Minggu, 31 Desember 2017

PENANGANAN NYERI NON FARMAKOLOGI

2.5.      Penanganan Nyeri Non Farmakologi
1.      Distraksi
Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat dilakukan adalah:
a.       Melakukan hal yang sangat disukai, seperti membaca buku, melukis, menggambar dan sebagainya, dengan tidak meningkatkan stimuli pada bagian tubuh yang dirasa nyeri.
b.      Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan nyeri.
c.       Bernapas lembut dan berirama secara teratur.
d.      Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.

2.      Therapy musik.
Therapy musik adalah proses interpersonal yang digunakan untuk mempengaruhi keadaan fisik, emosional, mental, estetik dan spiritual, untuk membantu  klien meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya.
Therapy musik digunakan oleh individu dari bermacam rentang usia dan dengan beragam kondisi; gangguan kejiwaan, masalah kesehatan, kecacatan fisik, kerusakan sensorik, gangguan perkembangan, penyalahgunaan zat, masalah interpersonal dan penuaan. Therapy ini juga digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, membangun rasa percaya diri, mengurangi stress, mendukung latihan fisik dan memfasilitasi berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan kesehatan.
3.      Reframing
Reframing merupakan tehnik yang mengajarkan untuk memonitor/mengawasi pikiran negatif dan menggantinya dengan salah satu pikiran yang lebih positif. Ajarkan klien yang memandang  nyeri dengan ekspresi negatif seperti , “ saya tidak kuat menahan rasa nyeri  ini, rasa nyeri ini tidak pernah berakhir” tetapi ganti (reframing)  pandangan klien dengan “saya pernah merasakan nyeri ini sebelumnya, dan nyeri ini akan membaik (berkurang)”
4.      Massage atau pijatan
Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan lunak yang bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau terkadang psikologi. Pijatan dilakukan dengan penekanan terhadap jaringan lunak baik secara terstruktur ataupun tidak, gerakan-gerakan atau getaran, dilakukan menggunakan bantuan media ataupun tidak. Beberapa teknik massage yang dapat dilakukan untuk distraksi adalah sebagai berikut;
a.       Remasan. Usap otot bahu dan remas secara bersamaan.
b.      Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat dan bergantian tangan.
c.       Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya memutar sepanjang tulang punggung dari sacrum ke bahu.
d.      Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih halus dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
e.       Petriasi. Menekan punggung secara horizontal. Pindah tangan anda dengan arah yang berlawanan, menggunakan gerakan meremas.
f.       Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung-ujung jari untuk mengakhiri pijatan.
5.      Guided Imaginary
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengalihkan persepsi rasa nyeri  dengan mendorong pasien untuk mengkhayal dengan bimbingan. Tekniknya sebagai berikut:
a.       Atur posisi yang nyaman pada klien.
b.      Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra.
c.       Mintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan sambil merelaksasikan tubuhnya.
d.      Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara lagi.
e.       Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien siap.
6.      Biofeedback
Latihan biofeedback merupakan cara lain untuk membatu klien ketika mengalami nyeri, khususnya bagi seseorang yang sulit merileksasi ketegangan otot.  Biofeedback merupakan sebuah peroses individu untuk belajar mempengaruhi respon psisiologis diri. Melalui biofeedback klien dapat merubah pengalaman tentang rasa nyeri yang sedang dirasakan.
7.      Relaksasi
Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis.
Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi autogenic. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko.
Ketika melakukan relaksasi autogenic, seseorang membayangkan dirinya berada didalam keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan napas dan detakan jantung. Langkah-langkah latihan relaksasi autogenic adalah sebagai berikut:
1)      Persiapan sebelum memulai latihan
a.       Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam.
b.      Atur napas hingga napas menjadi lebih teratur.
c.       Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil katakan dalam hati ‘saya damai dan tenang’.
2)      Langkah 1 : merasakan berat
a.       Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur, ringan, sehingga terasa sangat ringan sekali sambil katakana ‘saya merasa damai dan tenang sepenuhnya’.
b.      Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki.
3)      Langkah 2 : merasakan kehangatan
a.       Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat, sambil mengatakan dalam diri ‘saya merasa senang dan hangat’.
b.      Ulangi enam kali.
c.       Katakan dalam hati ‘saya merasa damai, tenang’.
4)      Langkah 3 : merasakan denyut jantung
a.       Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.
b.      Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang. Sambil katakana ‘jantungnya berdenyut dengan teratur dan tenang’.
c.       Ulangi enam kali.
d.      Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
5)      Langkah 4 : latihan pernapasan
a.       Posisi kedua tangan tidak berubah.
b.      Katakan dalam diri ‘napasku longgar dan tenang’
c.       Ulangi enam kali.
d.      Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
6)      Langkah 5 : latihan abdomen
a.       Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat.
b.      Katakan dalam diri ‘darah yang mengalir dalam perutku terasa hangat’.
c.       Ulangi enam kali.
d.      Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
7)      Langkah 6 : latihan kepala
a.       Kedua tangan kembali pada posisi awal.
b.      Katakan dalam hati ‘kepala saya terasa benar-benar dingin’
c.       Ulangi enam kali.
d.      Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’.
8)      Langkah 7 : akhir latihan
Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang napas pelan-pelan sambil membuka mata.
8.      Cutaneous Stimulation (simulasi pada area kulit)
Counterstimulation (rangsangan pada area kulit) merupakan istilah yang digunakan untuk mengindentifikasi tehnik yang dipercaya dapat mengaktifkan opioid endogen, sebuah sistem analgesic monoamin. intervensi ini cukup efektif menurunkan bengkak melalui cryotherapy (aplikasi dingin), menurunkan kekakuan (memalui aplikasi panans), dan meningkatkan input serabut saraf yang berdiameter besar untuk memblok pesan nyeri yang dihantarkan oleh serabut saraf diameter kecil (melalui aplikasi panas, dingin, tekanan, getaran, atau pijatan). 
Panas dan dingin dapat memproduksi analgesia untuk mengurangi nyeri. Terapi panas meningkatkan aliran darah, meningkatkan metabolism jaringan, menurunkan kekuatan vasomotor, dan meningkatkan vikoelasitas jaringan rawan /penyambung sehingga efektif untuk mengurangi nyeri sendi atau kekakuan sendi. tetapi penggunaan terapi panas perlu di control karena dapat meningkatkan bengkak dan peroses peradangan. Terapi dingin pun mempunyai beberapa keunggulan:
·         Mengurangi bengkak dengan menurunkan aliran darah
·         Menurunkan peradangan
·         Mengurangi demam
·         Mengurangi sepasme otot
·         Meningkatkan ambang batas nyeri sehingga mengurangi nyeri
9.      Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada area cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah ke suatu area dan memungkinkan menurunkan nyeri dengan mempercepat kesembuhan.

