Multi System Arthtophy (MSA)
BAB
II
PEMBAHASAN
SKENARIO TUTORIAL
Tn.X,
usia 61 tahun, pertama kali merasakan gejala hipotensi, sering pusing dan
bradikinesia saat ia berusia 53 tahun. Saat usianya 56 tahun, Tn.X didiagnosa
menderita Multi System Arthtophy (MSA) tipe Shy Dragger Syndrom (SDS). Sejak
berusia 59 tahun ia mulai menjadi penghuni unit perawatan palliative. Pemfis:
tingkat kesadaran alert dan oriented, nuchal rigidity, seluruh otot kaku,
kekuatan otot kaki 1, atropi otot, depresi, striatal hands, sialorrea, luka
dekubitus multiple, dysphonia dan dysartharia. Terpasang folley kateter dan
menggunakan pampers karena mengalami inkontinens urine dan feces. Masih bisa
makan sendiri dengan susah payah, masih bisa duduk dibantu untuk duduk di kursi
roda walau tidak lama. Hasil lab BUN 23 mg/dl, berat jenis urine 1.010, albumin
2,3 g/dl, Hb 7,4 mg%. creatinin 0,7 mg/dl. Hasil MMSE 27/30.
Hasil
test menelan menunjukan disphagia ringan sampai sedang, batuk lemah, lambat
menela tetapi tidak tersedak dan gangguan artikulasi sedang sampai berat.
Berdasarkan data diatas maka Tn.X diberikan diit lunak dan diberi alat bantu
komunikasi. Beberapa bulan kemudian hasil test menelan menunjukan peningkatan
disphagia dan resiko tinggi aspirasi, dehidrasi dan malnutrisi, sehingga ia
diberi makanan yang diblender. Tetapi Tn.X menolak diit yang telah diorderkan
dokter tersebut. Mantan istrinya, dan anak laki-lakinya yang berusia 24 tahun
datang beberapa kali dalam seminggu dan selalu membawakan makanan seperti
hamburger, dll, sesuai dengan permintaan Tn.X.
Karena
berat badan Tn.X turun sangat drastic, dokter mengkonsultasikan keadaan Tn.X
kepada ahli gizi yang kemudian merekomendasikan untuk diapasng NGT untuk
pemberiaan sonde voiding. Pada awalnya Tn.X bersedia dipasang NGT setelah
dilakukan informed concent, tetapi kurang dari 1 jam kemudian ia berhasil
mencabut sendiri NGT tersebut dan menolak dipasang kembali. Tn.X mengatakan
melalui melalui alat bantu komunikasinya “Saya sudah mau mati, saya mau makan
makanan kesukaan saya”. Tn.X adalah seorang sarjana dan tahu persis mengenai
penyakit Shy Drager Syndrom serta prognosisnya, ia sudah menghabiskan waktu
sejak merasakan tanda dan gejala pertama kali untuk mencari infomasi, membaca
buku dan searching internet serta berkonsultasi dengan beberapa dokter mengenai
penyakitnya. Tn.X berkeinginan untuk makan makanan kesukaannya diakhir
hidupnya, tetapi dokter beranggapan bahwa hal ini dapat berbahaya untuk Tn.X.
STEP 1 (KLARIFIKASI ISTILAH)
1. Bradikinesia :Keterlambatan yang abnormal.
2. MSA :Sebuah gangguan yang
sangat progresif, fatal yang membuat otot kaku (rigid) dan menyebabkan masalah
dengan gerakan, hilangnya koordinasi dan kerusakan fungsi pada
proses tubuh bagian
dalam (seperti: TD dan pengendali kandung kemih).
3. SDS :Suatu penyakit
dimana berbagai bagian yang dari system saraf mengalami kemunduran atau kekurangan fungsi
(degenerasi).
4. Perawatan
palliative :Perawatan medis yang
bertujuan untuk membuat nyaman pasien serta berkonsentrasi pada pengurangan
keparahan gejala penyakit.
5. Alert :Composmentis yang
berarti sadar penuh.
