.
Harga diri rendah
c.
Pemalu pada masa kanak-kanak
d.
Orang tua yang pemarah
e.
Terlalu banyak kritik
f.
Ketidak nyamanan dengan Agresi
g.
Seksual Abuse
h.
Mengalami peristiwa yang
menakutkan
3.
Faktor Kognitif
Cemas sebagai manisfestasi dari penyimpangan
berpikir dan membuat persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara
berlebihan terhadap suatu bahaya.
C.
Tingkatan ansietas
Ada empat tingkat ansietas (peplau, 1952): ringan, sedang,
berat, dan panic. Pada masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan
perilaku, kemampuan kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi
ansietas.
Tingkat Respon Ansietas
Tingkat
Ansietas Respon
fisik Respon
Kognitif Respon
Emosional
|
|||
Ringan (1+)
Sedang (2+)
Berat (3+)
Panik (4+)
|
Ketegangan
otot ringan,
sadar
akan lingkungan,
Rileks
atau sedikit gelisah,
Penuh
perhatian,
Rajin.
Ketegangan
otot sedang
Tanda-tanda
vital meningkat
Pupil
dilatasi mulai berkeringat
Sering
mondar mandir, memukulkan tangan
Suara
berubah bergetar, nada suara tinggi
Kewaspadaan
dan ketegangan meningkat
Sering
berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung.
Ketegangan
otot berat
Hiperventilasi
Kontak
mata buruk
Pengeluaran
keringat meningkat
Bicara
cepat, nada suara tinggi
Tindakan
tanpa tujuan dan serampangan
Rahang
menegang, menggertakan gigi
Kebutuhan
ruang gerak meningkat
Mondar-mandir,
berteriak
Meremas
tangan, gemetar.
Flight,
fight atau freeze ketegangan otot sangat berat.
Agitasi
motorik kasar
Pupil
dilatasi
Tanda-tanda
vital meningkat kemudian menurun.
Tidak
dapat tidur
Hormone
stress dan neurotransmitter berkurang.
Wajah
menyeringai, mulut menganga.
|
Lapang
persepsi luas,
Terlihat
tenang, percaya diri,
Perasaan
gagal sedikit,
Waspada
dan memerhatikan banyak hal,
Mempertimbangkan
informasi,
Tingkat
pembelajaran optimal.
Lapang
persepsi menurun.
Tidak
perhatian secara selektif
Focus
terhadap stimulus meningkat
Rentang
perhatian menurun
Penyelesaian
masalah menurun
Pembelajaran
terjadi dengan memfokuskan.
Lapang
persepsi terbatas
Proses
berfikir terpecah pecah
Sulit
berpikir
Penyelesaian
masalah buruk
Tidak
mampu mempertimbangkan informasi
Hanya
memperhatikan ancaman
Preokupasi
dengan pikiran sendiri
Egosentri
Persepsi
sangat sempit
Pikiran
tidak logis, terganggu
Kepribadian
kacau
Tidak
dapat menyelesaikan masalah.
Focus
pada pikiran sendiri.
Tidak
rasional.
Sulit
memahami stimulus eksternal.
Halusinasi,
waham, ilusi mungkin terjadi.
|
Perilaku
otomatis
Sedikit
tidak sabar
Aktivitas
menyendiri
Terstimulasi
Tenang
Tidak
nyaman
Mudah
tersinggung
Kepercayaan
diri goyah
Tidak
sabar
Gembira
Sangat
cemas
Agitasi
Takut
Bingung
Merasa
tidak adekuat
Menarik
diri
Menyangkal
Ingin
bebas
Merasa
terbebas
Merasa
tidak mampu, tidak percaya
Lepas
kendali
Mengamuk,
putus asa
Marah,
sangat takut
Mengaharapkan
hasil yang buruk
Kaget,
takut
lelah
|
D. Tanda dan gejala ansietas
Penderita yang mengalami
kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa
fase, yaitu :
· Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada
fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang),
atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak
sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala
adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di
otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang,
menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri
dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis
dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat
dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan
merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa
system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie,
1988).
· Fase 2
Disamping gejala klinis seperti
pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan
perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada
motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah
menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah
menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang
dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan
fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada
keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam
diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat
sesuatu (Asdie, 1988).
· Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan
dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan
jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat
pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres,
gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan
umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini
dapat terlihat gejala seperti. intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan
kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir,
gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan
kepribadian (Asdie, 1988).
Comments