10.   Stimulasi saraf elektris transkutan
Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non- nosiseptor). Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate kontrol.


11.  Hypnosis

Adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri yang dicapai melalui gagasan- gagasan ang disampaikan oleh penghipnosisan. Mekanisme kerja hypnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantarai oleh system endokrin. Keefektifan hypnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
12.  Akupuntur
Akupuntur adalah tehnik pengobatan tradisional yang berasal dari Cina untuk memblok chi dengan menggunakan jarum dan menusukkannya ke titik-titik tubuh tertentu yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan yin dan yang.
2.6.      Keuntungan Dan Kekurangan Jenis-Jenis Terapi Non Farmakologi
Intervensi
Keuntungan
Kekurangan
Relaksasi, Imagery (Guide Imagery), Biofeedback, distraksi, dan reframing
1.      Dapat menurunkan nyeri dan kecemasan tanpa penggunaan obat yang dapat menimbulkan efek samping
2.      Dapat digunakan atau dijadikan sebagai terapi tambahan (adjuvanty teraphy) dengan terapi modalitas lainnya 
3.      Dapat meningkatkan Kontrol pasien terhadap rasa nyeri
4.      Biaya tidak mahal, tidak membutuhkan alat khusus dan mudah dilakukan   
1.      Klien harus selalu di motivasi untuk menggunakan strategi manajemen diri  (self-management strategies)
2.      Membutuhkan waktu khusus untuk mengajarkan intervensi kepada klien
Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai nyeri
1.      Efektif dalam memperbaiki kemampuan klien untuk mengikuti aturan pengobatan dalam menurunkan nyeri
2.      Mendukng perawatan diri (self-care)/kemandirian  dalam perawatan nyeri dan manajemen efek samping obat.   
1.      Membutuhkan waktu khusus untuk mengajarkan kepada klien mengenai aturan pengobatan
Psikoterapi, hipnosis, dan structured support
1.      Menurunkan yeri dan kecemasan bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam mengatasi (memanajemen) nyeri
2.      Dapat meningkatkan kemampuan koping (coping skills)klien
1.      Membutuhkan keahlian  khusus/seoarang terapis
Cutaneous stimulation (simulasi kulit atau bagian superfisial ) : kompres hangat, dingin, dan pijat (Massage)
1.      Dapat mengurangi nyeri, inflamasi, atau sepasme otot
2.      Dapat digunakan sebagai terapi tambahan (adjuvanty teraphy) bersama dengan terapi modalitas lainnya.
3.      Relative mudah untuk digunakan
4.      Dapat diberikan oleh pasien sendiri atau keluarga
5.      Harganya relatif  murah
1.      Panas dapat meningkatkan pendarahan dan edema setelah pada luka akut
2.      Dingin kontraindikasi  jika digunakan diatas jaringan yang iskemik.
TENS (Transcuntaneous Electrical Nerve Stimulation)
1.      Mengurangi nyeri tanpa efek samping yang ditimbulkan obat anti nyeri
2.      Dapat digunakan sebagai terapi tambahan (adjuvanty teraphy) bersama dengan terapi modalitas lainnya.
3.      Memberikan kemampuan kepada klien untuk mengontrol nyeri
1.      Membutuhkan seorang terapi ahli
2.      Resiko infeksi dan perdarahan
Akupuntur
1.      Mengurangi nyeri tanpa efek samping
2.      Dapat digunakan sebagai terapi tambahan (adjuvanty teraphy) bersama dengan terapi modalitas lainnya.
 
1.      Membutuhkan seorang terapi ahli
Sumber: Acute Pain Management Guideline Panel. [1992]. Acute pain management: perative or medical procedures and trauma. Clinicalpractice guideline. [AHCPR Publication No. 92-0033]. Rockville, MD: Agency for Health Care Policy and Research


BAB III
PENUTUP
3.1.      Kesimpulan
Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini dipersepsikan berbeda pada tiap orang. Dalam konteks asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman yang dialami oleh klien diatasi oleh perawat melalui intervensi keperawatan.
Intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah nyeri berupa non farmacological pain management antara lain distraksi, relaksasi dan guided imaginary. Selain itu terdapat pula beberapa therapy non farmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri seperti misalnya akupuntur oleh akupunturist, therapy music, pijatan, dan guided imaginary yang dilakukan oleh seseorang yang ahli dibidangnya dan disebut sebagai therapist.
3.2.      Saran
Perawat dituntut untuk mempunyai kapasitas yang memadai sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan yang adekuat terhadap nyeri yang dirasakan oleh pasien, untuk itu diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai nyeri dan penangannya dimana hal ini bisa dilakukan dalam masa pendidikan maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan secara terpadu.
Perawat dituntut untuk mampu menjembatani kepentingan pasien terkait dengan nyeri dan penanganannya sesuai dengan kebutuhan pasien. Pengetahuan dan ketrampilan mengenai penanganan nyeri baik pendekatan non farmakologis maupun farmakologis serta tindakan yang lainnya mutlak diperlukan dan dikuasai oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Baresford, Larry.1998. A piece of pain Relief. Chicago : Hospital and Health Network.
Hilton. A.P. 2004. Fundamental Nursing Skills. USA : Whurr Publisher Ltd
Kozier,et.al. 2004.  Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh  edition. United States: Pearson Prentice Hall
Parrott T.2002. Pain Management in Primary-Care Medical Practice. In: Tollison CD, Satterthwaithe JR, Tollison JW, eds. Practical Pain Management. 3rd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins
Potter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book

