TEORI ANAMNESA / PEMERIKSAAN FISIK, DIAGNOSTIK DLL
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, tantangan
sebagi tenaga kesehatan semakin mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan tersebut
dalam menangani pasien. Sebagai tenaga kesehatan, khususnya seorang perawat dan
perawat, sangat diperlukan adanya kesiapan untuk berani melakukan tatap muka
dan aktif dalam membangun keakraban dengan pasiennya. Pada umumnya kontak
pertama antara seorang perawat atau perawat dan pasien dimulai dari anamnesis.
Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam memulai
tahap-tahap pemeriksaan berikutnya.
Pemeriksaan diagnostik
adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, dan komunikan
terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun potensial. Pada jaman modern
seperti ini sudah banyak peralatan canggih yang digunakan oleh para medis untuk
membantu mengobati pasien. Alat-alatnya pun sangat beragam, dari mulai
peralatan yang sederhana hingga ke peralatan yang pembuatannya rumit. Alat tersebut
antara lain ultrasonografi, rontgen
thorax, laparoskopi, ct scan, broncoscopy,
abdomen 3 posisi, dan ekg.
1.2. Tujuan
Penulisan
1)
Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami dan
mengetahui tentang anamnesa dan pemeriksaan diagnostik.
2)
Tujuan Khusus
·
Untuk
lebih memahami dan mengetahui tentang pengertian anamnesa.
·
Untuk
memahami dan mengetahui tentang
metode dan jenis anamnesa.
·
Untuk
memahami dan mengetahui
pemeriksaan diagnostik antara lain:
a.
Ultrasonografi
b.
Rontgen Thorax
c.
Laparoskopi
d.
CT Scan
e.
Broncoscopy
f.
Abdomen 3 posisi
g.
EKG
1.3. Rumusan
Masalah
1) Apa
yang dimaksud dengan anamnesa?
2) Apa
saja jenis anamnesa?
3) Apa
yang dimaksud dengan pemeriksaan diagnostik?
4) Apa
saja macam-macam pemeriksaan diagnosik?
5) Bagaimana
prosedur pemeriksaan diagnostik?
1.4. Sistematika
Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
1.2
Tujuan
penulisan
1.3
Rumusan Masalah
1.4
Sistematika
penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
2.2
Prinsip-prinsip
Komunikasi
2.3
Teknik
Komunikasi
2.4
Pengkajian
Keperawatan Komunitas
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
ANAMNESA / ANAMNESIS
1.
Definisi
Anamnesis
Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat
kembali. Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang perawat
maupun perawat dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau
keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda
dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan
pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik
terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh
pasien. Jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis
sangat beragam dan bergantung pada beberapa faktor.
Cakupan dan banyaknya informasi
dibutuhkan bergantung dari kebutuhan dan keluhan pasien, keadaan klinis yang
ingin dicapai perawat, dan keadaan klinis (misalnya pasien rawat inap atau
rawat jalan, jumlah waktu yang tersedia, praktek umum atau spesialisasi). Untuk
pasien baru, seorang perawat maupun perawat membutuhkan suatu anamnesis
kesehatan komprehensif. Untuk pasien lain dengan kunjungan klinik karena
keluhan spesifik seperti batuk atau sakit pada saat kencing, membutuhkan
anamnesis yang lebih spesifik berdasar pada keluhan pasien tersebut, anamnesis
seperti ini biasa disebut anamnesis berorientasi dari masalah (problem-oriented
history). Biasanya 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
2. Tujuan Anamnesis
Tujuan dari
anamnesis yaitu sebagai berikut.
· Memperoleh
data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan
oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang
didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang
hanya dari anamnesis saja seorang perawat sudah dapat menegakkan diagnosis.
Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat
ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.
· Membangun
hubungan yang baik antara seorang perawat, perawat, dan pasiennya. Umumnya
seorang pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan perawat maupun
perawatnya akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga cederung
tertutup. Tugas seorang perawatlah untuk mencairkan hubungan tersebut.
Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun
hubungan perawat, perawat, dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan
keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan
selanjutnya.