6. Oriented :Kesadaran seseorang
terhadapa lingkunganya dengan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
7. Nuchal
rigidity :Tengkuk, kekakuan
yang menyertai habisnya adenosine tripospat di dalam serat otot.
8. Striatal
hand :Kelainan ekstrim pada
bentuk tangan
9. Sialorrea
:Suatu keadaan/suatu
kondisi medis dimana produksi kelenjar saliva berlebihan sehingga air liur menetes
keluar secara terus-
menerus.
10. Dysphonia :Gangguan suara atau kelainan
berbicara.
11. Dysatria :Gangguan
bicara: kesulitan mengartikulasikan kata-kata.
12. Inkontinens
urine :Keadaan tidak mampu
mengendalikan pengeluaran urine.
13. Sonde
voiding :Prosedur pemberian
nutrisi melalui selang NGT dan menggunakan spuit dengan takaran tertentu guna
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
14. Folley
kateter :Sebuah tabung
plastic fleksibel kateter yang dimasukan kedalam kandung kemih untuk menampung drainase
kandung kemih yang terus-menerus.
15. MMSE :Mini Mental State Exam,
instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
seseorang dalam berfikir atau menguji aspek-aspek
kognitif apakah ada perbaikan atau semakin buruk.
STEP 2 (IDENTIFIKASI MASALAH)
1. Prinsip
etik apa yang berhubungan dengan kasus tersebut?
2. Dilema
etik apa yang dialami Tn.X?
3. Mengapa
Tn.X menolak diit yang telah diorderkan oleh dokter dan tidak melanjutkan
pengobatan?
4. Kompliasi
apa yang mungkin timbul dari kasus tersebut?
5. Apa
pengaruh penyakit yang diderita Tn.X terhadap lingkungan dan aktivitasnya?
6. Tindakan
apa yang harus di lakukan tenaga kesehatan atau perawat ketika melihat pasien
dengan tingkah laku seperti Tn.X?
7. Bagaimana
peran perawat untuk meningkatkan psikologis pasien?
8. Informed
concent apa yang diberikan pada Tn.X?
9. Bagaimana
seorang perawat untuk menangani keinginan untuk makan makanan kesukaan pasien?
10. Jelaskan
definisi dari MSA tipe SDS?
STEP 3 (ANALISA MASALAH)
1. Fidelity
(ketaatan), beneficience (berbuat baik), otonomi (hak), veracity (kejujuran).
2. Tn.X
menolak pengobatan pemasangan NGT dan tetap ingin memakan makanan kesukaannya.
Tn.X beranggapan bahwa hidupnya tidak lama lagi.
Dilemma
etik: adanya perbedaan prinsip antara petugas medis yang ingin melakukan
kebaikan dengan pasien yang ingin menggunakan haknya sendiri untuk melakukan
apa yang ia inginkan.
Solusi:
perawat memberikan informed concent secar detail tentang pengobatan dan resiko
jika tidak melakukan pengobatan kepada pasien dan keluargannya tetapi jika
pasien menolak pasien harus mendatanganin penolakan informed concent.
3. Karena
Tn.X merasa sisa umurnya tidak akan lama lagi sehingga Tn.X ingin mengahabiskan
sasa umurnya dengan memakan makanan yang ia sukai sehingga ia menolak untuk
diit.
4. Hipotensi,
retensi urine, konstipasi, ataksia, kekakuan dann instability postural.
5. Berkurangnya
aktivitas pasien seperti: OR, bekerja dan yang lainnya. Serta terbatasnya
pergaulan pasien dengan masyarakat sekitar (sosialisasi).
6. Melakukan
tindakan keperwatan yang maksimal, memberikan terapi obat-obatan seperti:
parkinsonism untuk melatif otot-otot yang kaku, hipotensi orthostatic alat
untuk menstabilkan perbuhan tiba-tiba pada TD, urinary retenkon untuk belajar
memasukan kateter sendiri, urinary incontinence untuk merilekskan otot pada
kandung kemih, sembelit dan disfungsi ereksi.
