Sabtu, 22 Juli 2017

SOP TERAPI RELAKSASI PROGRESIF

Standard Operational Procedure (SOP)

Therapy of Progressive Relaxation Technique
Standar Operasional Prosedur (SOP)





No
Langkah-langkah
1.
Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital




2.
Jelaskan Kembali tujuan, manfaat, prosedur dan pengisian lembaran persetujuan

 terapi kepada klien





3.
Pasien duduk bersandara di kursi yang sudah di sediakan


4.
Lakukan latihan nafas dalam dengan menarik nafas melalui hidung

5.
Gerakan pertama, menggengam tangan kiri dan kanan sambil membuat


 suatu kepalan. (setiap gerakan dihitung 10 hitungan oleh peneliti). 


Pada akhir setiap gerakan klien dipandu untuk ekspirasi maksimal.

6.
Gerakan kedua, menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan

sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengah bawah menegang, jari-

jari menghadap ke langit-langit.




7.
Gerakan ketiga, diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi

kepalan kemudian  membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot biceps akan

menjadi tegang.






8.
Gerakan keemapat, mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya keakan-akan bahu

akan dibawa hingga menyentuh telinga.




9.
Gerakan kelima, mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya

keriput.

10.
Gerakan keenam, menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan

di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

11.
Gerakan ketujuh, mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga

ketegangan di sekitar otot-otot rahang.




12.
Gerakan kedelapan, bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan

ketegangan di sekitar mulut.





13.
Gerakan kesembilan, menekankan kepala pada permukaanbantalan kursi

sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang

leher dan punggung atas.





14.
Gerakan kesepuluh, gerakan ini dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari

sandaran, kemudian penggung dilengkungkan, lalu busungkan dadanya. Sehingga

dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.


15.
Gerakan ke sebelas, gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh

dari sandaran, kemudian punggung dilengkungka, lalu busungkan dada. Kondisi

tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks.


16.
Gerakan kedua belas, pada gerakan ini, klien diminta untuk menarik nafas panjang

untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan

selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian

turun ke perut. Dilakukan sebanyak 2 kali.



17.
Gerakan ketiga belas, gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut

ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dan keras.

Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan

awal untuk perut ini.





18.
Gerakan keempat belas, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak

kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci

lutut, sedemikian sehingga ketegangan pindah ke otot-otot betis.


(Setyoadi dan Kusharyadi, 2011).






