INTELEGENSI
2.1 Pengertian Intelegensi
Intelegensi
berasal dari kata “intelegere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan (to
organize). Pengertian intelegensi menurut para ahli :
a.
Menurut Louis
Stern (1953), yaitu daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan
mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya jadi lebih menitikberatkan
pada segi adjustmen/penyusunan.
b.
Menurut David
Wechler (1958), yaitu intelegensi merupakan himpunan kapasitas untuk
bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan berhubungan dengan
lingkungannya secara efektif.
Seseorang dapat dianggap intelegensi
apabila responnya merupakan respon baik terhadap stimulus yang diterimanya.
Untuk memberikan respon yang tepat, seseoramg harus memiliki lebih banyak hubungan
stimulus dan respon. Hal tersebut dapat diperoleh dari hasil pengalaman serta
hasil respon yang telah lalu.
Faktor-faktor
dalam intelegensi menurut Spearman:
- Faktor G
(Faktor General)
- Faktor S
(Spesial Faktor)
Menurut Spearman, General Ability/General
Faktor terdapat pada semua orang tetapi berbeda satu sama lain. Faktor G selalu
didapatkan dalam semua ’performance’. Sedangkan factor S adalah faktor yang
bersifat khusus, yaitu mengenai bidang tertentu. Dengan demikian jumlah faktor
S itu banyak, missal S1, S2, S3, dst. Sedangkan faktor G itu hanya satu. Jadi
kalau pada seseorang faktor S dalam bidang tertentu dominan, maka orang itu
akan menonjol dalam bidang tersebut.
Menurut
Spearman, tiap-tiap performance adanya faktor G dan faktor S.
P = G + S
Karakteristik
umum intelegensi :
a. Kemampuan untuk belajar dan
mengambil manfaat dari pengalaman.
b. Kemampuan untuk berfikir dan menalar
secara abstrak.
c. Kemampuan untuk beradaptasi terhadap
hal-hal yang ditimbulkan dari perubahan dan ketidakpastian lingkungan.
d. Kemampuan untuk memotivasi diri guna
menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang perlu diselesaikan.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Intelegensi
a. Keturunan
Studi
korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua atau dengan
kakek nenek menunjukan adanya pengaruh factor keturunan terhadap tingkat
kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.
b. Latar Belakang Sosial Ekonomi
Pendapatan
utama keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor social ekonomi lainnya,
yang berkolerasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu
mulai usia 3 tahun sampai remaja.
c. Lingkungan Hidup
Lingkungan yang kurang baik akan
menghasilkan intelektual yang kurang baik pula, misalnya: lingkungan
panti-panti asuhan, terutama jika anak ditempatkan disana sejak awal-awal
kehidupannya.
d. Kondisi fisik
Keadaan gizi yang kurang baik,
kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lamban dan menyebabkan tingkat
kemampuan mental yan rendah.
e. Iklim Emosi
Iklim emosi dimana individu
dibesarkan, akan mempengaruhi perkembangan individu yang bersangkutan.
f.
Kematangan/perkembangan
Tiap organ dalam tubuh
manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Tiap organ (fisik dan psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
IQ = Intelegence Quotient
IQ menggambarkan intelegensi rasio antar usia mental (MA) dan usia
kronologi (CA) sehingga menghasilkan rumus:
IQ = MA x 100
CA
Jika :
MA = CA maka IQ rata-rata.
MA > CA maka IQ nya diatas 100 = cerdas.
MA < CA maka IQ nya kurang dari 100 = kurang cerdas.
2.3 Retardasi Mental
(RM)
Definisi RM menurut WHO adalah : suatu
keadaan perkembangan mental yang terhenti/tidak lengkap yang terutama ditandai
dengan adanya hambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial. RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau
fisik lainnya.
Definisi
RM menurut DSM IV : RM merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual
yang berfungsi secara bermakna dibwah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih
rendah) yang bermula sebelum usia 18 tahun disertai deficit atau hambatan
fungsi adaptif (fungsi adaptif ialah kemampuan individu tersebut secara efektif
menghadapi kebutuhan untuk mandiri yang dapat diterima oleh lingkungan
sosialnya).