7. Dengan
cara memotivasi, meningkatkan rasa percaya diri pasien, memberikan siraman
rohani, memberikan penkes kepada keluarga dan bekerjasama dengan
keluarga/orang-orang terdekatnya untuk selalu mesupport Tn.X.
8. Informed
concent pemasangan NGT agar nutrisi dalama tubuh pasien terpenuhi. Informed
yang lain yang bisa diberikan meliputi: penyakit yang diderita, pengobatan yang
akan dijalani, terapi yang akan diberikan dan komplikasi yang muncul pada
penyakit yang diderita.
9. Dengan
cara pemberian infomasi bahanya penyakit tersebut jika Tn.X mengkonsumsi
makanan tersebut. Selain itu juga bisa meminta bantuan kepada keluarga pasien
tentang hal-hal yang beresiko membahayakan pasien. Berikan penjelasan tentang
resiko yang akan muncul akibat memakan makanan tersebut. Memotivasi dan
memberikan penkes mengenai makanan dan pemenuhan nutrisi. Memberikan asupan
vitamin.
10. Penyakit
system saraf yang mengalami kemunduran atau kekurangan fungsi yang menyebabkan
gangguan yang sangat progresif, fatal yang membuat otot kaku dan menyebebkan
masalah dengan gerakan, hilangnya koordinasi dan kerusakan fungsi pada proses
tubuh bagian dalam.
STEP 5 (LEARNING ISSUE)
1. Mahasiswa
mampu memahami Konsep Dasar :
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi
klinis
d. Pemeriksaan
penunjang
e. Penatalaksanaan
f. Pencegahan
dan pengobatan
g. Komplikasi
2. Mahasiswa
mampu memahami Konsep Dasar Asuhan Keperawatan :
a. Intervensi
dan Implementasi
3. Dilema etik yang muncul di kasus tersebut.
4. Untuk mengetahui peran-peran yang muncul pada
kasus tersebut.
5. Untuk mengetahui payung hukum dalam praktik
keperawatan.
STEP
6 (BELAJAR MANDIRI)
Ketua membagikan tugas kepada
anggotanya untuk mencari materi dari sumber : Buku dan Internet.
1. Definisi
dari MSA ditugaskan kepada
2. Etiologi
dari MSA ditugaskan kepada
3. Manifestasi
klinis MSA dari ditugaskan kepada
4. Komplikasi
dari MSA ditugaskan kepada
5. Intervensi
keperawatan MSA ditugaskan kepada
6. Payung
hukum praktik keperawatan ditugaskan kepada
7. Dilema
etik yang mucul ditugaskan kepada
8. Penyelesaian
dilema etik ditugaskan kepada
9. Peran-peran
orang yang terlibat dalam kasus ditugaskan kepada
STEP
7 (SINTESIS)
A.
Konsep
Dasar MSA
1.
Definisi
Multiple System Atrophy adalah gangguan neurologis yang
langka yang merusak tubuh secara fungsi otonom, meliputi tekanan darah, denyut
jantung, fungsi kandung kemih dan pencernaan. Sebelumnya penyakit ini disebut
dengan syndrome Shy dragger, gejalanya sama dengan penyakit Parkinson, seperti
gerakan lambat, kekakuan otot dan kurangnya keseimbangan.
2.
Etiologi
MSA dikaitkan dengan kerusakan dan penyusutan ( atrofi )
dari bagian-bagian otak Anda ( serebelum , ganglia basal dan batang otak ) yang
mengatur fungsi tubuh internal pencernaan dan kontrol motor .
MSA dikaitkan dengan kerusakan dan penyusutan bagian otak
(serebelum, ganglia basal dan batang otak) yang mengatur fungsi internal
pencernaan dan kontrol motorik. Dilihat dari mikroskop jaringan otak dengan MSA
mengungkapkan sel-sel saraf yang mengandung jumlah abnormal protein yang disebut
alpha-synuclein.
3.
Manifestasi
Klinis
a.
Selain itu, tanda utama dari multiple system atrophy
adalah :
·
postural hipotensi, keadaan tekanan daeah rendah ketika anda
berdiri dari duduk atau berbaring.
b.