3. Jenis-jenis Anamnesis
1) Auto anamnesis, merupakan anamnesis yang
didapat langsung dari keluhan pasien. Pasien sendirilah yang menjawab semua
pertanyaan perawat dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis
terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang
sesungguhnya dia rasakan. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu
autoanamnesis dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau
sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu
orang lain untuk menceritakan permasalahnnya.
2) Allo anamnesis atau Hetero anamnesis,
merupakan anamnesis yang didapat dari orang tua atau sumber lain yang dekat dan
tahu betul tentang riwayat pasien. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari
anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan allo anamnesis
4. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan
Dalam
melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
1. Tempat dan suasana
Tempat
dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan cukup nyaman bagi
pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana mendukung.
Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa
diinterogasi.
2. Penampilan Perawat
Penampilan
seorang perawat juga perlu diperhatikan karena ini akan meningkatkan
kepercayaan pasiennya. Seorang perawat yang tampak rapi dan bersih akan lebih
baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga seorang perawat yang
tampak ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak
galak, ketus dan tegang.
3. Periksa kartu dan data pasien
Sebelum
anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu atau data pasien
dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup kemungkinan
kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu
data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja
ada 2 pasien dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga
data-data pemeriksaan, diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data
kesehatan sebelumnya seringkali berguna untuk anamnesis dan pemeriksaan saat
ini.
4. Dorongan kepada pasien untuk
menceritakan keluhannya
Pada
saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat
dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita
dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus memotong,
tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila diperlukan
ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi
lebih detail dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien
sehingga melantur kemana mana.
5. Gunakan bahasa/istilah yang dapat
dimengerti
Selama
tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat dimengerti
pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia
atau sulit dimengerti, berika penjelasan atau deskripsi dari istilah tersebut.
6. Buat catatan
Adalah
kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang perawat
melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang
panjang.
7. Perhatikan pasiennya
Selama
anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak gerik
pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis, apakah dalam
posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau menahan sakit,
apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau
terputus-putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
8. Gunakan metode yang sistematis
Anamnesis
yag baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut kerangka anamnesis yang
baku. Dengan cara demikian maka diharapkan tidak ada informasi yang terlewat.
5. Tantangan dalam Anamnesis
1. Pasien yang tertutup
Anamnesis akan sulit
dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan perawatnya.
Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa cemas atau tertekan, tidak leluasa
menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang demikian karena
gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan situasinya kadang
perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk mendampingi dan
menjawab pertanyaan perawat (heteroanamnesis), tetapi kadang pula lebih baik
tidak ada seorangpun kecuali pasien dan perawatnya. Bila pasien dirawat di
rumah sakit maka anamnesis dapat dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah
pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
2. Pasien yang terlalu banyak
keluhan
Sebaliknya tidak jarang
seorang pasien datang ke perawat dengan begitu banyak keluhan dari ujung kepala
sampai ujung kaki. Tugas seorang perawat untuk memilah-milah keluhan mana yang
merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya keluh kesah. Diperlukan kepekaan
dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan keluhan yang sesungguhnya dan
mana yang merupakan keluhan mengada-ada. Apabila benar-benar pasien mempuyai
banyak keluhan harus dipertimbangkan apakah semua keluhan itu merujuk pada satu
penyakit atau kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit yang sekaligus
dideritanya.
3. Hambatan bahasa dan atau intelektual
Seorang perawat mungkin
saja ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang mayoritas penduduknya
menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat
menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis. Seorang perawat harus segera belajar
bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar anamnesis, dan bila perlu dapat
meminta bantuan perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk mendampingi dan
membantu menerjemahkan selama anamnesis. Kesulitan yang sama dapat terjadi
ketika menghadapi pasien yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat
memahami pertanyaan atau penjelasan perawatnya. Seorang perawat dituntut untuk
mampu melakukan anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat
sederhana agar dapat dimengerti pasiennya.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit
jiwa
Diperlukan satu tehnik
anamnesis khusus bila seorang perawat berhadapan dengan penderita gangguan atau
penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat kacau, setiap pertanyaan
tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru di dalam jawaban-jawaban yang
kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk menegakkan diagnosis. Seorang perawat
tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam melakukan anamnesis pada
kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan
menyalahkan
Tidak jarang dijumpai
pasien-pasien yang datang ke perawat sudah dalam keadaan marah dan cenderung
menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan semua perawat yang pernah
memeriksanya, menyalahkan keluarga atau orang lain atas masalah atau keluhan
yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada pasien-pasien yang tidak mau
menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang dideritanya. Sebagai seorang perawat
kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan sejawat perawat lain karena
hal tersebut sangat tidak etis. Seorang perawat juga tidak boleh terpancing
dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut
untuk melakukan anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.