Retardasi
mental dalam perkembangan intelegensi dikenal dengan beberapa sebutan, misalnya
lemah mental, amentia (untuk
membedakannya dari dementia, suatu
kondisi psikotik), olighoprenia. Sebutan
yang bermacam-macam itu dibedakan berdasarkan tingkat kapasitas intelektual
yang diperoleh atau factor-faktor penyebab. Psikologi menekankan pentingnya
usia mental dan IQ seperti yang ditentukan oleh tes intelegensi individual.
Sosiologi memberikan penekanan pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan-tuntutan social dan ekonomis masyarakat.
DSM-III
R mengemukakan tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis seorang
individu yang menderita retardasi mental:
1. Individu harus memiliki “fungsi
intelektual umum yang secara signifikan berada dibawah rata-rata”. Secara
teknis, fungsi intelektual dari individu tersebut berada pada IQ 70 atau lebih
rendah dari 70.
2. Individu tersebut harus mengalami
kekurangan atau kerusakan dalam tingkah laku adaptif yang disebabkan oleh atau
ada hubungannya dengan intelegensi yang rendah. Kerusakan dalam tingkah laku
adaptif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menerima tanggung jawab
social dan mengurus diri sendiri (misalnya mengenal atau mengatakan tentang
waktu, menangani uang, berbelanja atau bepergian sendiri).
3. Gangguan itu harus terjadi sebelum
usia 18 tahun dan bila sesudah usia tersebut fungsi mental individu tersebut
menurun, maka ia didiagnosis sebagai orang yang menderita dementia dan bukan retardasi mental.
Batas anatara normalitas dan
retardasi tidak selalu jelas atau konsisten karena sulit sekali mengukur IQ
secara tepat. Selain itu, apa yang dituntut dari seseorang yang berkenaan
dengan adaptabilitas sangat berbeda-beda dari satu situasi kesituasi lainnya.
Misalnya, tuntutan adaptasi untuk suatu pekerjaan di kota mungkin jauh lebih
tinggi daripada di daerah pertanian. Seorang individu bergerak maju mundur pada
garis normalitas dan retardasi, tergantung pada keadaan-keadaaan pada waktu
dites dan juga tuntutan-tuntutan situasi kehidupan.
2.4 Tingkatan Retardasi Mental
Dalam diagnosis retardasi mental
biasanya ditetapkan tingkatan cacat sesuai dengan tingkatan IQ dan taraf
kemanpuan penyesuaian diri sosial.
1.
Moron
Anak-anak moron dengan IQ 51-69 dan usia mental berkisar dari 6 atau 7
sampai 11 menunjukan sedikit kelainan fisik. Penderita moron tidak memiliki
kemampuan mengontrol diri., mengadakan koordinasi, dan adaptasi yang wajar.
Mereka dapat diajar dalam beberapa keterampilan tangan dan mengurus diri
sendiri. Tetapi, mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang normal terutama
dalam mendapatkan mata pencaharian. Orang-orang moron memerlukan perlindungan
khusus dalam masyarakat karena mereka kurang memilki kemampuan nalar dan
kemampuan berfikir untuk mengatur dan mengurus masalah mereka sendiri. Menurut
pembagian secara klinis, moron dibagi atas 2 tipe, yakni tipe stabil dan tipe
tidak stabil.
Dalam tipe stabil, orang
moron mempunyai minat dan perhatian terhadap lingkungannya dan rajin. Mentalnya
seimbang dan ada kemajuan prestasi di Sekolah Dasar. Mereka pada umumnya
bertingkah laku baik dan tidak menimbulkan banyak kesulitan. Mereka dapat
dilatih untuk melakukan beberapa tugas tertentu (tukang cuci pirirng, pembantu rumah
tangga, tukang kebun, dan sebagainya).
Dalam tipe tidak stabil,
orang moron pada umunya sangat rebut, kurang mampu mengontrol diri sendiri,
selalu merasa gelisah dan selalu bergerak. Ia tidak henti-hentinya berbicara
dan melakukan kebiasaan-kebiasan tertentu, misalnya menggerak-gerakkan tangan,
kepala, atau badannya tanpa ada koordinasi. Sangat emosional dan penuh
ketakitan, khususnya pada malam hari sehingga sering menjerit-jerit, sering
kemarahannya meledak-ledak, dan mudah menangis. Suka merasa iri dan keras kepala, tetapi kadang ada juga yang sangat
pendiam, suka menggerutu. Mereka sering dihinggapi fantasi yang bukan-bukan dan
aneh-aneh, selalu dibayangi oleh kesedihan-kesedihan, selalu mengeluh dan
selalu merasa tidak puas.