Konsep Lansia

A.     Lansia
1.      Definisi
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dengan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dimasa ini akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011). 
2.   Klasifikasi pada Lansia
Menurut organisasi kesehtan dunia,WHO (1999) dalam Azizah, (2011), ada 4 kelompok yaitu :
1)    Usia pertengahanusia 46 sampai 59 tahun.
2)    Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun.
3)    Usia lanjut tua (Old) yaitu antara75 sampai 90 tahun
4)    Usia sangat tua (Very Old) yaitu usia diatas 90 tahun.
3.   Proses menua pada Lansia
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Azizah, 2011).
Proses menua atau menjadi tua ini adalah kombinasi dari (Darmojo, 2009):
a.      Suatu proses yang telah di tentukan secara genetic pada setiap spesies.
b.      Adanya kerusakan sel, jaringan dan organ tubuh akibat radikal bebas yang dapat berbentuk dalam badan sendiri.
c.      Peristiwa menua akibat metabolisme badan sendiri, antara lain karena kalori yang berlebihan atau kurang aktivitas dan sebagainya.
4.    Masalah yang umum pada lansia
Lansia dapat menjalani proses menua secara normal sehingga dapat menikmati kehidupan yang bahagia dan mandiri. Proses menua yang sukses merupakan suatu kombinasi dari tiga komponen: penghindaran dari penyakit dan ketidak mampuan, pemeliharaan kapasitas fisik dan kognitif yang tinggi di tahun-tahun berikutnya dan keterlibatan secara aktif dalam kehidupan yang berkelanjutan (Azizah, 2011).
Masalah-masalah yang berhubungan dengan usia lanjut adalah masalah kesehatan baik kesehatan fisik maupun mental, masalah sosial, masalah ekonomi, dan masalah psikologis. Banyak orang menghadapi proses penuaan dengan keprihatinan. Di banyak Negara, penuaan dikaitkan dengan ketidak mampuan, defisit kognitif, dan sendirian (Azizah, 2011).
Proses menua merupakan sebuah waktu untuk berbagai kehilangan : kelihangan peran sosial akibat pensiun, kehilangan mata pencaharian, kehilangan teman dan keluarga (Azizah,2011).
Ketika manusia semakin tua, mereka cenderung untuk mengalami mesalah-masalah kesehatan yang lebih menetap dan berpotensi untuk menimbulkan ketidakmampuan. Kebanyakan lansia memiliki satu atau lebih  mengalami keadaan atau ketidak mampuan fisik yang kronis. Masalah-masalah kronik  yang paling sering terjadi pada lansia adalah artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, penyakit jantung, katarak, deformitas atau kelemahan, ortopedik, sinusitis kronik, diabetes, gangguan pengelihatan (Azizah,2011).
Ketidakmampuan fungsional yang merupakan akibat dari beberapa penyakit medis yang terjadi bersama-sama dan ketidakmampuan ortopedi dan neurologic pada lansia merupakan sesuatu kehilangan yang besar. Ketidakmampuan fisik tampaknya membawa jumlah kejadian hidup negative yang lebih tinggi. Ketidak mampuan fisik secara cepat memnyebabkan keterbatasan untuk melakukan aktivitas sosial atau aktivitas di waktu luang yang bermakna, isolasi dan berkurangnya kualitas dukungan sosial (Azizah,2011).
5.    Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Beberapa perubahan pada lansia diantaranya adalah :
a)     Perubahan fungsi fisik
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin) sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya fleksibelitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri dan mengalami hambatan saat beraktivitas sehari – hari (Azizah, 2011).
Kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhinya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan akibatnya perubahan itu mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan nyeri, dan terganggunya aktivitas sehari – hari (Azizah, 2011).
Pada tulang akan mengalami penurunan kepadatan tulang setelah di obserfasi adalah bagian dari penuaan fisiologis Trabekula longitudinal menjadi tipis dan Trabekula transversal terabsobsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut (Azizah, 2011).
Perubahan sturuktur pada otot sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran dan serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan, penuruna fleksibelitas, peningkatan waktu reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional otot. Pada sendi, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan fasia mengalami penurunan elastisitas(Azizah, 2011).
b)     Perubahan psikososial
Aspek psikososial lansia adalah semua segi yang berhubungan dengan factor-faktor kejiwaan (psikologi) dan akibat sosial dari lansia. Peubahan psikologis terjadi bersama dengan makin lanjut usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala seperti lambatnya berfikir, berkurangnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan (enthusiasm) peningkatan kewaspasaan perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tidur sewaktu siang dan pergeseran libido. Sebenarnya perubahan-perubahan ini terjadi secara perlahan, tetapi progresif dan dimulai pada usia 40 tahun. Ditijau  dari teori, usia lanjut dapat dianggap sebagai kematian atau penurunan dari fungsi tubuh sedik demi sedikit setiap hari (Azizah,2011).
c)     Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih sering disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering ditemukan oleh manula, keluhan ini dianggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti cross sectional dan longitudinal didapat bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan memori, terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia qouetient) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, presepsi dan keterampilan psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu (Azizah, 2011).
d)     Perubahan spiritual
Spitirual adalah kehidupan tidak hanya doa, mengenai Tuhan. Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunya lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi tua. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofi agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan. Pada lansia juga akan ditemukan keadaan merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa, dan cenderung ingin bunuh diri. Sedangkan pada lansia dengan psikosa depresi, terdapat waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi (Azizah, 2011).

