TEORTI KREATIFITAS / CARA BERPIKIR KREATIF


2.1. Berpikir Kreatif Dan Pemecahan Masalah
2.1.1. Pengertian Berpikir
Sebelum meninjau tentang berpikir kreatif dan pemecahan masalah , terlebih dahulu kita pahami tentang apa itu berpikir. Kata berpikir merupakan kata yang familiar, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia pendidikan. Menurut Presseisen (2001), berpikir secara umum diasumsikan sebagai proses kognitif, aksi mental ketika pengetahuan diperoleh. Sementara, menurut Fisher (dalam Ratnaningsih, 2007), berpikir berkaitan erat dengan apa yang terjadi dalam otak manusia dan fakta-fakta yang ada di dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan, dan berpikir (apabila diekspresikan) bisa diobservasi dan dikomunikasikan. Berpikir bisa terjadi di dalam alam sadar dan bisa juga terjadi di bawah alam sadar. Jika berpikir terjadi di bawah alam sadar, maka otak tidak mengetahui bahwa ia sedang berpikir, atau jika  ia mengetahui itu, maka ia tidak mengetahui apa yang sedang dipikirkan. Jika berpikir terjadi didalam alam sadar, maka otak mengetahui bahwa itu adalah berpikir dan apa yang sedang dipikirkan.
Beyer, (1984, dalam Presseisen, 2001), mengemukakan bahwa berpikir merupakan manipulasi mental terhadap input dari panca indera untuk merumuskan pikiran, memberi alasan, atau penilaian. Maskanian, (1992), mengemukakan definisi berpikir secara umum, yaitu; menyusun pemikiran dan gagasan dengan penalaran, membentuk sebuah pendapat, menilai, mempertimbangkan, mempekerjakan dan membawa panca indera intelektual seseorang untuk bekerja, memusatkan pikiran seseorang pada suatu subjek yang diberikan.
Guilford (dalam Evan, 1991), mengelompokkan kemampuan berpikir ke dalam dua kelompok utama, yaitu; kemampuan memory dan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir dibedakan pula ke dalam tiga kategori, yaitu; kognitif, produktif, dan evaluatif. Kemampuan produktif terdiri dari dua jenis yaitu; konvergen dan divergen. Berpikir konvergen mengarah kepada suatu jawaban konvensional atau yang ditentukan. Sebaliknya, berpikir divergen bergerak ke berbagai arah, tidak terhadap jawaban yang diberikan. Berpikir konvergen fokus pada satu solusi yang benar, sedangkan berpikir divergen menghasilkan solusi yang bervariasi. Berpikir kreatif termasuk jenis berpikir divergen.

