Laporan Pendahuluan Sarkoma Osteogenik ( LP Sarkoma Osteogenik )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jenis tumor tulang Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma)
merupakan tumor ganas yang sering didapati di RSCM yakni 22% dari seluruh jenis
tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh
kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Menurut Errol untung
hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas
Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor
tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor
tulang jinak (28%). (www.kompas.com).
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai
60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan
hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita
kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya
menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke
organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang
memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy. (Smeltzer. 2001: 2347).
Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat perkembangan penyakit.
Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan sampai 2-3
tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Kadang penderita yang bertahan setelah
menjalani pengobatan, bisa menderita leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan
parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut ini mungkin merupakan akibat dari
kemoterapi dan seringkali menyebabkan anemia berat dan meningkatkan kepekaan
penderita terhadap infeksi.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep dasar dan asuhan keperawatan
pada sarkoma osteogenik dan multiple myeloma sangatlah penting.
1.2. Tujuan
1)
Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan keganasan osteogenik dan multiple myeloma.
2)
Tujuan Khusus
· Untuk mengetahui pengertian luka bakar, etiologi, patofisiologi, klasifikasi
luka bakar, luas luka bakar, pertolongan pertama, penatalaksanaan, dan teknik
perawatan luka bakar.
· Untuk
mengaplikasikan teknik
perawatan luka bakar.
1.3. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
1.2
Tujuan penulisan
1.3
Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Sarkoma
Osteogenik
2.1.1
Pengertian
2.1.2
Etiologi
2.1.3
Patofisiologi
2.1.4
Manifestasi
Klinis
2.1.5
Penatalaksanaan
2.1.6
Pemeriksaan
Penunjang
2.2
Multiple Myeloma
2.2.1
Pengertian
2.2.2
Etiologi
2.2.3
Patofisiologi
2.2.4
Manifestasi
Klinis
2.2.5
Penatalaksanaan
2.2.6
Pemeriksaan
Penunjang
2.3
Asuhan Keperawatan
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sarkoma
Osteogenik
2.1.1 Pengertian
Sarkoma adalah tumor yang berasal
dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang
tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung
bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik)
adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. (Wong. 2003: 616).
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma)
merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian
metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian
ujung tulang panjang, terutama lutut. (Price. 1998: 1213).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik)
merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai
dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas
tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali
berobat (Smeltzer. 2001: 2347).
2.1.2 Etiologi
·
Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
·
Keturunan
·
Beberapa kondisi tulang yang ada
sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
·
Virus
onkogenik ( Smeltzer. 2001: 2347 )
2.1.3 Patofisiologi
Adanya tumor
di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi
tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).
Beberapa
tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak
menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam
jiwa.
Tumor ini
tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah
femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri
dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring
dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau
kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara
tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak
sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor
pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi
dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang.
Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi
terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Osteolitik
(destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi
tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan
tulang yang abortif
( sumber :
Price.1998: 1213 )
2.1.4 Manifestasi Klinis
a.
Rasa
sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya
menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas
penyakit).
b.
Pembengkakan,
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas (Gale. 1999: 245).
c.
Keterbatasan
gerak
d.
Fraktur
patologik.
e.
Menurunnya
berat badan
f.
Teraba
massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta
distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
g.
Gejala-gejala
penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan
malaise (Smeltzer. 2001: 2347).
2.1.5 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan
tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan
penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi
jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh
atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi,
radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma
biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi.
Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin)
cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX)
dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam
kombinasi.
Bila
terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan
normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat,
mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid.
(Gale. 1999:
245).
b. Tindakan keperawatan
• Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara
psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi)
dan farmakologi (pemberian analgetika).
• Mengajarkan mekanisme koping yang
efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan
keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
• Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual,
muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga
perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian
nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
• Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan
pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi,
dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001: 2350)
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis
didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT,
mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up
adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma
osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara,
paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan,
anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus
diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi
histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan
kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor (Rasjad, 2003).
2.2. Multiple Myeloma
2.2.1 Pengertian
Multipel
mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma imatur dan
matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan
menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam
darah atau air kemih.