Memiliki kesulitan lain dengan fungsi tubuh yang terjadi secara
sukarela (otonom) , termasuk :
·
Impotensi dan hilangnya libido ( pada pria )
·
Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus (
inkontinensia )
·
Penurunan produksi keringat , air mata dan air liur
·
Kontrol Gangguan suhu tubuh , sering menyebabkan tangan
dingin atau kaki serta intoleransi panas karena gangguan berkeringat
·
Sembelit
·
Detak jantung tidak teratur
·
Kesulitan mengendalikan emosi
·
gangguan tidur
·
Abnormal pernapasan di malam hari
4.
Komplikasi
a. Kelainan pernapasan.
b. Resiko cedera karena
jatuh terkait dengan gangguan berjalan atau pingsan.
c. Imobilitas progresif yang dapat
menyebabkan masalah sekunder seperti kerusakan pada kulit.
d. Kehilangan
kemampuan untuk merawat diri sendiri dalam kegiatan sehari- hari (dari mandi
untuk menyikat gigi )
e. Kelumpuhan pita suara, yang membuat sulit bicara dan sulit
bernapas.
f. Peningkatan
kesulitan menelan.
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Intervensi
Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kerusakan mobilitas fisik b.d tremor otot, regiditas,
bradikinesia
|
1. Kesulitan pergerakan berkurang
2. Tremor berkurang atau tidak ada
3. Pasien dapat melakukan ADL secara mandiri.
|
1. Kaji adanya regiditas, tremor, kesulitan bergerak, bradikinesia setiap 8
jam
2. Tetapkan derajat ambulasi ( ketergantungan atau mandiri )
3. Bantu pasien melakukan ambulasi
4. Lakukan ROM aktif
5. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam penyediaan alat pergerakan
6. Anjurkan pasien untuk merubah posisi
7. Lakukan program pengobatan dan observasi respon obat
|
1. Kurangnya dopamin menimbulkan tanda – tanda MSA
2. Menentukan rencana lebih lanjut
3. Memenuhi kebutuhan aktivitas
4. Mencegah kontaktur dan kelemahan
5. Membantu dalam latihan pergerakan
6. Mencegah trauma pada daerah tertekan
7. Membantu memulihkan pergerakan
|
2.
|
Resiko injurib.d tremor otot, regiditas, bradikinesia
|
1. Kesulitan pergerakan berkurang
2. Tremor berkurang atau tidak ada
3.
Pasien dapat melakukan ADL
secara mandiri.
|
1. Monitor fungsi motorik dan keseimbangan berjalan
2. Bantu ambulasi sesuai kebutuhan
3. Berikan alat bantu tongkat, walkers, kursi roda sesuai kebutuhan
4. Jelaskan pada pasien untuk merubah posisi dengan pelan – pelan
5. Jelaskan pada pasien setelah bangun tidur tidak langsung melakukan
pergerakan
6. Gunakan kursi, kamar mandi yang ada pegangannya
7. Penerangan yang cukup dan lantai tidak licin serta pemakaian alas kaki
tidak licin
|
1. Menetapkan kemungkinan jatuh
2. Mencegah resiko jatuh
3. Membantu melakukan pergerakan dan mengurangi resiko jatuh
4. Menghindari jatuh
5. Postural hipotensi kemungkinan terjadi sehingga dapat mengakibatkan
pasien jatuh
6. Menghindari resiko jatuh
7. Mengurangi resiko jatuh
|
3.
|
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d tremor otot, regiditas, bradikinesia, dan efek pengobatan, kesulitan mengunyah
dan menelan
|
1.
Berat badan meningkat secara
bertahap
2.
Tanda-tanda anemia tidak ada
3.