2.
Imbisil
Kelompok yang tergolong dalam imbisil termasuk dalam rentang IQ 25-50
dan rentang usia mental 3-6 atau 7 tahun. Anak imbisil dapat belajar berbicara,
dan dengan demikian ia dapat menyampaikan kebutuhan-kebutuhan dasarnya tetapi
biasanya tidak bisa belajar membaca dan menulis. Ia mampu melindungi diriny
sendiri terhadap bahaya yang biasa dan dengan banyak petunjuk dan kesabaran ia
dapat belajar melakukan pekerjaan yang sederhana dan konkret, misalnya makan
dan minum sendiri, berpakaian, mencuci dan mengelap piring.
Gerakan-gerakannya tidak stabil dan
lamban, ekspresi mukanya kosong dan tampak seperti orang tolol. Kurang
mempunyai daya tahan terhadap penyakit, dan 40% dari kelompok ini menderita
epilepsy. Ukuran tinggi dan berat badan kurang dan perkembangan jasmani dan
rohaninya sangat lambat. Pertumbuhan mental jarang sekali melewati usia
kronologis 12 tahun. Ia tidak bisa belajar di sekolah konvensional. Ia dengan
sendirinya sangat tergantung pada orang tua atau keluarga karena tidak mampu
mencari mata pencaharian sendiri.
3.
Idiot
Kelompok
yang tergolong dalam idiot termasuk dalam rentang IQ dibawah 25 dan berusia
mental 0 sampai 3 tahun. Pertumbuhan mentalnya biasanya tidak melampaui usia
kronologis 8 atau 9 tahun. Oleh karena cacat jasmani dan rohaninya begitu
berat, maka ia pada umumnya tidak mampu menjaga dirinya sendiri terhadap
bahaya-bahaya yang dating dari luar. Karena tingkat intelegensinya sangat
kecil, maka ia harus dijaga meskipun sudah dewasa seolah-olah masih anak kecil.
Ia sama sekali tidak bisa belajar membaca dan menulis, serta ia berbicara
seperti bayi. Tetapi ia dapat melakukan latihan dan pengondisian kebiasaan pada
tingkat dasar tertentu. Intelegensi sosialnya secara khas lebih tinggi daripada
intelegensi abstraknya. Ia membutuhkan pengawasan dalam segala bidang kehidupan
tetapi mungkin dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang direncanakan.
4. Pikiran Lemah (feeble minded)
Mereka yang IQ-nya dibawah 70 disebut defek mental, akan tetapi
tidak seberat imbisil, namun membutuhkan perawatan, supervisi dan kelola untuk
melindungi dirinya dan orang lain. Jika mereka masih anak-anak mereka tidak
akan memperoleh manfaat semestinya bila belajar di sekolah biasa.
2.5 Tipe Klinis Retardasi Mental (RM)
Ciri-ciri fisik orang yang Gejala klinis retardasi mental terutama yang
berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata
kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom
penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering
disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
Para ahli klinis menggunakan empat
kategori retardasi mental berdasarkan pada nilai tes intelegensinya, yaitu ringan,
sedang, berat, dan sangat berat disadur dari DSM-III, 32-33.
Tingkat Kehebatan
|
Perkiraan Rentang IQ
|
Presentase RM
|
Retardasi Mental ringan
|
50-70
|
Kira-kira
85
|
Retardasi Mental sedang
|
35-49
|
10
|
Retardasi Mental berat
|
20-34
|
3-4
|
Retardasi Mental sangat berat
|
Dibawah 20
|
1-2
|
1.
Retardasi Mental Ringan
Pada usia pra sekolah (0-5 tahun) mereka dapat mengembangkan kecakapan
sosial dan komunikasi, mempunyai sedikit hambatan dalam bidang sensorimotor dan
sering tidak dapat dibedakan dari anak yang tidak retardasi mental, sampai usia
yang lebih lanjut. Pada usia remaja mereka dapat memperoleh kecakapan akademik
sampai taraf kelas 6 SD, dan pada masa dewasa biasanya dapat menguasai
kecakapan sosial dan keterampilan yang cukup untuk sekedar berdikari, namun masih
membutuhkan supervise dan bimbingan.