Laporan Pendahuluan Rheumatoid Artritis (LP Rheumatoid Artritis)

A.    Rheumatoid Artritis
1.         Definisi
Reumatiod Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan terdapatnya sivovitis erosit sistematik (peradangan erosit lapisan dalam sendi ) yang mengenai jaringan persendian ataupun organ tubuh lainnya (Dand, 2004). Penyakit autoimun terjadi jika sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri. Reumathoid Atritis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial (cairan bening lengket yang dilepaskan oleh membran ). Proses fagositosis (proses yang digunakan oleh sel untuk menelan dan kemudian mencerna partikel nutrisi atau bakteri) menghasilkan enzim-enzim dalam sendi sehingga kolagen terpecah dan terjadi edema, proliferasi ( fase sel saat mengalami pengulangan siklus sel tanpa hambatan) membran sinovial (cairan bening lengket yang dilepaskan oleh membran) dan akhirnya pembentukan pannus (terdapatnya sel radang dengan adanya pembuluh darah yang membentuk tabir pada kornea). Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang (Brunner & Suddarth, 2011).
Rheumatoid artritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, dikerakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, deformitas (Kushariyadi, 2010).
Rheumatoid artritis adalah penyakit yang terutama mengenai sendi, tetapi pada kasus berat dapat mengenai banyak oragan lain, seperti : jantung, paru, sistem saraf, dan mata. Penyakit ini terjadi pada pria dan wanita, tetapi lebih sering pada wanita. Usia wanita biasanya dari pertangahan sampai akhir usia dua puluhan sampai usia pertengahan lanjut. Namun, penyakit juga dapat terjadi di luar rentang usia ini. Rheumatoid artritis adalah keadaan kronik dengan masa-masa gejala menjadi lebih buruk, berkurang, atau hilang total. Penyakit itu sendiri bahkan mungkin hilang, disebut rheumatoid artritis yang padam (Robert, 2010).
Rheumatoid adalah suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma rematik lebih banyak. Artritis adalah rada sendi yang mengakibatkan perubahan bentuk sendi. Rheumatoid Artritis adalah penyakit inflamasi siskemik kronis yang diketahui penyebabnya, di karakteristik oleh kerusakan proliferasi membrane sinovial yang menyebabkan  kerusakan pada tulang sendi ankilosis deformitas (Kushariyadi, 2010)  
Menurut kesepakatan para ahli dibidang Rheumatoid (cabang ilmu yang mempelajari tentang penyakit rheumatoid), tanda dan gejala penyakit rheumatoid artritis adalah nyeri, pembengkakan, dan kekuatan sendi, menjadi lemah. Penderita rheumatoid artritis juga akan mengalami tanda keterbatasan mobilitasi saat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari, dan adanya perubahan bentuk tulang dan sendi. Penderita dapat mengeluh gejala sistem organ lain meskipun tidak biasa. Salah satu yang paling sering adalah nyeri dan kemerahan akibat peradangan berbagai bagian mata (Kusharyadi, 2010).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa rheumatoid artritis adalah penyakit inflamasi non bakterial yang menyerang sendi, penyakit ini biasa terjadi pada pasien pria dan wanita, tetapi lebih sering pada wanita pada usia pertengahan sampai usia lanjut (Lansia).
2.      Penyebab
Penyebab Rheumatoid Artritis belum ditemukan. Tetapi, menurut beberapa teori tentang penyakit persendian ini terjadi saat mekanisme pertahanan tubuh bereaksi melawan agen pencetus. Respon imun menyebabkan pengumpulan sel-sel radang ( limfosit dan makrofag) dalam membrane sinoval. Enzim yang dilepaskan dari sel-sel yang meradang menyebabkan kerusakan tulang dan rawan dalam sendi. Bila tidak diberikan pengobatan, perlahan-lahan akan mengakibatkan deformasi sendi yang lebih parah (Kushariyadi, 2010)