Multiple mieloma (mieloma sel plasma, plascytoma)
adalah penyakit sel plasma maligna yang menginfiltrasi tulang dan jaringan
–jaringan yang lemah yang terjadi pada pria & wanita dan biasanya menyerang
pada usia pertengahan dan lanjut. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell
myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan
penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein.
2.2.2 Etiologi
Belum
diketahui penyebab pasti dari multiple myeloma. Ada beberapa penelitian yang
menunjukan bahwa faktor-faktor risiko tertentu meningkatkan kesempatan
seseorang akan mengembangkan penyakit multiple myeloma, diantaranya :
a.
Umur diatas 65 tahun
Tumbuh menjadi lebih tua meningkatkan kesempatan
mengembangkan multiple myeloma. Kebanyakan orang-orang dengan myeloma
terdiagnosa setelah umur 65 tahun. Penyakit ini jarang pada orang-orang yang
lebih muda dari umur 35 tahun.
b.
Ras (Bangsa)
Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi
diantara orang-orang Amerika keturunan Afrika dan paling rendah diantara
orang-orang Amerika keturunan Asia. Sebab untuk perbedaan antara
kelompok-kelompok ras belum diketahui.
c.
Jenis Kelamin
Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan
8.700 wanita terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa lebih
banyak pria-pria terdiagnosa dengan penyakit ini.
d.
Sejarah perorangan dari monoclonal gammopathy of
undetermined significance (MGUS)
MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan dimana
sel-sel plasma abnormal membuat protein-protein M. Biasanya, tidak ada gejala-gejala,
dan tingkat yang abnormal dari protein M ditemukan dengan tes darah.
Adakalanya, orang-orang dengan MGUS mengembangkan kanker-kanker tertentu,
seperti multiple myeloma. Tidak ada perawatan, namun orang-orang dengan MGUS
memperoleh tes-tes laborat regular (setiap 1 atau 2 tahun) untuk memeriksa
peningkatan lebih lanjut pada tingkat protein M.
e.
Sejarah multiple myeloma keluarga : Studi-studi telah
menemukan bahwa risiko multiple myeloma seseorang mungkin lebih tinggi jika
saudara dekatnya mempunyai penyakit ini.
Banyak
faktor-faktor risiko lain yang dicurigai sedang dipelajari. Para peneliti telah
mempelajari apakah terpapar pada kimia-kimia atau kuman-kuman tertentu
(terutama virus-virus), yang mempunyai perubahan-perubahan pada gen-gen
tertentu, memakan makanan-makanan tertentu, atau menjadi kegemukan (obesitas)
meningkatkan risiko mengembangkan multiple myeloma.
2.2.3 Patofisiologi
Limfosit B
mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah bening. Saat limfosit
B dewasa dan menampilkan protein yang berbeda pada permukaan sel.
Ketika limfosit Bdiaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal sebagai
sel plasma.
Multiple myeloma berkembang di
limfosit B setelah meninggalkan bagian dari kelenjar getah bening yang dikenal
sebagai pusat germinal. Garis sel normal paling erat hubungannya dengan
sel Multipel mieloma umumnya dianggap baik sebagai sel memori
diaktifkan B atau para pendahulu untuk sel plasma, plasmablast tersebut.
Sistim kekebalan menjaga proliferasi
sel B dan sekresi antibodi di bawah kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang
rusak, seringkali melalui penataan ulang, kontrol ini hilang. Seringkali,
bergerak gen promotor (atau translocates) untuk kromosom yangmerangsang
gen antibodi terhadap overproduksi.
Sebuah translokasi kromosom antara
gen imunoglobulin rantai berat (pada kromosom keempat belas, 14q32 lokus) dan
suatu onkogen (sering 11q13, 4p16.3, 6p21, 16q23 dan 20q11) sering diamati pada
pasien dengan multiple myeloma. Hal ini menyebabkan mutasi diregulasi dari
onkogen yang dianggap peristiwa awal yang penting dalam patogenesis myeloma.