2.1.2. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif. Pasalnya, seorang pemikir kreatif akan menghasilkan lebih banyak alternatif untuk memecahkan suatu masalah.
Menurut J.C. Coleman dan C.L. Hammen (1974), berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru - dalam konsep, pengertian, penemuan, karya seni.
Sedangkan D.W. Mckinnon (1962) menyatakan, selain menghasilkan sesuatu yang baru, seseorang baru bisa dikatakan berpikir secara kreatif apabila memenuhi dua persyaratan.
              a.            Pertama, sesuatu yang dihasilkannya harus dapat memecahkan persoalan secara realistis. Misalnya, untuk mengatasi kemacetan di ibukota, bisa saja seorang walikota mempunyai gagasan untuk membuat jalan raya di bawah tanah. Memang, gagasan itu baru, tetapi untuk ukuran Indonesia solusi itu tidak realistis. Dalam kasus itu, sang walikota belum dapat dikatakan berpikir secara kreatif.
             b.            Kedua, hasil pemikirannya harus merupakan upaya mempertahankan suatu pengertian atau pengetahuan yang murni. Dengan kata lain, pemikirannya harus murni berasal dari pengetahuan atau pengertiannya sendiri, bukan jiplakan atau tiruan. Misalnya, seorang perancang busana mampu menciptakan rancangannya yang unik dan mempesona. Perancang itu dapat disebut kreatif kalau rancangan itu memang murni idenya, bukan mencuri karya atau gagasan orang lain.
Menurut ahli lain, Dr. Jalaludin Rakhmat (1980) untuk bisa berpikir secara kreatif, si pemikir sebaiknya berpikir analogis. Jadi, proses berpikirnya dengan cara menganalogikan sesuatu dengan hal lain yang sudah dipahami. Kalau menurut pemahaman si pemikir, kesuksesan adalah keberhasilan mencapai suatu tujuan, maka saat ia berpikir tentang kesuksesan, ciri-ciri berupa "berhasil mencapai tujuan" menjadi unsur yang dipertimbangkan. Misalnya, seseorang dikatakan sukses bila ia dengan bekerja keras telah berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Tanpa tujuan yang jelas sulit bagi seseorang untuk bisa sukses. Namun, karena setiap orang mempunyai tujuan berbeda, maka standar kesuksesan setiap orang pun berbeda. Di samping berpikir secara analogis, untuk berpikir secara kreatif, si pemikir juga harus mengoptimalkan imajinasinya untuk mereka-reka berbagai hubungan dalam suatu masalah. Dengan ketajaman imajinasi, kita dapat melihat hubungan yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain. Contohnya, Einstein melihat hubungan antara energi, kecepatan, dan massa suatu benda. Newton melihat hubungan antara apel jatuh dan gaya tarik bumi. Seorang pemuda Indonesia Baruno melihat hubungan antara keahliannya membuat kerajinan tangan dengan enceng gondok, sandal, dan uang.
Lima tahap berpikir kreatif Agar mampu berpikir secara kreatif, pikiran harus dioptimalkan pada setiap tahap yang dilalui. Lima tahap pemikiran ialah orientasi, preparasi, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Pada tahap orientasi masalah, si pemikir merumuskan masalah dan mengindentifikasi aspek-aspek masalah tersebut. Dalam prosesnya, si pemikir mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang tengah dipikirkan.
Pada tahap selanjutnya, preparasi, pikiran harus mendapat sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Kemudian informasi itu diproses secara analogis untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada tahap orientasi. Si pemikir harus benar-benar mengoptimalkan pikirannya untuk mencari pemecahan masalah melalui hubungan antara inti permasalahan, aspek masalah, serta informasi yang dimiliki.
Pada tahap inkubasi, ketika proses pemecahan masalah menemui jalan buntu, biarkan pikiran beristirahat sebentar. Sementara itu pikiran bawah sadar kita akan terus bekerja secara otomatis mencari pemecahan masalah. Proses inkubasi yang tengah berlangsung itu akan sangat tergantung pada informasi yang diserap oleh pikiran. Semakin banyak informasi, akan semakin banyak bahan yang dapat dimanfaatkan dalam proses inkubasi.
Pada proses keempat, yakni iluminasi, proses inkubasi berakhir, karena si pemikir mulai mendapatkan ilham serta serangkaian pengertian (insight) yang dianggap dapat memecahkan masalah. Pada tahap ini sebaiknya diupayakan untuk memperjelas pengertian yang muncul. Di sini daya imajinasi si pemikir akan memudahkan upaya itu. Pada tahap terakhir, yakni verifikasi, si pemikir harus menguji dan menilai secara kritis solusi yang diajukan pada tahap iluminasi. Bila ternyata cara yang diajukan tidak dapat memecahkan masalah, si pemikir sebaiknya kembali menjalani kelima tahap itu, untuk mencari ilham baru yang lebih tepat.
Proses berpikir kreatif
1.      Brain Storming merupakan proses curah pendapat secara berkelompok
Pendapat yang terkumpul dicatat dan diidentifikasi sampai didapatkan butir-butir yang penting.
2.      Brain Writing Setiap orang menuliskan pendapatnya di atas kertas Pendapat yang terkumpul dianalisis untuk menghasilkan poin-poin penting.
3.      Synectic Persoalan Analisis Perumusan ulang inti persoalan Pengembangan gagasan menentukan jalan keluar.
4.      Attitude Listing Bentuk dan karakteristik obyek diidentifikasi dan dicatat
Masing-masing bentuk dan karakteristik obyek dipelajari secara terpisah lalu dianalisis untuk kemungkinan ditingkatkan atau dirubah.
5.      Forced Relationship Menggabungkan dua atau lebih obyek yang tidak memiliki kaitan untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
6.      Morphological Analysis Teknik ini hampir sama dengan attitude listing, hanya dalam pelaksanaannya semua variasi permasalahan didaftar dan dicatat untuk dicari dicari kemungkinan kombinasi yang baru.