2. Retardasi Mental Sedang
Mereka mempunyai kecakapan berkomunikasi selama masih anak dini (awal
sekolah). Mereka memperoleh dari latihan keterampilan dan dengan pengawasan ia
dapat mengurus dirinya sendiri pada masa remaja mempunyai kesulitan bergaul
karena kurang mengenal norma-norma pergaulan dan pada masa dewasa mereka dapat
melakukan pekerjaan kasar.
3.
Retardasi Mental Berat
Pada masa anak kurang mampu mengetahui berkomunikasi. Suatu usia sekolah
menerima dapat belajar bicara dan dapat dilatih kecakapan dalam mengurus diri
yang sederhana. Sedangkan pada masa dewasa mereka dapat melakukan pekerjaan
sederhana dan harus diawasi secara ketat.
4. Retardasi Mental Sangat Berat
Pada orang yang mengalami RM sangat berat diagnose mengalami kelainan
neurologis yang mengakibatkan retardasi mentalnya tersebut. Pada masa anak-anak
mereka menunjukan gangguan yang berat dalam bidang sensorik motorik. Untuk
perkembangan motorik dan kemampuan mengurus diri serta kemampuan berkomunikasi
dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan.
Tingkat-
tingkat Retardasi Mental dan tingkah laku adaptif untuk rentang kehidupan dalam
pandangan klinis.
Tingkat
|
Usia Prasekolah 0-5
|
Usia Sekolah 6-21
|
Dewasa 21+
|
Ringan
|
Anak-anak prasekolah ini dapat
mengembangkan keterampilan-keterampilan social dan komunikasi dengan
retardasi mental ringan pada bidang sensorik-motorik. Sampai usia selanjutnya
anak-anak ini jarang bisa dibedakan dari anak-anak normal.
|
Anak-anak muda yang berusia
sekolah ini dapat mempelajari keterampilan-keterampilan akademis sampai
kira-kira kelas VI SD pada usia mereka yang sudah belasan tahun. Secara khas
mereka tidak dapat mempelajari bahan-bahan pelajaran Sekolah Menengah Umum
dan membutuhkan pendidikan khusus, terutama pada tingkat usia Sekolah
Menengah.
|
Orang-orang dewasa ini mampu
melakukan keterampilan social dan vokasional bila diberi pendidikan dan
latihan yang tepat. Mereka kadang-kadang membutuhkan pengawasan dan bimbingan
bila mereka mengalami tekanan social dan ekonomis yang berat.
|
Sedang
|
Anak-anak prasekolah ini dapat
berbicara dna belajar berkomunikasi tetapi kurang memperlihatkan kesadaran
social dan hanya memperhatikan perkembangan motor yang cukup (sedang). Mereka
dapat ditangani dengan pengawasan sederhana.
|
Anak-anak muda ini dapat
mempelajari keterampilan-keterampilan akademis fungsional sampai kira-kira
kelas IV SD pada usia mereka pada akhir belasan tahun, pendidikan khusus
dibutuhkan.
|
Orang-orang dewasa ini mampu
membiayai hidupnya sendiri dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak
membutuhkan keterampilan atau pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan
semiketerampilan, tetapi mereka membutuhkan pengawasan dan bimbingan bila
mereka mengalami kesulitan social dan ekonomis yang ringan
|
Berat
|
Anak-anak prasekolah ini kurang
memperlihatkan perkembangan motor, dan hanya berbicara sedikit. Pada umumnya,
mereka tidak mampu memperoleh keuntungan dari latihan dalam membantu dirinya
sendiri, dan mereka memperlihatkan sedikit keterampilan-keterampilan
berkomunikasi atau tidak memperlihatkannya sekalipun.
|
Anak-anak muda usia sekolah ini
dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dan dapat dilatih dalam
kebiasaan-kebiasaan kesehatan yang mendasar. Mereka tidak dapat mempelajari
keterampilan-keterampilan fungsional, tetapi mereka dapat memperoleh
keuntungan dari latihan kebiasaan-kebiasaan yang sistematis.
|
Orang-orang dewasa muda ini dapat
menyumbang sebagian untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan pengawasan
yang penuh, dan mereka dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk
melindungi dirinya sendiri sampai pada suatu tingkat yang sedikit berguna
dalam suatu lingkungan yang terkontrol.
|
Sangat berat
|
Retardasi yang sangat hebat,
kemampuannya hanya sedikit yang berfungsi dalam bidang sesorik motor.