Hasilnya adalah proliferasi klon sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang
mengarah ke mutasi lebih lanjut dan translokasi. 14 kelainan kromosom yang
diamati pada sekitar 50% dari semua kasus myeloma. Penghapusan (bagian dari)
ketiga belas kromosom juga diamati pada sekitar 50% kasus. Produksi sitokin
(terutama IL-6) oleh sel plasma menyebabkan banyak kerusakan lokal mereka,
seperti osteoporosis, dan menciptakan lingkungan mikro di mana sel-sel ganas berkembang.
Angiogenesis (daya tarik pembuluh darah baru) meningkat. Antibodi yang
dihasilkan disimpan dalam berbagai organ, yang menyebabkan gagal ginjal,
polineuropati dan berbagai gejala myeloma terkait lainnya.
2.2.4 Manifestasi Klinis
1)
Didahului
masa tanpa keluhan.
·
Peningkatan
LED.
·
Peningkatan
protein urien dengan etiologi tidak jelas.
2)
Timbul
gejala klinis :
· Kerusakan rangka tulang.
(pembengkakan, nyeri lokal ; hebat, kontinue)
· Fraktur patologik (tulang tengkorak,
vertebral, sternum, iga, ilium, sakrum, pangkal sendi bahu dan panggul).
3)
Nyeri
hilang timbul & berpindah-pindah seperti rematik (tulang punggung)
4)
Gangguan
neorologik (paraplegia atau penekanan medula spinalis).
5)
Deformitas
dinding dada.
6)
Berkurangnya
tinggi badan (kerusakan tulang punggung, pinggang)
7)
Radiologis
terlihat :
• Kerapuhan tulang iga.
• Penjarangan struktur tulang
punggung.
• Tumor glabular.
• Pemendekan intervertebralis.
• Osteoporosis (stadium dini).
• Neoropati (degeneratif sistem
syaraf).
• Tumor sel plasma soliter (tidak berkawan).
• Mieloma soliter (ganas jika
diradiasi / eksisi).
8)
Riwayat
artritis rematoid (penyakit autoimun).
9)
EEG:
encephalopati hiperkalsemik (bingung, delirium, koma, mual-mual, dehidrasi).
10)
Peka
infeksi, sering mengalami sepsis akibat penurunan Ig (imunoglabulin).
11)
Gagal
ginjal kronik :
• Peningkatan filtrasi protein yang melampaui kemampuan
tubulus proksimal.
• Rusaknya
nefron akibat tersumbatnya tubulus renalis.
12)
Gagal
ginjal akut pada GGk ; akibat dehidrasi dan pemakaian zat kontras.
13)
Protein
plasma abnormal (kompleks protein) dengan gejala :
a.
Presipitasi pada suhu rendah dengan gejala / tanda :
• Urtikaria
• Gangguan jari-jari.
• Sianosis akral
• Purpura.
• Kesemutan / kebas.
• Epistaksis.
• Perasaan baal
• Trombosis.
b. Hiperviskositas plasma ; memberi
gangguan sirkulasi mikro di :
·
Otak
: Dispungsi cerebral akut berat
Berkurangnya aliran darah ke otak bisa menyebabkan gejala neurologis berupa
kebingungan, gangguan penglihatan dan sakit kepala.
·
Mata
: Dilatasi – seguementasi venula retina &
konjungtiva
·
Jantung :
Iskemia jantung.
·
Ginjal
& jari-jari
c. Gangguan fungsi faktor koagulasi dan peningkatan agregasi
serta fungsi abnormal trombosit ;
menyebabkan perdarahan.
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang bisa diberikan:
a.
Obat
pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang
terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
b.
Penderita
yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak minum untuk
mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal.
c.
Penderita
harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat
terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh
lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.
d.
Pada
penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan
di kulit) diberikan antibiotik.
e.
Penderita
dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan
eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel darah merah). Kadar kalsium
darah yang tinggi bisa diobati dengan prednison dan cairan intravena, dan
kadang dengan difosfonat (obat untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol
diberikan kepada penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi.
f.
Kemoterapi
memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel plasma yang abnormal.
Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan siklofosfamid. Kemoterapi juga
membunuh sel yang normal, karena itu sel darah dipantau dan dosisnya
disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan trombosit terlalu banyak berkurang.
Kortikosteroid (misalnya prednison atau deksametason) juga diberikan sebagai
bagian dari kemoterapi.
g.