6. Sistematika Anamnesis
Sebuah anamnesis yang
baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang baku sehingga mudah
diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang perawat tidak
kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat.
Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan
siapa saja yang membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari :
1. Data umum pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat kebiasaan/sosial
7. Anamnesis sistem
2.2 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Ultrasonografi
a.
Pengertian
Ultrasonografi adalah
suatu kaedah pemeriksaan badan menggunakan gelombang bunyi pada frekuensi
tinggi. Gelombang ultrasonik adalah suara ataugetaran dengan frekuensi yang
terlalutinggi untuk bias didengar oleh mausia,yaitu kira-kira diatas 20
kilohertz. Dalam hal in gelombang ultrasonik merupakangelombang diatas
frekuensi suara.Gelombang ultrasonik dapat merambatdalam medium padat, cair dan
gas
Adapun skema cara kerja
dari USG yang memanfaatkan gelombang ultrasonik adalah sebagai berikut.
1. Transducer
Transduser adalah
komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti
dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam
transduser terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang
yang disalurkan oleh transduser. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk
gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi kristal disini adalah
untuk mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang dapat
dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
2. Monitor
3. Mesin USG
Mesin USG merupakan
bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk
gelombang. Mesin USG adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya terdapat
komponen-komponen yang sama seperti pada CPU pada PC cara USG merubah gelombang
menjadi gambar.
Adapun jenis pemeriksaan
USG ada 4 jenis yaitu sebagai berikut
a)
USG
2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang
(memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan
janin dapat ditampilkan.
b)
USG
3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan
1 bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti
aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat dengan
jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan
karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).
c)
USG
4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya
istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang
diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG 4 Dimensi, gambar
janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan
membayangkan keadaan janin di dalam rahim.
d)
USG
Doppler
Pemeriksaan USG yang
mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali pusat. Alat ini
digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan
janin ini meliputi:
- Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit).
- Tonus (gerak janin).
- Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20
cm).
- Doppler arteri umbilikalis.
- Reaktivitas denyut jantung janin.
b. Kontraindikasi/Efek Samping
Pemeriksaan USG tidak ada
kontraindikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk
penyakit penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin karena USG tidak
mengeluarkan radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk pada otak si jabang
bayi. Hal ini berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru berakibat
negatif jika telah dilakukan sebanyak 400 kali. Dampak yang timbul dari
penggunaan USG hanya efek panas yang tak berbahaya bagi ibu maupun bayinya.
Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya,
sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan
berbagai organ tubuh. Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan
diagnosa medis tidak memiliki kontra indikasi atau efek samping terhadap
pasien.
c.
Prosedur Penggunaan USG
Ada beberapa prosedur
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan USG, yaitu lebih kepada persiapan
pasien, walaupun sebenarnya tidak diperlukan persiapan khusus. Walaupun
demikian pada penderita obstivasi, sebaiknya semalam sebelumnya diberikan
laksansia. Untuk pemeriksaan alat- alat rongga di perut bagian atas, sebaiknya
dilakukan dalam keadaan puasa dan pagi hari dilarang makan dan minum yang dapat
menimbulkan gas dalam perut karena akan mengaburkan gambar organ yang
diperiksa. Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya
6 jam sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.
2.