Anak-anak ini membutuhkan perawatan.
|
Suatu perkembangan motor ada pada
anak-anak muda ini tetapi mereka tidak memperoleh keuntungan dari latihan
dalam membantu dirinya sendiri. Mereka benar-benar membutuhkna perawatan.
|
Orang-orang dewasa ini hanya
memperlihakan suatu perkembangan motor dan cara berbicara. Mereka sama sekali
tidak mampu memelihara dirinya sendiri dan benar-benar membutuhkan perawatan
dan pengawasan
|
Tingkatan intelegensi menurut Weschler :
ü Verisuperior : >130
ü Superior : 120-127
ü Bright normal/diatas rata-rata : 110-119
ü Average (rata-rata) : 90-109
ü Dull normal/bodoh : 80-89
ü Borderline : 70-79
ü Mental defektif : 69
kebawah
2.6 Penyesuaian Diri Orang yang mengalami Retardasi Mental
Anak-anak dan orang dewasa yang
mengalami retardasi mental memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang sama seperti
orang-orang yang mentalnya lebih baik. Karena cacat, maka kebutuhan mereka
terutama kebutuhan akan keamanan emosi mungkin lebih mendesak. Jika
kebutuhan-kebutuhan itu terhambat dan terjadi gangguan emosi sebagai akibat
dari hambatan itu, maka orang yang mengalami retardasi mental itu benar-benar
tidak beruntung. Ia tidak memiliki intelegensi yang mencukupi untuk
mengembangkan berbagai mekanisme penyesuaian diri yang dapat membantunya
memecahkan masalah-maslah emosional.
Orang
yang terbelakang tidak hanya cacat mental, tetapi juga kemungkinannya jauh
lebih besar daripada anak-anak normal, ia juga mengalami cacat fisik. Karena
orang yang mengalami retardasi mental kurang memiliki perlengkapan mental untuk
menangani cacat fisiknya, maka ini merupakan masalah pribadi yang lebih besar
baginya daripada orang yang lebih cerdas. Cacat fisik tertentu dapat
menyulitkan hubungan social, dan dengan demikian menambah perasaan-perasaan
bahwa ia berbeda dari orang-orang lain.
1. Penyesuaian diri di sekolah.
Anak yang intelegensinya dibawah
rata-rata biasanya mengalami kesulitan di kelas. Jika misalnya, IQ-nya 67
mentalnya berkembang 8 bulan untuk setiap tahun kalender. Oleh karena itu, jika
ia masuk sekolah pada usia 6 tahun, usia mentalnya baru 4. Ia mungkin
diharapkan dapat belajar membaca, tetapi ia tidak bisa. Pada akhir tahun
pelajaran mungkin ia diberitahukan gurunya bahwa ia tinggal kelas, atau mungkin
bisa naik ke kelas II.
Ada dua pemecahan bagi masalah sekolah
anak-anak yang sedikit mengalami retardasi
mental, yakni yang ber-IQ 51-69. Anak tersebut dididik dalam program
sekolah khusus atau dalam program sekolah biasa ynag heterogen. Dalam program
sekolah khusus, anak dididik mengenai keterampilan-keterampilan dasar seperi
membaca tanda-tanda sederhana, menghitung, dan sebagainya. Dalam program
sekolah khusus itu, agak mudah untuk menyesuaikan isi kurikulum dan
metode-metode pengajaran dengan kebutuhan dan kemampuan anak-anak yang diajar. Bahan pengajaran harus tidak hanya cocok bagi
individu, melainkan harus ada kegunaan sosialnya. Nilai-nilai fungsional dan
bukan nilai-nilai akademik harus selalu dititikberatkan dalam pendidikan
anak-anak yang cacat mental. Anak yang lebih maju dapat disiapkan untuk
pekerjaan-pekerjaan yang sederhana dan kehidupan mandiri pada tingkat yang
layak. Pengalaman kelompok di sekolah dapat memberikan kesempatan
hubungan-hubungan emosional yang memuaskan bagi anak-anak yang cacat mental.
Tetapi kalau sukar atau tidak
mungkin menempatkan anak-anak itu dalam program sekolah khusus demi
tujuan-tujuan pengajaran, maka mereka ditempatkan di sekolah yang heterogen,
tetapi guru harus tetap mengadakan pembedaan dengan anak-anak lain untuk
membantu anak-anak cacat mental itu dalam mengembangkan kemampuan-kemampuannya,
meskipun terbatas.
