LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI ( LP BPH )
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PengertianBPH
(Benigna
Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna
Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar
atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami
hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri
akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur
di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi
prostat sudah umum dipakai.Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar
periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000
: 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius
(Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
B.
Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai
sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung
pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan
terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
a)
DihydrotestosteronPeningkatan
5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
b)
Perubahan
keseimbangan hormon estrogen – testoteronPada proses penuaan pada pria terjadi
peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan
hiperplasi stroma.
c)
Interaksi
stroma – epitelPeningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
d)
Berkurangnya
sel yang matiEstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
e)
Teori
sel stemTeori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38)
C.
Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan
keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA
sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi
hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk
dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi
gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76). Teori-teori
tentang terjadinya BPH :
a)
Teori
Dehidrosteron (DHT)Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi
dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT
ke dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesa protein.
b)
Teori
hormonPada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif
atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan
hiperplasi prostat.
c)
Faktor
interaksi stroma dan epitelHal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic
fibroblast growth factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan
dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat
jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat
dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
d)
Teori
kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim
sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara
perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi
urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
a)
Penurunan
kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan
menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat
yang membesar.
b)
Hesitancy (kalau
mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang
lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
c)
Intermittency (kencing
terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi
uretra sampai akhir miksi.Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis
miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
d)
Nocturia
miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak
lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
e)
Frekuensi
terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
f)
Urgensi
(perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi)
jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
g)
Inkontinensia
bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar
sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai complience
maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
h)
Hematuri
biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat
yang membesar.
i)
Lobus
yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik,
sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya
terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
j)
Infeksi
saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
k)
Karena
selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu
ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut
dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.· Pada
waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan
hernia dan hemoroid.
D.
Manifestasi Klinik
Obstruksi
prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
a)
Keluhan
pada saluran kemih bagian bawahKeluhan pada saluran kemih bagian bawah atau
Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala
obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
(a)
(frekuensi)
yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari.
(b)
(nokturia),
terbangun untuk miksi pada malam hari.
(c)
(urgensi)
perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan.
(d)
(disuria).nyeri
pada saat miksi
Gejala
obstruktif meliputi:
(a)
rasa
tidak lampias sehabis miksi.
(b)
(hesitancy),
yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
(c)
(straining)
harus mengejan.
(d)
(intermittency)
yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan
otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan
inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan
saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang
secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
b)
Gejala
pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia
prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain:
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis),
yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan
tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
c)
Gejala
di luar saluran kemihPasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya
hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
d)
warna
urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih
tua.Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam
empat (4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat
|
Colok Dubur
|
Sisa volume Urine
|
I
|
Penonjoln
|
< 50 ml
|
II
|
Prostat, batas atas mudah
|
50 – 100 ml
|
III
|
Diraba
|
Lebih dari 100 ml
|
IV
|
Penonjolan prostat jelas, batas
atas dapat mudah dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat
diraba
|
Retensi urine total
|
Menurut Long (1996, hal. 339-340),
pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
(a)
Hemorogia.
1) Hematurib.
2) Peningkatan nadi
3) Tekanan darah menurun
4) Gelisah
5) Kulit lembab
6) Temperatur dingin
(b)
Tidak
mampu berkemih setelah kateter diangkat
(c)
Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
(1)
Bingung
(2)
Agitasi
(3)
kulit
lembab
(4)
anoreksia
(5)
mual
(6)
muntah
E.
Komplikasi
a)
Retensi
Urine
b)
Perdarahan
c)
Perubahan
VU; trabekulasi, divertikulasi
d)
Infeksi
saluran kemih akibat kateterisasi
e)
Hidroureter
f)
Hidronefrosis
g)
Cystisis,
prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
h)
Hipertensi,
Uremia
i)
Prolaps
ani/rectum, hemorroid.
j)
Gagal
ginjal
F.
Pemeriksaan Diagnostik
a)
LaboratoriumMeliputi
ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
b)
RadiologisIntravena
pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos
abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,
ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS =
Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim
De Jong, 1997).
c)
Prostatektomi
Retro Pubis.
d)
Pembuatan
insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan
jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula
prostat.
e)
prostatektomi
ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui
perineuma.
f)
Prostatektomy
merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang
memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan
retensi urinaria akut.
G.
Penatalaksanaan
a)
Non
Operatif
1)
Pembesaran
hormon estrogen & progesterone
2)
Massase
prostat, anjurkan sering masturbasic. Anjurkan tidak minum banyak
pada waktu yang pendekd. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin &
dengostane. Pemasangan kateter.
b)
Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine
sisa 750 ml.
1)
TUR
(Trans Uretral Resection)
2)
STP
(Suprobic Transersal Prostatectomy)
3)
Retropubic
Extravesical Prostatectomy)
4)
Prostatectomy
Perineal
c)
Terapi
medikamentosa
1)
Penghambat
adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
2)
Penghambat
enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
3)
Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara
lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa
repelus.
d)
Terapi
bedah
1) TURP
2) TUIP
3) Prostatektomi terbuka
e)
Terapi
invasif minimal
1)
TUMT
(Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
2)
Dilatasi
balon trans uretra (TUBD)c
3)
High
Intensity Focus Ultrasound
4)
Ablasi
jarum trans uretra
5)
Stent
Prostat
H.
Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1) Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini
penulis menggunakan teori konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan
fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy.
a)
Pola
persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan
pasien, keadaan sehat dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk
persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan
aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang
dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b)
Pola
Nutrisi –
Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan
dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan
setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan
vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB,
TB, juga kemampuan penyembuhan.
c)
Pola
Eliminasi
Yang menggambarkan:
(a)
pola
defekasi (warna, kuantitas, dll)
(b)
penggunaan
alat-alat bantu
(c)
penggunaan
obat-obatan.
d)
Pola
Aktivitas
(a)
pola
aktivitas, latihan dan
rekreasi
(b)
pembatasan
gerak
(c)
alat
bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e)
Pola
Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
(a)
Pola
tidur dan istirahat
(b)
persepsi,
kualitas, kuantitas
(c)
Penggunaan
obat-obatan.
f)
Pola
Kognitif – Perseptual
(a)
Penghilatan,
pendengaran, rasa, bau, sentuhan
(b)
Kemampuan
bahasa
(c)
Kemampuan
membuat keputusan
(d)
Ingatan
(e)
Ketidaknyamanan
dan kenyamanan
g)
Pola
persepsi dan konsep diri
Yang
menggambarkan:
(a)
Body
image
(b)
Identitas
diri
(c)
Harga
diri
(d)
Peran
diri
(e)
Ideal
diri.
h)
Pola
peran – hubungan sosial
Yang
menggambarkan:
(a)
Pola
hubungan keluarga dan masyarakat
(b)
Masalah
keluarga dan masyarakat
(c)
Peran
tanggung jawab
i)
Pola
koping toleransi stress
Yang
menggambarkan:
(a)
Penyebab
stress`
(b)
Kemampuan
mengendalikan stress
(c)
Pengetahuan
tentang toleransi stress
(d)
Tingkat
toleransi stress
(e)
Strategi
menghadapi stress.
j)
Pola
seksual dan reproduksi
Yang
menggambarkan:
(a)
Masalah
seksual
(b)
Pendidikan
seksual.
k)
Pola
nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
(a) Perkembangan moral, perilaku
dan keyakinan
(b) Realisasi dalam
keseharianny
Comments