Rontgen Thorax
Foto thorax atau sering
disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk
mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan
struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi
dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk
membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.Secara umum kegunaan Foto
thorax/CXR adalah :
- untuk melihat abnormalitas congenital
(jantung, vaskuler)
- untuk melihat adanya trauma
(pneumothorax, haemothorax)
- untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
- untuk memeriksa keadaan jantung
- untuk memeriksa keadaan paru-paru
Adapun Teknik Bayangan
untuk pemeriksaan radiografi Thorax adalah sebagai berikut :
1) Pada
saat pengaturan posisi pasien untuk pemeriksaan radiografi/rontgen Thorax,
nyalakan lampu kolimator untuk menyinari area gambaran yang akan diambil.
2) Aturlah
posisi pasien seperti pada pemeriksaan thorax pada umumnya atau sesuai SOP pada
tempat kerja masing-masing. Rendahkan posisi bahu, kemudian atur lengan pasien
seperti gambar dibawah ini, usahakan agar area pergelangan tangan tidak
menutupi area sinus costofrenicus pada gambaran thorax. Tekan area siku ke arah
depan sehingga nantinya gambaran scapula dapat terlempar ke samping sehingga
tidak menutupi area thorax. Bisa dilihat
pada gambar berikut :
3) Untuk
langkah berikutnya adalah penggunaan teknik bayangan, yaitu aturlah posisi
bagian atas kaset (film) pada area pertemuan sudut antara bayangan vertical
leher dengan bayangan horizontal bahu (ingat, sebelumnya bahu pasien sudah
direndahkan). Gunakan ukuran kaset/film yang sesuai dengan ukuran tubuh pasien.
4) Kemudian
atur jarak antara bayangan pasien pada sisi kanan dan kiri sama panjang dengan
sisi luar kaset atau film (jarak bayangan pada sisi kanan ke bagian luar kaset
sebelah kanan sama panjangnya dengan jarak bayangan pada sisi kiri ke bagian
luar kaset sebelah kiri). Untuk
mengetahui sisi bagian film, kita dapat memperkirakan pada area bagian dalam
bingkai kaset, atau dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
5) Langkah
selanjutnya adalah kecilkan area kolimator sesuai yang dibutuhkan untuk
meminimalisasikan dosis radiasi pada pasien. Kemudian tak usah berlama-lama,
lakukan eksposi sesuai dengan faktor eksposi untuk pemeriksaan Thorax. Dan lihatlah hasil gambaran yang telah anda
buat. Jika anda lakukan dengan benar, maka anda akan mendapatkan hasil gambaran
yang cepat, tepat, simetris dan tidak terpotong.
3.
Laparoskopi
Laparoskopi adalah jenis
prosedur pembedahan di mana sayatan kecil dibuat, biasanya di pusar, lalu suatu
tabung penglihat (laparoskop) dimasukkan melaluinya.
Operasi laparoskopi, juga
disebut ''operasi minimal invasif (MIS)''. Operasi lubang kunci adalah teknik
bedah modern di mana operasi di perut dilakukan melalui sayatan kecil (biasanya
0.5-1.5 cm) dibandingkan dengan sayatan yang lebih besar yang diperlukan dalam
prosedur bedah tradisional.
Laparoskopi adalah suatu
tindakan mini invasive dimana pasien yang bisa menggantikan tindakan yang
dahulu harus melalui proses operasi besar seperti Laparotomi untuk berbagai
macam kondisi medis. Kondisi seperti miomauteri, endometriosis, infeksi panggul
dan nyeri haid melalui laparoskopi akan mendapatkan keuntungan yang banyak.
Masa pemulihan umumnya hanya berlangsung 2 hari.
a.
Tujuan Pemeriksaan
Metode laparoskopi
efektif dan akurat untuk digunakan sebagai alat diagnostik dan terapi pada
pasien dengan trauma tembus abdomen. Akurasi laparoskopi dalam mendeteksi
hemoperitoneum, cedera organ berongga, dan laserasi diafragma terbukti sangat
baik. Penggunaan laparoskopi untuk evaluasi luka tembus abdomen bukan tanpa
kekurangan. Pada banyak penelitian, didapatkan false negatif terutama untuk
luka di usus besar. Laparoskopi juga memiliki keterbatasan dalam mengevaluasi
luka di retroperitoneal. Laparoskopi dilaporkan masih jarang digunakan dalam
penanganan trauma abdomen.