Kemoterapi
dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih dalam penelitian.
Pengobatan kombinasi ini sangat beracun, sehingga sebelum pengobatan sel stem
harus diangkat dari darah atau sumsum tulang penderita dan dikembalikan lagi
setelah pengobatan selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita yang
berusia dibawah 50 tahun. Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat
perkembangan penyakit. Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi
bisa bertahan sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Kadang
penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa menderita leukemia
atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut ini
mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan anemia
berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
b. Radiologi
a. Foto Polos X-Ray
Gambaran
foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik,
punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat
dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla
, mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang
kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala
sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
· Osteoporosis umum dengan penonjolan
pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh
keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang
mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur
patologis sering dijumpai.
· Fraktur kompresi pada badan
vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.
· Lesi-lesi litik “punch out” yang
menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks
menghasilkan internal scalloping.
· Ekspansi tulang dengan perluasan
melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.
Walaupun
semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian
yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%,
panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.
b. CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
c. MRI
MRI
potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk
resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma
berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang
menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Namun, hampir setiap tumor
muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai mieloma. MRI meskipun
sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan
untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan
aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan
lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan
untuk mengevaluasi kompresi tulang.
d. Radiologi Nuklir
Mieloma
merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang
radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada
penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi tulang
untuk mendiagnosis multiple mieloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf
normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
e. Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.
2.3. Asuhan
Keperawatan
2.3.1 Osteogenik
1) Pengkajian
a.
Wawancara
Dapatkan
riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi
masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan
perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas,
berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
Dari
hasil wawancara didapat data subjektif berhubungan dengan riwayat kesehatan:
· Pasien mengeluh nyeri pada daerah
tulang yang terkena.
· Klien mengatakan susah untuk
beraktifitas/keterbatasan gerak
· Mengungkapkan akan kecemasan akan
keadaannya
b.
Pemeriksaan
fisik
· Teraba massa tulang dan peningkatan
suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
· Pembengkakan pada atau di atas
tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
· Nyeri tekan/nyeri lokal pada sisi
yang sakit mungkin hebat atau dangkal sering hilang dengan posisi fleksi
· Keterbatasan dalam melakukan
aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
· Kaji status fungsional pada area
yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c.
Pemeriksaan
Diagnostik/Laboratorium
Radiografi,
tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi
paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
Dari
hasil pemeriksaan:
· Terdapat gambaran adanya kerusakan
tulang dan pembentukan tulang baru.
· Adanya gambaran sun ray spicules atau
benang-benang tulang dari kortek tulang.
· Terjadi peningkatan kadar alkali
posfatase.
(Wong.
2003: 616)
2) Diagnosa
Keperawatan
a.
Nyeri
berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
b.
Koping
tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi
tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
c.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan
dengan kanker
d.
Gangguan
harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja
peran.
(Doenges. 1999: 1000)
e.
Berduka berhubungan dengan kemungkinan
kehilangan alat gerak (Wong, 2003: 617).
3) Perencanaan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri berhubungan
dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
DS : Klien mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a. Fokus diri klien tampak menyempit
b.Perilaku klien tampak melindung diri / berhati-hati.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri hilang dan
terkontrol,
b. Klien tampak rileks, tidak
meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c. Tampak memahami nyeri akut dan
metode untuk menghilangkannya, dan
d. Skala nyeri 0-2
|
a. Catat dan kaji lokasi dan
intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan
(contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
c. Berikan sokongan (support) pada
ektremitas yang luka.
d. Berikan lingkungan yang tenang.
e. Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
|
a. Untuk mengetahui respon dan sejauh
mana tingkat nyeri pasien.
b. Mencegah pergeseran tulang dan
penekanan pada jaringan yang luka.
c. Peningkatan vena return,
menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
d. Agar pasien dapat beristirahat dan
mencegah timbulnya stress.
e. Untuk mengurangi rasa sakit /
nyeri.
|
2.
|
|
Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan
partisipasi aktif dalam aturan pengobatan.