Meskipun penyebab rheumatoid artritis belum ditemukan, diketahui bahwa penyakit ini terjadi saat mekanisme pertahanan tubuh bereaksi terhadap agen pencetus dan mencoba membasminya. Respon imun menyebabkan pengumpulan sel-sel radang (limfosit dan makrofag) dalam membrane sinovial. Enzim yang dilepaskan dari sel-sel yang meradang menyebabkan  kerusakan tulang dan rawan dalam sendi. Bila tidak diberikan pengobatan, perlahan-lahan terjadinya deformitas sendi (Robert, 2010).
Rheumatoid artritis masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor(termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun, faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya rheumatoid artritis dalah jenis kelamin, keturunan, dan infeksi (Aizizah, 2011).
Dua akibat respon peradangan yang menarik adalah pembentukan factor rheumatoid dan nodul rheumatoid. Factor rheumatoid adalah antibody yang dibentuk dalam jumlah besar pada orang dengan penyakit ini dan paling jarang pada artritis lain, jumlah faktor rheumatoid dalam darah dapat diukur dan ini membentuk dasar untuk uji sederhana untuk melihat apakah penderita memiliki penyakit ini (Robert, 2010).
3.      Gejala rheumatoid artritis
Adanya nyeri, pembengkakan, dan kekakuan sendi yang terkena adalah gejala utama rheumatoid artritis. Yang khas, sendi kecil tangan dan kaki, misalnya, sendi buku jari dan tumit kaki terkena pertama kali, tetapi sendi lain dapat terkena, terutama pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, siku, bahu, dan pangkal paha. Jumlah sendi yang terkena bergantung pada beratnya penyakit, yang dapat sangat beragam (Robert,2010).
Gambaran khas yang membedakan dari yang lain adalah simestris penyakit ini yaitu: bila satu sendi pada satu sisi tubuh terkena, sendi yang sama pada sisi lain biasanya terkena. Hal ini disebut poliarthritis simetris dan khas untuk rheumatoid artritis, terutama bila penyakitnya terjadi pada wanita muda sampai usia pertengahan (Robert,2010).
Biasanya kekakuan sendi merupakan hal pertama yang paling menonjol di pagi hari dan lamanya sering disertai rasa tak enak badan dan lelah menyeluruh, yang mencerminkan bahwa penyakit ini mengenai seluruh tubuh (Robert, 2010).  
4.      Manifestasi klinis Rheumatoid artritis
Nyeri, pembengkakkan, dan  nyeri tekan mula-mula terasa di  sekitar sendi dengan lokasi yang tidak jelas. Nyeri di sendi yang tertekan di perparah oleh gerakan, merupakan menifestasi tersering rheumatoid artritis. Secara klinis, peradangan sinovium menyebabkan nyeri tekan, pembengkakkan dan keterbatasan gerakan. Pada pemeriksa sendi, terutama sendi besar misalnya lutut teraba hangat tetapi jarang terjadi eritema (Rosyadi,2013).
5.      Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dari/atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan terapi, gizi, serta obat-obatan (Nigsih dan lukman, 2011).
Penatalaksanaa rheumatoid artritis dibagi menjadi dua, nonfarmakologi dan farmakologi.
a.      Nonfarmakologi
1)   Pendidikan kesehatan penting dalam membantu pasien untuk memahami penyakit mereka dan belajar bagaimana cara mengatasi konsekuensinya.
2)   Fisioterapi dan terapi fisik dimulai untuk membantu meningkatkan dan mempertahankan berbagai gerakan, meningkatkan kekuatan otot, serta mengurangi rasa sakit.
3)   Terapi okupasi dimulai untuk membantu pasien untuk menggunakan sendi dan tendon efesiensi  tanpa menekan struktur ini, membantu mengurangi ketegangan pada sendi dengan splints dirancang khusus, serta menghadapi kehidupan sehari-hari melalui adaptasi kepada pasien dengan lingkungan dan penggunaan alat bantu yang berbeda.
Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan  tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal lain, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasikan teknik nonfarmakologi dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri.