7.      Scamper merupakan suatu daftar pertanyaan untuk merangsang keluarnya ide-ide yang unik.
Sifat orang yang berfikir kreatif mampu menghasilkan ide yang banyak dalam waktu yang singkat. Mampu menghubungkan dan menggabungkan ide yang berbeda menjadi ide yang utuh mampu mengembangkan hal yang sederhana menjadi sesuatu yang lengkap mampu bekerja secara lengkap dan kompleks memiliki rasa ingin tahu yang tinggi berani mengambil resiko cepat tanggap dan mandiri suka mencari ide-ide yang unik.
Berbicara tentang berpikir kreatif tentu tidak terlepas dari apa yang disebut dengan kreativitas. Menurut Murdock dan Puccio (2001), istilah berpikir kreatif dan kreativitas merupakan dua hal yang tidak indentik, namun kedua istilah itu berelasi secara konseptual. Kreativitas merupakan konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif.
Berpikir kreatif berkaitan dengan berfikir divergen dan berfikir orisinal. Berfikir kreatif dapat digambarkan sebagai bentuk kombinasi baru dari ide-ide untuk memenuhi suatu kebutuhan atau sebagai berfikir dengan cara memproduksi hasil yang orisinal dan tepat. Sesuatu dapat menjadi orisinal bagi seseorang, dan tidak harus original untuk semua orang (Lang dan Evans, D. N. 2006). Kata “orisinal” dalam kaitan dengan kreativitas tidak perlu diartikan sesuatu yang benar-benar baru (sebelumnya belum pernah ada), tetapi dapat saja hasil ciptaannya itu merupakan kombinasi dari apa-apa yang telah ada sebelumnya. Atau mungkin pula sesuatu yang baru itu hanya baru bagi orang tersebut, jadi mungkin saja bagi orang lain bukan hal yang baru (Anderson, 1970, dalam Wahidin, 2009).
Berpikir kreatif memuat aspek kognitif  (aptitude), afektif (nonaptitude) dan metakognitif. Williams, (1980, dalam Killen, R, 1998), mengemukakan delapan prilaku siswa berkaitan dengan berpikir kreatif. Empat diantaranya berhubungan dengan aspek kognitif yaitu; keterampilan berpikir lancar (fluency), keterampilan berpikir luwes (flexibility), keterampilan berpikir orisinil (originality), dan keterampilan mengelaborasi (elaboration). Empat lagi berhubungan dengan aspek afektif, yaitu; mau mengambila resiko (Risk taking), senang dengan kompleksitas (complexity), memiliki rasa ingin tahu (curiosity), dan suka berimajinasi (imajination).
Keterampilan berpikir lancar (fluency), yaitu kemampuan untuk mencetuskan banyak ide, hasil, dan respon. Keterampilan berpikir luwes (flexibility) yaitu kemampuan untuk menggunakan pendekatan yang berbeda, membangun berbagai gagasan, mampu merubah-ubah arah pemikiran atau pendekatan, dan menyesuaikan dengan situasi yang baru. Keterampilan berpikir orisinil (originality) yaitu kemampuan untuk membangun sesuatu yang baru, yang tidak biasa, ide-ide cerdas yang berbeda dengan cara-cara yang sudah lumrah. Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.  Keterampilan mengelaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk merinci, memperluas, atau menambah ide-ide atau hasil.
Mau mengambil resiko (Risk taking), maksudnya siap menerima kegagalan dan kritikan, berani melakukan tebakan, dan berani mempertahankan ide-ide sendiri. Senang dengan kompleksitas (complexity), maksudnya mencoba berbagai alternative, membawa persoalan ke luar dari kerumitan, dan menyelidiki ke dalam permasalahan atau gagasan-gagasan yang kompleks. Rasa ingin tahu (curiosity), maksudnya kemauan untuk memiliki rasa ingin tahu dan yang mengherankan (aneh), suka mengotak-atik ide, suka terhadap situasi  yang menimbulkan teka-teki. Suka berimajinasi (imajination), maksudnya mempunyai daya untuk memvisualisasikan dan membangun mental images (bayangan-bayangan mental) dan  menjangkau di luar batasan-batasan riil atau sensual.
Kemudian Munandar (1999) menambahkan point kelima dari aspek kognitif  (aptitude) dengan keterampilan menilai (evaluation), yaitu kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi. Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana. Untuk aspek afektif (nonaptitude), Munandar menambahkan dengan sifat menghargai, seperti: menghargai kesempatan-kesempatan yang diberikan; menghargai makna orang lain; menghargai hak-hak sendiri dan hak-hak orang lain; dll.
Kreatif dalam matematika mempunyai perbedaan dengan kreatif pada pada seni. Sesuatu yang “aneh”, misalkan angka 3 disimbolkan dengan tanda “***” dapat dipandang kreatif dalam seni tetapi tidak dalam matematika. Jika seseorang  dapat menemukan teorema baru atau menciptakan suatu struktur baru dalam matematika, maka seseorang itu dapat dikatakan kreatif dalam matematika. Selain itu, dalam pendidikan matematika jika seseorang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan beberapa cara atau jawaban, maka seseorang itu dapat juga disebut kreatif. Belajar matematika memungkinkan menjadikan seseorang kreatif jika ia dihadapkan pada suatu situasi yang menantang dan ia dapat memberikan berbagai alternatif jawaban maupun penyelesaian.
Memperhatikan karakteristik yang termuat dalam berpikir kreatif, dapat dipahami bahwa berpikir kreatif merupakan bagian keterampilan hidup yang perlu dikembangkan dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing semakin ketat. Pemikiran kreatif perlu dilatih karena membuat anak lancar dan luwes dalam berpikir, mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan. Manusia yang kreatif sangat memungkinkan dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era globalisasi ini tak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara kita bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi baru dalam anggota masyarakatnya.