2. Penyesuaian diri di keluarga.
Hubungan anak yang cacat mental
dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan hubungan anak yang taraf
intelegensinya normal dengan orang tuanya. Kepribadiannya, termasuk kestabilan
atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan kepribadian dan
kstabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya.
Seringkali reaksi-reaksi orang tua
terhadap anak yang cacat mental dapat menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai
kemampuan untuk menyesuaikan diri yang normal. Mereka mungkin tidak mau
mengakui kekurangan-kekurangan anak-anak itu dan melemahkan dorongannya untuk
mencapai sesuatu karena mereka tidak memperlihatkan kepuasan terhadap apa yang
dapat dilakukannya. Mereka menekan anak itu untuk mencapai ukuran-ukuran yang
melampaui taraf kemampuannya dengan cara yang halus, penuh kasih saying, atau
terang-terangan menolak. Dlam kasus-kasus seperti itu diperlukan sekali bantuan
konseling yang dapat siperoleh melalui badan-badan social yang sangat
memperhatikan kebutuhan anak yang cacat mental. Tenaga professional dari
badan-badan social ini dapat berbuat banyak untuk mengurangi pengaruh dari sikap-sikap ornag
tua yang keliru. Chamberlain dan Moss berkata: “Setelah menangani beratus-ratus
anak disekolah kami, kami sampai pada kesimpulan bahwa anak-anak membawa
masalah-masalah emosional dan social dari rumah ke sekolah. Mereka mencerminkan
jauh lebih banyak sikap emosional para orang tua mereka dibandingkan anak-anak
normal.” (Chamberlain & Moss, 1953).
Orang tua dari anak yang cacat
mental harus menerima cacatnya dan membantunya untuk menyesuaikan diri dengan
cacatnya itu. Disamping itu, mereka harus menghindari tujuan-tujuan yang
ditetapkan terlalu tinggi untuk dicapai, dan mereka harus menyadari juga bahwa
ada banyak hal yang dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhannya akan
prestasi didalam bidang-bidang kegiatan yang terbatas. Meskipun ia tidak
mungkin bekerja dengan baik dalam bidang akademik, tetapi ada banyak jenis
keterampilan yang dapat dikuasainya. Jika ia merasa aman dalam hubungannya
dengan keluarganya, jika ia mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar
memperhatikannya dan mereka puas dengan prestasi sedikit yang dicapainya, maka
dengan ini ia banyak dibantu dalam menyesuaikan diri dengan dunia luar.
Menerima keterbatasan mental merupakan kunci utama bagi kesehatan mental,
terutama bagi yang sedikit cacat.
2.7 Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental
1. Pencegahan Retardasi
Mental
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan
retardasi mental dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan
sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha
pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan:
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat, 2) perbaikan keadaan
sosial-ekonomi, 3) konseling genetik, 4) Tindakan kedokteran, antara lain: a)
perawatan prenatal dengan baik, b) pertolongan persalinan yang baik, dan c)
pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
a. Pencegahan Sekunder
Pencegahan
sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan diagnosis
dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
2. Penanganan Retardasi Mental
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan
hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Siapapun
orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya
menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat
berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka
mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka
perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan
pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab
psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu
diambil anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan,
dan pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita
Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan
kapasitas yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki
sifat-sifat yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat
keterampilan berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi
berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit
dari pada melatih anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi
mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat
dilakukan adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada
penderita retardasi mental, yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan
dan berpakaian sendiri, dst.,
2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis
kelamin penderita, dan
4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai
hal-hal yang baik dan buruk secara moral.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut
Louis Stern, yaitu daya menyesuaikan
diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut
tujuannya jadi lebih menitikberatkan pada segi adjustmen/penyusunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Intelegensi yaitu: keturunan, latar belakang social ekonomi, lingkungan hidup,
kondisi fisik, dan iklom emosi.
Definisi RM menurut WHO adalah : suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti/tidak lengkap yang terutama ditandai dengan
adanya hambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh
pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan
sosial. RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau fisik lainnya. Tingkatan Retardasi Mental yaitu:
moron, imbisil, idiot, pikiran lemah, dan defek mental. Tipe klinis retardasi
mental yaitu RM ringan, RM sedang, RM berat dan RM sangat berat.
Comments