Pasien dapat menghabiskan
makanan sesuai porsi
|
1. Monitor berat badan setiap 3 hari
2. Catat intake makan
3. Berikan makanan yang mudah dikunyah dan ditelan
4. Posisi kepala ditinggikan saat memberikan makan
5. Berikan pengobatan sebelum makan
6. Berikan makanan dengan tinggi kalori
7. Monitor tanda – tanda anemia hasil Hb.
|
1. Perubahan berat badan menentukan status nutrisi
2. Menentukan asupan makanan
3. Membantu memudhkan makanan masuk
4. Menghindari terjadinya aspirasi
5. Mengurangi tremor dan kekakuan otot mengunyah
6. Mempertahankan intake yang adekuat
7. Menentukan status nutrisi
|
4.
|
Tidak efektifnya koping individu dan keluarga b.d
perubahan gaya hidup, peran, dan konsep diri
|
1.
Pasien dapat mendemonstrasikan
koping yang efektif
2.
Pasien dapat memandang secara
realistik tentang penyakitnya
3.
Pasien dapat mengekspresikan
perasaan kehilangan dan berespon positif terhadap keadaan dirinya
4.
Pasien kooperatif dan berpartisipasi
dalam perawatan dirinya
|
1. Kaji perilaku dan mekanisme koping pasien
2. Gali perasaan dan ketakutan terhadap penyakitnya
3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan secara verbal tentang
gambaran masa depan
4. Libatkan pasien untuk berpartisifasi dalam perawatan diri sesuai
kemampuannya
5. Hargai kemampuan yang telah dimiliki pasien
6. Kolaborasi dengan psikolog atau psikiater dalam meningkatkan kemampuan
koping pasien
|
1. Penyakit MSA dapat menimbulkan perubahan prilaku dan gaya hidup
2. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perassannya
3. Membantu menurunkan ketegangan
4. Pasien merasa dihargai dan meningkatkan harga diri
5. Menigkatkan harga diri pasien
6. Membantu meningkatkan koping yang positif
|
5.
|
Sindrom perawatan diri b.d tremor otot, regiditas,
bradikinesia
|
1. Kesulitan bergerak berkurang
2. Tremor berkurang atau tidak ada
3. Pasien dapat melakukan ADL secara mandiri
|
1. Beri kesempatan pasien untuk melakukan perawatan dirinya jika mungkin
2. Bekerjasama dengan fisioterapi dan occupational terapi untuk menentukan
metode terbaik dalam melakukan aktifitas
3. Latih pasien untukmelakukan ADL dari yang paling ringan sampai ke tahap
kompleks
4. Bantu pasien seminimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
|
1.
Melatih bersikap mandiri dalam
perawatan dirinya
2.
Bekerja tim untuk melatih
kemampuan pasien dan teknik adaptasi
3.
Melatih secara bertahap
kemampuan ADL
4.
Terpenuhinya kebutuhan
sehari-hari pasien
|
C.
Dilema
Etik
Menghadapi
penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau pengobatan Masalah ini
sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan
sebagaialternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan
orang untuk mencari jalan
sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja
terjadi dandipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat,keuangan, social
dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan
keperawatanmerupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak
memilih, menolaksegala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan
dirinnya, yang perlu dilakukanoleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini
sehingga tidak terjadi konflik sehingga menimbulkanmasalah-masalah lain yang
lebih tidak etis.
D.
Peran Yang Terlibat
1.
Pasien
2.
Perawat
3.
Dokter
4.
Mantan Isteri
5.
Anak
E. Payung Hukum
Dasar
Perlindungan Hukum
1. Pasal
53 (1) UU 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
a. Tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan profesinya.
b. Tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien.
c. Tenaga
kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis terhadap
seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
2. Ketentuan
mengenai standar profesi dan hak-hak pasien diatur dalam peraturan pemerintah.
a. Pasal
54
Terhadap tenaga kesehatan
yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksankan tugas profesinya dapat
dikenakan tindakan sangsi.
b. Penentuan
ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan
oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
c. Ketentuan
mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan ditetapkan dengan keputusan presiden.
d. Pasal
24 (1) PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yg melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yg melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
e. Pasal
344 KUHP “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara
selama-lamanya duabelas tahun.”
3. Pasal
299 KUHP
a. Barangsiapa
dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan
memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu
kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
b. Bila
yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang dokter,
bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
Bila yang bersalah
melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka haknya untuk
melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.
Comments