Teori Kreativitas
Teori Kreativitas :
Afifa (2007) mengemukakan bahwa Akses terhadap bidang (Acces to a field) dapat dilakukan dengan cara memberikan pengakuan terhadap kreativitas seseorang yang sedang berkarya di bidangnya, membina hubungan baik dengan para pakar dan orang yang relevan di bidangnya, membantu individu yang menunjukkan minat dan bakat kreatifnya di bidang seni, membina hubungan dengan lembaga-lembaga terkait melalui program-programnya.
Teori yang melandasi pengembangan kreativitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Basuki, 2010) :
a.       Teori Psikoanalisis
Pribadi yang kretif dipandang sebagai seorang yang pernah mengalami traumatis, yang dapat memunculkan gagasangagasan yang disadari dan tidak disadari, serta bercampur menjadi satu antara pemecahan inovatif dan trauma.
Teori ini terdiri dari:
·      Teori Freud
Freud menjelaskan proses kretif dari mekanisme pertahanan (defence mechanism). Freud percaya bahwa meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama kreativitas karena kebutuhan seksual tidak dapat dipenuhi, maka terjadi sublimasi dan merupakan awal imajinasi.
Macam mekanisme pertahanan:
o   Represi Regresi
o   Konpensasi Proyeksi
o   Sublimasi Pembentukan reaksi
o   Rasionalisasi Pemindahan
o   Identifikasi Kompartementalisasi
o   Introjeksi
b.      Teori Ernst Kris
Ernst Kris (dalam Basuki, 2010) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi muncul seiring memunculkan tindakan kreatif. Orang yang kreatif menurut teori ini adalah mereka yang paling mampu memanggil pikiran tidak sadar. Seorang yang kreatif tidak mengalami hambatan dalam pemikirannya. Mereka dapat menghadapi masalamasalah serius yang dihadapi dalam kehidupannya dengan cara yang segar dan inovatif, melakukan regresi demi bertahannya ego (Regression in The Survive of The Ego).
c.       Teori Carl Jung
Carl Jung (dalam Basuki, 2010) percaya bahwa alam ketidaksadaran (ketidaksadaran kolektif) memainkan peranan yang amat penting dalam pemunculan kreativitas tingkat tinggi. Dari ketidaksadaran kolektif ini timbil penemuan, teori, seni dan karyakarya baru lainnya.