Kriteria hasil:
a. Pasien tampak rileks
b. Melaporkan berkurangnya ansietas
c. Mengungkapkan perasaan mengenai
perubahan yang terjadi pada diri klien
|
a. Motivasi pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan.
b. Berikan lingkungan yang nyaman
dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau
menolak untuk berbicara.
c. Pertahankan kontak sering dengan
pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
d. Berikan informasi akurat,
konsisten mengenai prognosis.
|
a. Memberikan kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
b. membina hubungan saling percaya
dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
c. memberikan keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri atau ditolak
d. dapat menurunkan ansietas dan
memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
|
2.
|
Kerusakan mobilitas
fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri,
dan amputasi.
DS : Klien mengatakan
sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak
mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan massa.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a. Pasien menyatakan pemahaman
situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
b. Pasien tampak ikut serta dalam
program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
c. Pasien menunjukan teknik /
perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
d. Pasien tampak mempertahankan
koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
|
a. Kaji tingkat immobilisasi yang
disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
b. Dorong partisipasi dalam aktivitas
rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
c. Anjurkan pasien untuk melakukan
latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d. Bantu pasien dalam perawatan diri.
e. Berikan diit Tinggi protein Tinggi
kalori , vitamin , dan mineral.
f. Kolaborasi dengan bagian
fisioterapi.
|
a. Pasien akan membatasi gerak karena
salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
b. Memberikan kesempatan untuk
mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol
diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c. Meningkatkan aliran darah ke otot
dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi,
mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d. Meningkatkan kekuatan dan
sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan
kemauan pasien untuk sembuh.
e. Mempercepat proses penyembuhan,
mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan
BB.
f. Untuk menentukan program latihan.
|
3.
|
Kerusakan integritas
kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam
waktu yang lama.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah
kerusakan kulit tidak berlanjut.
|
a. Kaji adanya perubahan warna kulit.
b. Pertahankan tempat tidur kering
dan bebas kerutan.
c. Ubah posisi dengan sesering
mungkin.
d. Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
e. Kolaborasi dengan tim kesehatan
dan pemberian zalf / antibiotik.
|
a. Memberikan informasi tentang
sirkulasi kulit.
b. Untuk menurunkan tekanan pada area
yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
c. Untuk mengurangi tekanan konstan
pada area yang sama dan meminimalkan
resiko kerusakan kulit.
d. Posisi yang tidak tepat dapat
menyebabkan cedera kulit / kerusakan
kulit.
e. Untuk mengurangi terjadinya
kerusakan integritas kulit.
|
4.
|
Resiko
infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan
lunak.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b. Leukosit dalam batas normal, dan
c. Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
|
a. Kaji keadaan luka (kontinuitas
dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b. Anjurkan
pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c. Rawat luka
dengan menggunakan tehnik aseptik.
d. Mewaspadai
adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema
pada daerah luka.
e. Kolaborasi pemeriksaan darah :
Leukosit.
|
a. Untuk
mengetahui tanda-tanda infeksi.
b. Meminimalkan terjadinya
kontaminasi.
c. Mencegah
kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
d. Merupakan indikasi adanya
osteomilitis.
e. Leukosit yang meningkat artinya sudah
terjadi proses infeksi.
|
2.3.2 Multiple Myeloma
1) Pengkajian
a. Riwayat
Penyakit
Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan
pasien, kapan terjadinya, biasanya terjadi pada malam hari. Tanyakan umur
pasien, riwayat dalam keluarga apakah ada yang menderita kanker, prnah tidaknya
terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan sesuai dianjurkan
b. Pemeriksaan
Fisik
Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya nyeri,
bengkak, pergerakan terbatas, kelemahan.
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise, merasa lelah, letih
Tanda : gelisah siang dan malam, gangguan pola istrahat dan
pola tidur, malaise (kelemahan dan keletihan) dan gangguan alat gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : Palpitasi , adanya pembengkakan mempengaruhi
sirkulasi dan adanya nyeri pada dada karena sumbatan pada vena
Tanda : Peningkatan tekanan darah.
3) Integritas Ego
Gejala : Menarik diri dari lingkungan, karena faktor stress
(adanya gangguan pada keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran), selain itu biasanya
menolak diagnosis, perasaan tidak berdaya, tidak mampu, rasa bersalah,
kehilangan control dan depresi.