b. Persiapan
Tindakan laparoskopi
dilakukan dalam pembiusan umum dengan lama tindakan bervariatif antara 1 sampai
dengan 3 jam. Rata-rata umumnya lama operasi akan berlangsung 2 jam. Pasien
diharapkan melengkapi persiapan seperti pemeriksaan darah rutin dan puasa
selama minimal 6 jam. Pada kondisi tertentu pasien akan diminta untuk persiapan
usus 1-2 hari sebelumnya. Untuk tindakan laparosokopi kandungan umumnya pasien
akan berada pada posisi lithotomy (posisi pemeriksaan kandungan) dan
trendelenburg (posisi badan dan kepala turun ke bawah).
c. Langkah Pemeriksaan
• Selama tindakan rongga abdomen (perut) akan dikembungkan dengan
menggunakan gas CO2 untuk mendapatkan rongga yang aman untuk operasi. Hal ini
akan menimbulkan rasa kembung dan tidak nyaman selama beberapa hari paska
operasi. Gas yang masih tertahan kadang juga menimbulkan rasa tidak nyaman
dibahu.
• Mual muntah sering dikaitkan dengan obat bius yang dapat
ditangani dengan mudah. Luka sayatan akan ada didaerah pusar untuk kamera
sebesar 1 cm dan sayatan lain sebesar 5mm disamping panggul dan didaerah bawah
perut. Umumnya Luka ini sembuh sangat cepat dan tidak berbekas. Pada individu
yang mempunyai bakat keloid, perlu didiskusikan mengenai langkah preventif.
Karena akan ada manipulasi rahim, pasien akan mengalami pendarahan seperti
menstruasi sekitar beberapa hari.
• Kateterurin dan infus akan dilepas umumnya secepat mungkin
dalam 24 jam pertama.
• Mobilisasi pasien akan diusahakan secepat mungkin dalam 1 hari
pertama. Pasien umumnya akan diperiksa kesiapan untuk mulai makan dan minum
setelah operasi dengan mengevaluasi bunyi usus.
• Pasien dapat dipulangkan dalam satu hari tetapi pada kondisi
yang umum pasien hanya membutuhkan perawatan 1 paling lama 2 hari.
d. Resiko dan komplikasi
Semua tindakan operatif
mempunyai resiko dan potensial komplikasi. Walaupun demikian tindakan
laparoskopi ini mempunyai resiko yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan
operasi besar. Resiko yang umum adalah:
• Perdarahan
pembuluh darah besar ( 1: 1400 kasus).
• Cederausus,
kandung kencing dan organ abdomen dan
panggul lainnya yang terkait dengan operasi ( 1: 2000 kasus).
• Infeksi
luka luar dan dalam( 1: 700 kasus) Umumnya resiko ini sangat rendah dengan
pemberian antibiotika profilaksis.
4. CT SCAN (Computerized Axial
Tomografi)
CT Scan adalah suatu prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang
tengkorak dan otak. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan
yang kuat antara suatu kelainan, yaitu:
· Gambaran
lesi dari tumor, hematoma dan abses.
· Perubahan
vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
· Brain
contusion.
· Brain
atrofi.
· Hydrocephalus.
· Inflamasi.
Berat badan klien merupakan suatu
hal yang harus dipertimbangkan. Berat badan klien yang dapat dilakukan
pemeriksaan CT Scan adalah klien dengan berat badan dibawah 145 kg. Hal ini
dipertimbangkan dengan tingkat kekuatan scanner. Sebelum dilakukan pemeriksaan
CT scan pada klien, harus dilakukan test apakah klien mempunyai kesanggupan
untuk diam tanpa mengadakan perubahan selama 20-25 menit, karena hal ini
berhubungan dengan lamanya pemeriksaan yang dibutuhkan.
Pada beberapa kasus, agar
gambaran dapat menjadi lebih jelas digunakan senyawa kontras. Senyawa ini
dimasukkan ke dalam tubuh pasien dengan cara diminum, disuntikkan lewat
pembuluh darah vena atau melalui selang infus. Jaringan tubuh manusia menyerap
senyawa kontras dalam level yang berbeda sehingga menghasilkan gambaran warna
pada CT Scan yang berbeda pula.