Teori Humanistik
Teori Humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis pada tingkat tinggi.
Teori Humanistik meliputi:
·         Teori Maslow
Abraham Maslow (dalam Basuki, 2010) berpendapat bahwa manusia mempunyai nalurinaluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan yaitu kebutuhan fisik atau biologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa dimiliki (sense of belonging) dan cinta, kebutuhan akan penghagaan dan harga diri, kebutuhan aktualisasi atau perwujudan diri, Kebutuhan estetik. Kebutuhankebutuhan tersebut mempunyai urutan hierarki. Keempat Kebutuhan pertama disebut kebutuhan “deficiency”. Kedua Kebutuhan berikutnya (aktualisasi diri dan estetik atau transendentasi) disebut kebutuhan “being”. Proses perwujudan diri berkait erat dengan kreativitas. Bila bebas dari neurosis, orang yang mewujudkan dirinya mampu memusatkan dirinya pada yang hakiki.
·         Teori Rogers
Carl Rogers (dalam Basuki, 2010) tiga kondisi internal dari pribadi yang kreatif yakni keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation), kemampuan untuk bereksperimen. Ketiga ciri atau kondisi tersebut merupakan dorongan dari dalam (internal press) untuk berkreasi.
·         Teori Cziksentmihalyi
Ciri tumbuhnya kreativitas pada individu yakni Predisposisi genetis (genetic predisposition), mempunyai minat pada usia dini pada ranah tertentu sehingga mencapai kemahiran dan keunggulan kreativitas; mempunyai akses terhadap suatu bidang dengan Adanya sarana dan prasarana serta adanya Pembina atau mentor dalam bidang yang diminati sangat membantu pengembangan bakat; Access to a field (Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sejawat, tokohtokoh penting dalam bidang yang digeluti, memperoleh informasi yang terakhir, mendapatkan kesempatan bekerja sama dengan pakarpakar dalam bidang yang diminati sangat penting untuk mendapatkan pengakuan, penghargaan dari orangorang penting).
·         Teori pendorong
Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan internal maupun eksternal dari lingkungan Kreativitas dapat terwujud dengan adanya dorongan dari diri individu (intrinsic) dan lingkungan (ekstrinsik).
Munandar (2002) menyatakan, pada pribadi yang kreatif, jika memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang menunjang seperti lingkungan yang memberikan kesempatan kepada individu untuk menyibukkan diri secara kreatif, maka akan dapat diprediksikan bahwa produk kreatifitasnya akan muncul.
Cropley (dalam Munandar, 2002) meneliti tentang hubungan antara tahap proses kreatif Wallas dan produk yang akan dicapai, dari penelitian tersebut didapatkan hasil perilaku kreatif memerlukan kombinasi antara ciri-ciri psikologi yang berinteraksi.
·         Internal
Menurut Rogers (dalam Munandar, 2002) faktor internal yang dapat membuat individu kreatif adalah adanya keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation), kemampuan untuk bereksperimen. Ketiga ciri atau kondisi tersebut merupakan dorongan dari dalam (internal press) untuk berkreasi.
·         Eksternal
Rogers (dalam Munandar, 2002) mengatakan bahwa psikoterapi dapat menciptakan kondisi dimana individu merasa aman dan bebas psikologinya, hal ini memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.
Ø  Keamanan psikologis
Dapat dibentuk dengan cara :
·           Menerima individu apa adanya,
·           Memberikan kepercayaan untuk berkreasi dan berkembang,
·           Mendorong pengembangan kreativitas,
·           Mengadakan dan mengusahakan evaluasi yang tidak mengancam dan tersembunyi,
·           Memberikan pengertian dan berempati.
Ø  Kebebasan psikologis
Dapat dilakukan dengan cara mengizinkan, memberikan kesempatan untuk dapat dengan bebas dalam mengekspresikan secara simbolis pikiran, perasaan.