TEORI TENTANG NYERI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seorang pasien yang sedang mengalami nyeri umumnya berharap kepada perawat agar rasa nyeri yang sedang dialaminya dapat segera menghilang atau berkurang, mereka membutuhkan keadaan terbebas dari nyeri- pain relief. Tetapi bagi perawat, memenuhi permintaan tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah. Setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan orang lain terhadap nyeri yang mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong perawat untuk meningkatkan kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa nyaman bagi klien dan mengatasi rasa nyeri. Hal yang sangat mendasar bagi perawat dalam melaksanakannya adalah kepercayaan perawat bahwa rasa nyeri yang dialami oleh kliennya adalah sungguh nyata terjadi, kesediaan perawat untuk terlibat dalam menghadapi pengalaman nyeri yang dialami oleh klien dan kompetensi untuk terus mengembangkan upaya-upaya mengatasi nyeri atau pain management.
Rasa nyeri telah diidentifikasi sebagai alasan utama seseorang mencari pertolongan kepada petugas kesehatan dan mengkonsumsi obat-obatan. Sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh Donovan pada tahun 1995 mengungkapkan bahwa banyak orang mengalami nyeri selama beberapa tahun terakhir, rasa nyeri tersebut antara lain; nyeri kepala, nyeri punggung, dan nyeri sendi dengan frekuensi terbesar.
Strategi keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa nyaman bagi pasien yang sedang mengalami nyeri, bersifat non farmakologi. Sebagaimana diketahui bahwa perawat tidak memiliki wewenang untuk memberikan resep obat-obatan (intervensi farmakologikal) penghilang nyeri kepada pasien. Tindakan mengatasi nyeri – pain management, yang dapat dilakukan oleh perawat sebagai penyedia asuhan keperawatan akan diuraikan lebih lanjut didalam diktat ini.


1.2. Tujuan Penulisan
1)      Tujuan umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kebutuhuan Dasar Manusia 1
2)      Tujuan khusus
·         Untuk mengetahui definisi nyeri
·         Untuk mengetahui etiologi nyeri
·         Untuk mengetahui cara penanganan nyeri non farmakologi
·         Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penanganan nyeri non farmakologi
1.3. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I             PENDAHULUAN
1.1              Latar belakang
1.2              Tujuan penulisan
1.3              Sistematika penulisan
BAB II                        PEMBAHASAN
2.1              Definisi Nyeri
2.2              Etiologi Nyeri
2.3              Klasifikasi Nyeri
2.4              Patofisiologi Nyeri
2.5              Penanganan Nyeri Non Farmakologi
2.6              Kelebihan dan kekurangan Terapi Nyeri Non Farmakologi
BAB III          PENUTUP
3.1              Kesimpulan
3.2       Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.      Definisi Nyeri
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai “an unpleasant sensory and emotional experience which we primarily associate with tissue damage or describe in terms of such damage, or both.” Definisi ini menyatakan bahwa nyeri merupakan phenomena kombinasi dari aspek sensory, emosional, dan kognitif dan eksistensi dari keadaan pathology fisik tidaklah mutlak muncul pada pasien yang sedang mengalami nyeri.  (The IASP, dalam Parrot,2002)
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat individual. Walaupun demikian nyeri dapat pula diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain
2.2.      Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
a.      Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.
b.      Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas atau dingin.
c.       Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
d.      Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
e.       Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase.
f.       Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
g.      Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organic, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena factor ini disebut pula psychogenic pain.
2.3.      Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
1.      Nyeri berdasarkan tempatnya
1)      Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada mukosa, kulit.
2)      Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3)      Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4)      Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.
2.      Nyeri berdasarkan sifatnya
1)      Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2)      Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.
3)      Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
3.      Nyeri berdasarkan berat-ringannya
1)      Nyeri rendah , yaitu nyeri dengan intensitas rendah
2)      Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3)      Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