Senyawa kontras ini kelak akan dikeluarkan tubuh melalui air seni.
Kontras
media adalah zat yang berfungsi untuk memberikan kontras gambaran yang
berbeda dibanding organ sekitarnya, baik negative (luscent) atau positive
(opaque).
Cara
pemberian kontras media dalam pemeriksaan CT dibagi menjadi : Intra vena, per
oral, dan per rectal
a. Indikasi Pemeriksaan CT Dengan
Kontras :
·
Kasus - kasus peradangan.
·
Kasus kasus - massa (kanker/tumor)
dan abses
·
Kasus - kasus metastase
·
Kasus -kasus angiografi,
·
trauma tumpul abdomen
b. Kontra Indikasi Pemakaian Kontras
Media :
1.
Creatinine melebihi rentang
normal
2.
Pasien dengan ARF /CRF
3.
Pasien dengan KU yang buruk / pasca
transfusi
4.
Pasien dengan riwayat allergi berat
terhadap iodium / seafood
c. Penatalaksaan – Persiapan
Pasien
Pasien dan keluarga sebaiknya diberi
penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien diberi gambaran tentang
alat yang akan digunakan. Bila perlu dengan menggunakan kaset video atau
poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pasien dengan
demikian menguragi stress sebelum waktu prosedur dilakukan. Test awal yang
dilakukan meliputi:
·
Kekuatan untuk diam ditempat (di meja scanner) selama
45 menit.
·
Melakukan pernapasan dengan aba – aba ( untuk
keperluan bila ada permintaan untuk melakukannya) saat dilakukan pemeriksaan.
·
Mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat kontras.
·
Penjelasan kepada klien bahwa setelah melakukan
injeksi zat kontaras maka wajah akan nampak merah dan terasa agak panas pada
seluruh badan, dan hal ini merupakan hal yang normal dari reaksi obat tersebut
·
Perhatikan keadaan klinis klien apakah pasien
mengalami alergi terhadap iodine. Apabila pasien merasakan adanya rasa sakit
berikan analgetik dan bila pasien merasa cemas dapat diberikan minor
tranguilizer.
·
Bersihkan rambut pasien dari jelly atau obat-obatan.
Rambut tidak boleh dikepang dan tidak boleh memakai wig.
d. Prosedur
·
Posisi terlentang dengan tangan terkendali.
·
Meja elektronik masuk ke dalam alat scanner.
·
Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan
gambar dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.
·
Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut
selama 20-45 menit.
·
Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi
dengan pengaturan komputer.
·
Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani
pasien dari luar dengan memakai protektif lead approan.
·
Sesudah pengambilan gambar pasien dirapihkan.
e. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
·
Observasi keadaan alergiterhadap zat kontras yang
disuntikan. Bila terjadi alergi dapat diberikan deladryl 50 mg.
·
Mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin kelelahan
selama prosedur berlangsung.
·
Ukur ntake dan output. Hal ini merupakan
tindak lanjut setelah pemberian zat kontras yang eliminasinya selama 24 jam.
Oliguri merupakan gejala gangguan fungsi ginjal, memerlukan koreksi yang cepat
oleh seorang perawat dan perawat.
5.
Bronchoscopy
a.
Pengertian
Bronchoscoy merupakan tindakan invasif
pada trakea dan percabangan bronkus untuk diagnostic dan terapeutik.
b.
Tujuan
1. Menilai keadaan percabangan bronkus
2. Mengambil bahan / spesimen ( diagnostik )
3. Melakukan tindakan terapeutik
4. Perioperatif
c.
Indikasi
1.
Diagnostik
2. Penyakit
paru
3. Kanker
paru
4. Nodul
paru soliter
5. Penyakit
paru interstisial (ILD)
6. TB
endobronkial
7. Batuk
menetap atau perubahan warna sputum
8. Kelainan
foto toraks yang belum jelas
9.
Pneumotoraks
10.