Tanda : Menyangkal, marah, kasar,. dan suka menyendiri.
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pada eliminasi urinarius misalnya nyeri,
pada saat berkemih dan poliurin, perubahan pada pola defekasi ditandai dengan
adanya darah yang bercampur pada feses, dan nyeri pada saat defekasi.
Tanda : adanya perubahan pada warna urin, perubahan pada
peristaltik usus, serta adanya distensi abdomen
5) Makanan / Cairan
Gejala : kurang nafsu makan, pola makan buruk, (misalnya
rendah tinggi lemak, adanya zat aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual /
muntah
Tanda : Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot, dan
perubahan pada turgor kulit.
6) Hiegine
Gejala : Melakukan higene diri sendiri harus dibantu orang
lain, karena gangguan ekstremitas maka menjaga hygiene tidak dapat dilakuakan,
malas mandi
Tanda : Adanya perubahan pada kebersihan kulit, kuku dan
sebagainya.
7) Neurosensori
Gejala : Pusing
Tanda : Pasien sering melamun dan suka menyendiri.
8) Kenyamanan
Gejala : adanya nyeri dari nyeri ringan sampai nyeri berat,
sangat mempengaruhi kenyamanan pasien
Tanda : Pasien sering mengeluh tentang nyeri yang dirasakan,
dan keterbatasan gerak karena nyeri tersebut.
9) Pernapasan
Gejala : Pasien kadang asma, karena kebiasaan merokok, atau pemajanan asbes.
Gejala : Pasien kadang asma, karena kebiasaan merokok, atau pemajanan asbes.
10) Keamanan
Gejala : Karena adanya pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama / berlebihan.
Gejala : Karena adanya pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama / berlebihan.
Tanda : Demam, ruam kulit dan ulserasi.
11) Seksualitas
Gejala : adanya perubahan pada tingkat kepuasan seksualitas
karena adanya keterbatasan gerak.
c. Riwayat
Psikososial
Kaji adanya kecemasan, takut ataupun depresi
d. Pemeriksaan
diagnostik
Periksa
adanya anemi, hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia
2) Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri berhubungan
dengan proses patologik
b. Resiko
terhadap cidera fraktur patologik berhubungan dengan tumor
c. Ketidakefektifan
koping individu b/d rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang proses
penyakit dan system pendukung tidak adekuat
d. Gangguan
harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.
e. Koping tidak efektif berhubungan
dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan
sistem pendukung tidak adekuat
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker
g. Gangguan harga diri karena hilangnya
bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.
(Doenges. 1999: 1000)
h. Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak (Wong, 2003:
617).
3) Perencanaan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri
berhubungan dengan proses patologis penyakit
DS : Klien mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a. Fokus diri klien tampak menyempit
b.Perilaku klien tampak melindung diri / berhati-hati.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
e. Klien mengatakan nyeri hilang dan
terkontrol,
f. Klien tampak rileks, tidak
meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
g. Tampak memahami nyeri akut dan
metode untuk menghilangkannya, dan
h. Skala nyeri 0-2
|
f. Catat dan kaji lokasi dan
intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
g. Berikan tindakan kenyamanan
(contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
h. Berikan sokongan (support) pada
ektremitas yang luka.
i. Berikan lingkungan yang tenang.
j. Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
|
f. Untuk mengetahui respon dan sejauh
mana tingkat nyeri pasien.
g. Mencegah pergeseran tulang dan
penekanan pada jaringan yang luka.
h. Peningkatan vena return,
menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
i. Agar pasien dapat beristirahat dan
mencegah timbulnya stress.
j. Untuk mengurangi rasa sakit /
nyeri.
|
2.
|
Resiko
terhadap cidera: fraktur patologik berhubungan dengan tumor
|
Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan
partisipasi aktif dalam aturan pengobatan.
Kriteria hasil:
a. tidak
adanya cidera akibat tumor yang dialami pasien
|
a. Sangga tulang yang sakit dan
tangani dengan lembut selama
pemberian asuhan keperawatan
b. Ajarkan bagaimana cara untuk
menggunakan alat ambulatory dengan aman dan bagaimana untuk menguatkan
ekstremitas yang tidak sakit
Gunakan sanggahan eksternal (mis. Splint) untuk
perlindungan tambahan
Ikuti pembatasan penahanan berat badan yang dianjurkan
|
a.