4.      Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
1)      Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
2)      Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.4.      Patofisiologi Nyeri
Berdasarkan karakteristik klinis yang muncul, timbul banyak opini mengenai jenis-jenis mekanisme terjadinya nyeri. Sebuah klasifikasi berdasarkan patofisiologi, membagi secara luas sindrom nyeri, yaitu  nociceptive, neuropathic, psychogenic, campuran atau idiopathic. Sedangkan dalam diktat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai patofisiologi nyeri nociceptive.
Secara klinis, sensasi nyeri dikatakan “nociceptive” jika nyeri tersebut secara langsung berkaitan dengan derajat kerusakan jaringan.  Nyeri nociceptive yang terjadi diasumsikan sebagai hasil dari aktivasi normal system nociceptive oleh noxious stimuli. Nociception terdiri dari empat proses : transduction, transmission, modulation dan perception.
Somatosensory secara normal memproses kerusakan jaringan yang didalam prosesnya terjadi interaksi antara system saraf afferent dan inflamasi yang menyertai.
Nociceptors (serabut delta A dan C) termasuk didalam System afferent primer, adalah  saraf efferent dengan diameter kecil dan merespon kepada noxious stimuli dan dapat ditemukan dikulit, otot, sendi dan jaringan visceral tubuh. Noxious stimuli yang dimaksud adalah Bradikinin, Prostaglandin dan substansi/zat P.
a.      Bradikinin.
Merupakan vasodilator kuat yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan mengkonstriksi otot halus. Zat ini mempunyai peran penting dalam proses kimia dari nyeri, baik ditempat sebuah luka terjadi bahkan sebelum impuls yang dikirim sampai keotak. Zat ini merangsang pelepasan Histamin dan bersamaan dengan histamine menyebabkan kemerahan, bengkak dan nyeri biasanya akan lebih diperhatikan bila timbul peradangan.
b.      Prostaglandin.
Merupakan zat yang menyerupai hormone yang mengirim stimuli nyeri tambahan ke system saraf pusat.
c.       Substansi/zat P.
Merupakan zat yang dipercaya bertindak sebagai stimulant dilokasi reseptor nyeri  dan mungkin juga terlibat dalam respon inflamasi (peradangan) di jaringan local  (Fuller & Schaller-Ayers,1990 dalam Taylor, 1993)
Proses nociceptive dimulai dengan aktivasi receptor-receptor spesifik ini, yang mengarah ke transduksi; sebuah proses yang menyebabkan terjadinya depolarisasi saraf peripheral akibat terpajannya saraf dengan stimulus yang tepat.
Setelah depolarisasi terjadi, transmisi dari informasi berlanjut ke akson disepanjang medulla spinalis menuju otak. Kemudian terjadilah proses perubahan bentuk sinyal (modulasi) terhadap input disetiap tingkatan neuroaksis. Perubahan  ini melibatkan aktiivitas saraf afferent dan efferent, dan terjadi di bagian dorsal horn dari medulla spinalis. Informasi yang sampai dihipothalamus dan struktur otak lain kemudian dikenali sebagai rasa nyeri. Proses ini disebut  perception.


DAFTAR PUSTAKA
Baresford, Larry.1998. A piece of pain Relief. Chicago : Hospital and Health Network.
Hilton. A.P. 2004. Fundamental Nursing Skills. USA : Whurr Publisher Ltd
Kozier,et.al. 2004.  Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh  edition. United States: Pearson Prentice Hall
Parrott T.2002. Pain Management in Primary-Care Medical Practice. In: Tollison CD, Satterthwaithe JR, Tollison JW, eds. Practical Pain Management. 3rd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins
Potter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book


Featured Post

LEAFLET KEHAMILAN TIDAK DI INGINKAN (KTD)

yang ingin Edit bisa di download Link di bawah DOWNLOAD