Terapeutik :
a Pengeluaran benda asing
b Bronkial toilet
c Pemasangan pipa trakea
d Penanganan batuk darah masif
e Abses paru
f Terapi laser
g Terapi elektrokauter
h Pemasangan stent trakeobronkial
d.
Kontra Indikasi
1. Absolut
a Tidak ada ketrampilan operator
& tehnik pelaksanaan
2. Relatif
a Gangguan jantung berat
b Gangguan paru berat
c Hipoksemi sedang
d Aritmia
e Keadaan umum pasien jelek
f Penderita tidak kooperatif
e.
Prosedur Pemeriksaan
1) Persiapan
Alat
·
Scope, dan instrument bronchoscope
·
TV Monitor
·
Suction lengkap
·
Oxymeter
·
Emergency kit
·
Oxigen lengkap
·
Accessories (Biopsi, Kuret, Kuret, Sikat, Neddle
injektor)
·
Spuit 2.5cc,5cc,20 cc
·
Pot plastik, objek glass, alkohol 96 %,
mukus ekstraktor.
·
Tissue, gunting,Kom. Plester
·
Mouth piece, Xylocain spray
·
Lidocain 2% amp + 5 CC untuk kumur
·
Sarung tangan,masker
·
Lampu kepala
·
Spuit laring
·
Bengkok
·
Kaca Laring
·
Lampu Spirtus
·
Kain kasa
2) Langkah Kerja
Pasien Tindakan Bronchoscopy
1.Pre Tindakan
·
Pasien diberi tahu tentang tindakan yang
akan dilakukan.
·
Buat persetujuan tindakan.
·
Sehari sebelumnya minum tablet extra
beladon 2 dan Codein tab 10 mg ± jam 21.00.
·
Menjelang dilakukan tindakan, ulang
kembali extrabeladon & codein
·
Puasa minimal 4- 6 jam
·
15 menit sebelum tindakan :
- Cek alat-alat keseluruhan.
- Pasien dianjurkan untuk ganti baju.
- Gigi palsu & kaca mata dilepas.
- Siapkan adrenalin : Nacl 0,9 % = 1 : 19 cc
- Lidocain 2 % untuk anastesi.
- Observasi TTV.
- Dipasang IV line.
- Beri injeksi SA, valium k/p
- Beri kumur-kumur lidocain 5 cc selama 5 mnt usahakan
untuk tidak tertelan (inhalasi lidocain)
2. Intra Tindakan
·
Semprotkan xylocain spray 10 % di daerah
laring beberapa kali sampai pasien baal.
·
Handuk dipasang untuk pengalas.
·
Pasien ditidurkan dengan posisi terlentang
atau sesuai kebutuhan
·
Pasien extensi.
·
Mouthpiece dipasang ( fiksasi ).
·
Oximetri dipasang ( fiksasi ).Oxsigen
dipasang (fiksasi)
·
Mata ditutup agar tidak tertetes cairan /
obat.
·
Perawat siap mengerjakan.
·
Perawat siap bila perawat menghendaki
untuk tindakan : bilasan,biopsi (sikatan forsep, kuret), TBNA (transbronchial
needle aspiration), TBLB (transbronchial lung biopsy) TBNA, kuret.,EBUS (endrobronkial
ultrasound).
·
Observasi Tanda-tanda vital dipantau
periodic selama tindakan.
·
Perlu diperhatikan untuk mempersiapkan
sample pemeriksaan sitologi atau histopatologi.
3. Post Tindakan
·
Merapihkan pasien
·
Mengintruksikan pasien untuk puasa selama
2 jam setelah post tindakan .
·
Mengobservasi tanda-tanda vital,
diobservasi ± 1 jam.
·
Menyiapkan sampel pemeriksaan sesuai advis
operator
·
Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan,
penyimpanan data tindakan untuk pelapoaran
·
Melakukan operan pasien dengan perawat ruangan
tentang tindakan yang dilakukan dan terapi selanjutnya di ruangan sesuai advis perawat
operator
f. Persiapan sample dan pengiriman sample
Sitologi atau Histologi
1. Sediakan
pot plastik sesuai ukuran yang diperlukan, label / stiker
2. Beri
nama pada dinding botol / pot plasti, jangan beri label pada tutup.