Tumor
tulang akan melemahkan tulang sampai ke titik dimana aktivitas normal atau
perubahan posisi dapat mengakibatkan fraktur
b.
Penyangga
luar (mis. bidai) dapat dipakai untuk perlindungan tambahan
c.
Adanya
pembatasan akan membantu klien dalam penahanan berat badan yang tidak mampu
ditahan oleh tulang yang sakit
d.
Penggunaan
alat ambulatory dengan aman mampu menguatkan ekstremitas yang sehat
|
2.
|
Kerusakan mobilitas
fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri,
dan amputasi.
DS : Klien mengatakan
sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak
mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan massa.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
e. Pasien menyatakan pemahaman
situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
f. Pasien tampak ikut serta dalam
program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
g. Pasien menunjukan teknik /
perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
h. Pasien tampak mempertahankan
koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
|
g. Kaji tingkat immobilisasi yang
disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
h. Dorong partisipasi dalam aktivitas
rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
i. Anjurkan pasien untuk melakukan
latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
j. Bantu pasien dalam perawatan diri.
k. Berikan diit Tinggi protein Tinggi
kalori , vitamin , dan mineral.
l. Kolaborasi dengan bagian
fisioterapi.
|
g. Pasien akan membatasi gerak karena
salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
h. Memberikan kesempatan untuk
mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol
diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
i. Meningkatkan aliran darah ke otot
dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi,
mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
j. Meningkatkan kekuatan dan
sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan
kemauan pasien untuk sembuh.
k. Mempercepat proses penyembuhan,
mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan
BB.
l. Untuk menentukan program latihan.
|
3.
|
Ketidaktahuan
pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan program terapeutik
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah
kerusakan kulit tidak berlanjut.
|
f. Kaji adanya perubahan warna kulit.
g. Pertahankan tempat tidur kering
dan bebas kerutan.
h. Ubah posisi dengan sesering
mungkin.
i. Beri posisi yang nyaman kepada
pasien.
j. Kolaborasi dengan tim kesehatan
dan pemberian zalf / antibiotik.
|
f. Memberikan informasi tentang
sirkulasi kulit.
g. Untuk menurunkan tekanan pada area
yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
h. Untuk mengurangi tekanan konstan
pada area yang sama dan meminimalkan
resiko kerusakan kulit.
i. Posisi yang tidak tepat dapat
menyebabkan cedera kulit / kerusakan
kulit.
j. Untuk mengurangi terjadinya
kerusakan integritas kulit.
|
4.
|
Gangguan
harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja
peran
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
d. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
e. Leukosit dalam batas normal, dan
f. Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
|
f. Kaji keadaan luka (kontinuitas
dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
g. Anjurkan
pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
h. Rawat luka
dengan menggunakan tehnik aseptik.
i. Mewaspadai
adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema
pada daerah luka.
j. Kolaborasi pemeriksaan darah :
Leukosit.
|
f. Untuk
mengetahui tanda-tanda infeksi.
g. Meminimalkan terjadinya
kontaminasi.
h. Mencegah
kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
i. Merupakan indikasi adanya
osteomilitis.
j. Leukosit yang meningkat artinya
sudah terjadi proses infeksi.
|
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sarkoma osteogenik
(Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Adanya tumor di tulang menyebabkan
reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik
(pembentukan tulang). Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma
dimana sel plasma imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak,
membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang
abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
3.2. Saran
Sebaiknya
dalam melakukan
tindakan perawatan terhadap pasien dengan sarkoma osteogenik dan multiple
myeloma, perawat harus memperhatikan asuhan keperawatan yang menyeluruh dengan
benar.
.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta
: EGC.
Corwin,
Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E,
Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole,
Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Onkologi. Jakarta : EGC.
Otto,
Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta :
EGC.
Price,
Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad,
Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar :
Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat
& Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta
: EGC.
Smeltzer
& Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol
III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna.
2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
http://ridhoirwanto.blogspot.com/2011/06/askep-sarkoma-osteogenik.html, 05-03-2013, 11.30 WIB.
Comments