Teori Proses Kreatif
·         Teori Wallas
Salah satu teori tradisional yang sampai sekarang banyak dikutip ialah teori Wallas yang dikemukakan dalam buku The art of Thought , yang mengatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap yaitu: (1) persiapan, (2) inkubasi, (3) iluminasi, (4) verifikasi.
Pada tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang, dan sebagainya. Pada tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data atau informasi tidak dilanjutkan oleh individu. Tahap inkubasi ialah tahap di mana individu seakan-akan melepaskan diri sementara dari masalah tersebut, tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi menaruhnya ke alam pra sadar. Tahap iluminasi ialah tahap timbulnya “insight” dimana timbul inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Tahap verifikasi atau tahap evaluasi ialah tahap dimana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas memerlukan pemikiran yang kritis dan konvergen.
·         Teori Belahan otak kanan dan kiri
Proses pemikiran untuk menyelesaikan masalah secara efektif melibatkan otak kiri atau otak kanan dengan mengombinasikan pemikiran logis dan kreatif dimana otak kiri memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, sedangkan otak kanan berurusan dengan irama, rima, musik, gambar, dan imajinasi .
Bagan Proses Pimikiran Otak
Otak Kiri
Otak Kanan
  • Vertikal
  • Kritis
  • Strategis
  • Analistis
  • Lateral
  • Hasil
  • Kreatif