3. Jelaskan
untuk pemeriksaan apa, bahan pemeriksaan apa
4. Sertakan
formulir, identitas nama, umur, tanggal, untuk pemeriksaan apa,jenis tindakan,
bahan fiksasi dari sample.
5. Melakukan
pencatan pada buku laporan
6. Pasien
diobservasi ± 1 jam
6.
Abdomen 3 Posisi
Abdomen 3 posisi adalah
prosedur pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya untuk
memperlihatkan kelainan yang terjadi pada tractus digestivus / gastrointestinal
yang dilakukan dalam 3 posisi pemotretan.
Teknik radiografi abdomen
untuk kasus abdomen akut dilakukan dalam 3 posisi yaitu abdomen AP supine,
Abdomen AP setengah duduk, dan abdomen LLD.
1. Abdomen AP
Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada
di pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki
diatur lurus.
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas
bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK
mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya)
CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan
crista iliaca
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh
(aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Tujuan: memperlihatkan ada/tidaknya
penebalan/distensi pada kolon yang disebabkan karena massa atau gas pada kolon
itu
2. Abdomen Setengah Duduk
Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan
MSP tubuh sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki
diatur lurus.
Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset
dengan batas atas procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan
shoulder TIDAK mengalami rotasi.
CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan
crista iliaca (umbilikus)
FFD : 100 cm
jangan lupa memakai grid
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh
(aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Tujuan : untuk menampakkan udara bebas
dibawah diafragma.
3. Abdomen LLD
Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk
(difleksikan), kedua tangan diletakkan ditas kepala
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas
bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada
dibelakang punggung.
CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista
iliaca.
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh
(aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Tujuan : untuk memperlihatkan air fluid
level atau udara bebas yang mungkin terjadi akibar perforasi kolon.
7. EKG (Elektrokardiografi)
EKG adalah alat bantu
diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas listrik jantung. Oleh
karena itu, keberadaannya hingga saat ini masih memiliki peranan yang sangat
penting. Alat ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada pasien dengan
gangguan listrik jantung.
a. Sistem konduksi listrik jantung
Jantung dapat melakukan fungsinya sebagai pompa
atau melakukan kontraksi dengan baik.
Hal ini disebabkan jantung memiliki 3 hal, yaitu:
1.
Penghasil listrik sendiri yang otomatis ( pacemaker )
Jantung penghasil listrik otomatis ini terdiri
atas 3 komponen, yakni nodus SA (Sinoatrial), nodus AV (Atrioventrikular), dan
serabut purkinje.
2.
Konduksi listrik
Konduksi atau perambatan listrik yang terjadi
di jantung secara sistematis dimulai daro nodus SA, nodus AV, His, cabang
berkas kiri dan kanan, serta berakhir di serabut purkinje.
3.
Miokardium ( otot-otot jantung )
Otot-otot jantung akan mengalami kontraksi
bila terjadi perubahan muatan listrik di dalam sel miokard yang dinamakan depolarisasi, sedangkan peristiwa
kembalinya muatan listrik di dalam sel-sel miokard menjadi keadaan seperti
semula dinamakan repolarisasi. Selanjutnya
akan menghasilkan relaksasi kembali dinding miokardium.
b.
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Anamnesis
merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang perawat maupun perawat
dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien
atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan
proses kehidupan aktual maupun potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium
sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta
menentukan prognosa.
3.2.
Saran
Sebagai
mahasiswa keperawatan, sebaiknya memahami tentang apa saja pemeriksaan diagnostik,
mengetahui prosedur-prosedur dengan sebaik-baiknya, dan mampu menegakan anamnesa
keperawatan dengan tepat sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan terhadap
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Ethel, Sloane. 2004.
Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta. Penerbit Buku Keperawatan EGC
Lewis, Heitkemper & Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing. Mosby.
Philadelphia.
http://myhealing.wordpress.com/2010/05/23/peran-laparoskopi-pada-pasien-trauma-tembus-abdomen/, 19-09-2012, 11.30 WIB.
Comments