1)   Terapi es dan panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, keefektifan dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nonreseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera.
2)  Teknik relaksasi progresif
Menurut Schulz-Stubner, meneliti aktivitas otak saat relaksasi untuk menekan nyeri, adalah mereka melihat adanya penurunan aktivitas di daerah jaringan nyeri (pusat presepsi nyeri) dan peningkatan aktivitas pada area otak lainnya saat relaksasi. Peningkatan tersebut bias spesifik bisa juga tidak tetapi jelas melakukan sesuatu hal yang menurunkan atau menghambat signal nyeri masuk ke struktur kortikal. Jaringan nyeri berfungsi system relay. Input signal nyeri berasal dari saraf perifer di daerah dimana rangsangan nyeri diberikan,kemudian masuk kedalam spinal cord dimana informasi di proses dan disalurkan ke dalam batang otak. Dari sini signal menuju area otak tengah dan akhirnya masuk ke dalam korteks otak yang berkaitan dengan presepsi sadar terhadap stimulus eksternal seperti nyeri. Proses yang terjadi pada jaringan nyeri bagian bawah gambarannya terlihat sama antara saat kondisi relaksasi ataupun tidak, namun pada kondisi relaksasi aktivitasnya menurun pada daerah atas (korteks) yang berperan terhadap presepsi nyeri. (Chandra, 2011 dalam Primatama,2014, http://www.thesis.umy.ac.id, diperoleh tanggal 12 Mei 2016).
3)  Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesic yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis.Teknik ini mungkin membantu dalam memeberikan perbedaan nyeri terutama dalam situasi sulit.
b.      Farmakologi
Obat-obatan dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Nyeri hampir tidak dapat dipisahkan dari rheumatoid artritis, sehingga ketergantungan terhadap obat harus di usahakan seminimum mingkin. Obat utama pada rheumatoid arthritis adalah obat nonstereoid (NSAID)
Obat inflamasi nonstereoid bekerja dengan menghalagi proses produksi mediator peradangan. Tepatnya menghambat sintesis prostasikin, tromboksa, dan radikal-radikal oksigen. Serta untuk tindakan ortopedi meliputi tindakan bedah rekontruksi.
6.      Bahaya dan Komplikasi Rheumatoid artritis
Komplikasi dan bahaya rheumatoid artritis terkait dengan sendi, karena penggunaan dan posisi yang tidak benar selama stadium akut, dapat timbul deformitas, yang menyebabkan tidak dapat digunakannya bagian yang terkena. Akibatnya, dapat terjadi penciutan sendi yang menyebabkan keterbatasan gerak dan fungsi. Kemungkinan lain, sendi menjadi tidak stabil karena kerusakan ligament. Ketidakstabilan ini dapat menyebabkan disloakasi sendi (Robert, 2010).
Selain komplikasi yang khas in, terkenanya organ lain dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut. Khususnya, penderita dengan rheumatoid artritis lebih rentan infeksi, terutama infeksi dada dan infeksi bakteri pada sendi. Komplikasi lain yang terkait dengan hilangnya fungsi juga dapat timbul. Jadi, penderita mungkin sulit melakukan gerakan fisik yang normal (Robert, 2010).
7.      Pengobatan Rheumatoid artritis
Pada pengobatan rheumatoid artritis harus di program yang tepat. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah meresepkan obat anti nyeri seperti aspirin atau senyawa serupa. Senyawa ini mengurangi peradangan yang ada dalam membran sinovial sendi dan menghasilkan penurunan nyeri dan pembengkakan karena perbaikan fungsi. Banyak penderita menemukan pil ini saja cukup mengatasi nyeri dan mereka dapat menjalankan kehidupan relative normal (Robert, 2010).
Dengan demikian, obat anti radang menjadi lini pertama pengobatan dan dapat digabung dengan terapi fisik. Bila penyakit berkembang (biasanya terlihat pada sinar X sebagai destruksi tulang yang meningkat), mungkin diperlukan terapi lini kedua. Ini biasanya menggunakan obat yang sedikit lebih toksik ysng terbukti dapat memperlambat atau menghentikan pemburukan penyakit. Senyawa ini, antara lain garam emas dan penisilamin. Garam emas biasanya diberikan denga suntikan per minggu, per dua minggu, atau perbualan ( Robert, 2010).
Penisilamin berbentuk tablet, kedua senyawa ini tampaknya mengubah penyakit dan pada beberapa orang bahkan menghentikan total. Namun, senyawa ini memiliki efek samping serius yang mengenai ginjal dan air seninya diperiksa tiap minggu. Dengan cara ini, kelainan yang diinduksi obat dapat terdeteksi dini sebelum terjadi kerusakan serius, kemudian obat dapat dihentikan (Robert, 2010).
Pada beberapa penderita, obat lini kedua ini tidak efektif dan digunakan obat lini ketiga. Obat lini ketiga yang paling sering adalah azatiprin, siklofosfamid, metotreksa, dan klorambusil. Obat-obatan ini mengubah kerja sistem imun seperti membuat tidak merusak membran sinovial. Obat steroid juga dapat dikendalikan dengan satu atau gabungan pil-pil ini, pembedahan juga dapat berguna. Kadang lapisan sendi yang meradang (membran sinovial) diangkat meskipun efek operasi sinovektomi ini tidak permanen dan masalah akan kambuh(Robert, 2010).
Deformitas sendi dapat diperbaiki dengan operasi seperti perbaikan tendon dan ligament di sekeliling sendi. Jenis pembedahan yang paling penting adalah penggantian sendi yang sakit dengan sendi buatan, terutama pangkal paha, lutut, dan sendi buku jari (Robert, 2010).
Terapi kesehatan kerja dan terapi fisik juga berperan untuk rheumatoid arthritis. Olahraga mempertahankan kekuatan otot dan gerakan dan otot, mencegah deformitas sendi. Penderita dapat dilatih untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti berpakaian, memasak, dan mencuci. Hal ini memampukan penderita melakukan banyak pekerjaan penting (Robert, 2010).
8.      Macam – macam penyakit rheumatoid arthritis
a.   Rheumatoid Artritis Servikal
Rheumatoid Artritis servikal adalah suatu peradangan nonbacterial pada sendi tulang servikal. Kondisi ini merupakan sekelompok penyakit jaringan penyambung difusi yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya (Muttaqin, 2012).
b.   Rheumatoid Artritis Pinggul
Rheumatoid artritis pinggul adalah suatu peradangan nonbacterial pada sendi pinggul. Penyakit ini merupakan salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difusi yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya (Muttaqin, 2012).
c.   Rheumatoid artritis sendi lutut
Rheumatoid artritis sendi lutut adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat progresif kronis mengenai sendi lutut dan tidak diketahui penyebabnya. Pada saat ini, rheumatoid artritis lutut diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi (Muttaqin, 2012).
d.   Rherumatoid Artirits sendi bahu
Rheumatoid artritis sendi bahu adalah penyakit inflamasi nonbacterial yang bersifat progresif kronis mengenai sendi bahu tidak diketahui penyebabnya. Pada saat ini, rheumatoid artritis sendi bahu diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi (Muttaqin, 2012).

e.   Rheumatoid artritis sendi siku
Rheumatoid artritis sendi siku adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat progresif kronis mengenai sendi siku tidak diketahui penyebabnya. Pada saat ini, rheumatoid artritis sendi siku diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi (Muttaqin, 2012).
f.    Rheumatoid artritis sendi tangan
Rheumatoid artritis sendi tangan adalah penyakit inflamasi nonbacterial yang bersifat progresif kronis mengenai sendi tangan tidak diketahui penyebabnya. Pada saat ini, rheumatoid artritis sendi tangan diduga disebabkan oleh factor autoimun dan infeksi (Muttaqin, 2012).

Featured Post

LEAFLET KEHAMILAN TIDAK DI INGINKAN (KTD)

yang ingin Edit bisa di download Link di bawah DOWNLOAD