Keterangan:
o   Berpikir Vertikal
Adalah Suatu proses bergerak selangkah demi selangkah menuju tujuan.
o   Berpikir Lateral
Adalah melihat permasalahan dari beberapa sudut atau aspek.
o   Berpikir Kritis
Adalah berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat.
o   Berpikir Analitis
Adalah proses memecahkan masalah atau gagasan dengan mengujinya, melihat kecocokan gagasan, dan mengeksplorasi gagasan, serta mengombinasikan dengan cara-cara yang baru.
o   Berpikir Strategis
Adalah mengembangkan strategi khusus untuk perencanaan dan arah operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek dari beberapa aspek.
o   Berpikir tentang Hasil
Adalah meninjau tugas dari perspektif solusi yang dikehendaki.
o   Berpikir Kreatif
Adalah memecahkan masalah dengan menggunakan kombinasi dari semua proses.

Teori Produk Kreatif
Pemecahan Masalah Dalam Berfikir Kreatif
Secara umum dapat dikemukakan bahwa problem itu timbul apabila ada perbedaan atau konflik antara keadaan satu dengan keadaan yang lain dalam rangka mencapai tujuan, atau juga sering dikemukakan apabila ada kesenjangan antara das sein dan das sollen. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa dalam problem solving itu adalah directed, yang mencari pemecahan dan dipacu untuk mencapai pemecahan tersebut.
Dalam mencari pemecahan terhadap problem solving itu ada kaidah atau aturan yang akan membawa seseorang kepada pemecahan masalah tersebut. Banyak aturan atau kaidah dalam memecahkan masalah. Ada 2 hal yang pokok, yaitu aturan atau kaidah algoritma dan horistik.
Algoritma merupakan suatu perangkat aturan, dan apabila aturan ini diikuti dengan benar maka akan ada jaminan adanya pemecahan terhadap masalahnya. Namun demikian banyak persoalan yang duhadapi oleh seseorang tidak dikenakan aturan algoritma, tetapi dikenai aturan atau kaidah horistik, yaitu merupakan strategi yang biasanya didasarkan atas pengalaman dalam menghadapi masalah. Yang mengarah pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan atas kesuksesan. Strategi umum horistik dalam menghadapi masalah, yaitu bahwa masalah tersebut dianalisis atau dipecah – pecah menjadi masalah – masalah yang lebih kecil, masing - masing mengarah kepada atau mendekati pemecahannya.
Menurut Selz metode – metode pemecahan itu penting sekali bagi proses berpikir. Karenanya orang berusaha menemukan atau mengembangkan metode – metode pemecahan yang tepat guna. Dengan begitu dinyatakan adanya prestasi intelegensi bias dididik. Khususnya hal ini terjadi bila jiwa anak atau orang yang bersangkutan sudah cukup matang dalam menerapkan metode pemecahan tersebut. Jadi ada proses kematangan jiwa yang disebut masa – masa peka oleh Montessori. Kesalahan – kesalahan bisa ditelusuri atau diusut, dan metode pemecahan bisa dipelajari.
Menurut Thorndike, dalam memecahkan problem yang dihadapi oleh kucing dalam eksperimennya tersebut dengan coba – salah (trial and error). Adanya latihan akan mempercepat pemecahan masalah.
Menurut Kohler dalam eksperimen dengan menggunakan peti – peti yang harus ditata oleh simpanse dalam rangka pencapaian makanan, ada 2 problem yang dihadapi oleh simpanse. Yaitu :
1.             Problem geometric mencakup problem kuantitas dan bentuk.
2.             Problem static menururt Kohler problem geometric dipecahkan secara insight,Sedangkan problem static dipecahkan secara trial and error.


2.2. Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
1.      Metode induktif metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
2.      Metode deduktif Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.Konsep dan lambang dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktifitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan lambang. Lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi. Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

2.3.       Peningkatan Kreatifitas
Defenisi kreatifitas:
·         Keinginan/kebutuhan untuk mengubah/mengembangkan ( improve)
·         Melihat sebuah situasi/permasalahan dari sisi lain (see differenty)
·         Terbuka pada pelbagai gagasan bahkan yang tidak umum/aneh sekalipun (open)
·         Mengimplementasikan ide perbaikan ( acting)

Cara meningkatkan kreatifitas:
Passion
Passion membuat seseorang punya fighting spirit /semangat juang. Ia tidak mudah menyerah dan putus asa dalam menghadapi berbagai masalah, sesulit apa pun, termasuk pekerjaannya. Masalah justru menjadi pemicu untuk mencari terobosan. Passion akan me-munculkan kreativitas secara spontan. Tanpa passion, prestasi gemilang tidak dapat diraih

Time Management
Pengaturan waktu yang baik juga akan memunculkan kreativitas. Ada waktu bekerja. Ada waktu beristirahat. Karena itu, kita harus bekerja cerdas. Yaitu dengan memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil optimal. Keberhasilan dalam perusahaan, tidak diukur berdasar lamanya waktu kerja kita. Tetapi pada hasil akhirnya, apakah sesuai harapan atau kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan.
Bekerja terus menerus tanpa diimbangi istirahat cukup membuat otak kita overload (kelebihan beban). Kita tidak punya lagi ruang berpikir untuk melihat hal baru. Dengan mengatur jam kerja serta jam istirahat dengan disiplin, aliran darah ke otak tidak terhambat karena kita memperoleh oksigen dengan sempurna. Saat kita merasa relaks, kita punya kesempatan untuk mengembang-kan ide baru.

Networking
Manusia merupakan makhluk sosial yang punya kebutuhan untuk bisa berinteraksi. Sesibuk apa pun kita, kita perlu upayakan tetap menyediakan waktu berkualitas untuk bertemu dengan banyak orang. Pertemuan itu mendatangkan energi kreativitas kita. Sikap utama yang dibutuhkan dalam membina networking yang positif adalah ”sikap rendah hati”. Mau mendengar pendapat dan dapat menghargai kelebihan orang lain. Sering berdiskusi dengan banyak orang akan menyulut ide yang memunculkan kreativitas yang lebih membumi, sesuai dengan kebutuhan zaman.

Sense Of Competition 
Banyak orang merasa tidak nyaman dikelilingi pesaingnya. Baik itu secara individu di tempat kerja maupun sebagai perusahaan penghasil suatu produk. Padahal, berada di tengah-tengah pesaing, alarm kewaspadaan kita untuk ”selalu siaga” akan terus berbunyi. Kita tidak hidup dalam zona kenyamanan. Kreativitas akan lebih mudah diting-katkan saat situasi kita terjepit. Bila perlu carilah obyek yang dapat dipakai untuk membangkitkan ”sense of competition” agar kreativitas kita senantiasa berkem-bang. Akhirnya kita menjadi pemenang.

Humility
Kerendahan hati merupakan sumber kreativitas. Sikap rendah hati membuat seseorang selalu melakukan introspeksi dan koreksi terhadap semua aktivitasnya. Hanya dengan kerendahan hati seseorang mau menerima teguran / masukan. Hanya dengan kerendahan hati pula seseorang tidak merasa superior dalam wawasan tetap ”merasa kurang”, sehingga selalu mencari sumber pengetahuan dengan berbagai cara. Humility sangat berperan dalam meningkatkan kreativitas.

Kreativitas & Strategi
Untuk pemecahan masalah atau “ problem solving “ 5 Tahapan Untuk Membangun Personal Kreativitas Dalam Pemecahan Masalah :
·      Tahap persiapan.
·      Tahap inkubasi.
·      Tahap pencerahan.
·      Tahap Verifikasi.
·      Tahap Aplikasi.

Tahap I Persiapan
1.      Melibatkan keresahan dengan adanya problem.
2.      Membuat direktori untuk melakukan investigasi di semua lini.
3.      Dibutuhkan mental kerja keras dan mengembangkan intuisi untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan akurat.

Tahap II Inkubasi
1.      Menggunakan kesadaran pikiran untuk memfokuskan/memikirkan problem yang ada.
2.      Memikirkan pendekatan-pendekatan melalui berbagai jalan (ilmiah & nonilmiah),dilakukan dengan olah pikiran yang keras,sampai akhirnya seluruh material pembelajaran atau hasil olah pikiran yang keras memunculkan intuisi.

Tahap III Percerahan
1.      Tahapan ini secara mendadak memunculkan elemen – elemen problem yang ada dalam suatu kerangka pemecahan/ timbulnya kreativitas untuk pemecahan ,bisa disebut “ Happy Idea”, dimana sebelumnya tidak terlihat.
2.      “Happy Idea” secara mendadak muncul karena telah melakukan tahapan ikubasi dengan sempurna.

Tahap ke IV Verifikasi
Pada tahap ini melakukan pengecekan apakah “Happy idea” dapat dilaksanakan,dapat diterima dengan logika, dan apakah dilakukan penyesuaian dan validitas.

Tahap ke V Aplikasi
Pada tahap ini Ambil Langkah Riil Untuk Solusi Tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )