KONSEP ADAPTASI
3.1 Pengertian Adaptasi
Adaptasi
adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon
terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi
kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas
terhadap stress.
Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.
Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu
proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal
menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi
adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi
melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan
idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976,
; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin
berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari
anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu
berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan
yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
1.2
Dimensi
Adaptasi
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik,
perkembangan, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif
terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh karenanya, ketika mengkaji adaptasi
klienterhadap stress, perawat harus mempertimbangkan individu secara menyeluruh.
1)
Adaptasi fisiologis
Indikator
fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara
umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu
teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator
tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan
klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat
aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.
Durasi dan intensitas dari gejala
secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima.
Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian
tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem.
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
2)
Adaptasi psikologis
Emosi kadang dikaji
secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress
mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian
individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi
terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan
stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme
koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang
merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi
media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap
peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi
dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams,
1992 ; Tarstasky, 1993).
©
Indikator
emosional / psikologi dan perilaku stress :
• Ansietas
• Depresi
• Kepenatan
• Peningkatan penggunaan bahan kimia
• Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
• Kelelahan mental
• Ansietas
• Depresi
• Kepenatan
• Peningkatan penggunaan bahan kimia
• Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
• Kelelahan mental
• Perasaan tidak adekuat
• Kehilangan harga diri
• Peningkatan kepekaan
• Kehilangan motivasi.
• Ledakan emosional dan menangis.
• Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
• Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
• Mudah lupa dan pikiran buntu
• Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
• Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
• Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
• Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
• Letargi
• Kehilangan minat
• Rentan terhadap kecelakaan.
• Kehilangan harga diri
• Peningkatan kepekaan
• Kehilangan motivasi.
• Ledakan emosional dan menangis.
• Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
• Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
• Mudah lupa dan pikiran buntu
• Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
• Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
• Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
• Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
• Letargi
• Kehilangan minat
• Rentan terhadap kecelakaan.
3)
Adaptasi
Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat
mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap
tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan
menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress
yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan
tahap perkembangan tersebut. Dalam
bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di
rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu
mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping
adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
Anak-anak usia sekolah
biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai mnyedari bahwa akumulasi
pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan ,
dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di
antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau
ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat
tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja
dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem
pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos,
1992).
Dewasa muda berada
dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa.
Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor
mencakup konflik antara harapan dan realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun
keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua
mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus
menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan
mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak
tanggung jawab yang membebani mereka.
Usia lansia biasanya
menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap
kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus
menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis.
Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
4)
Adaptasi
Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping
dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe,
dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat
menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara
keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).
Perawat
juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau mekanisme
koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai
mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan
professional (Murata, 1994)
5)
Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual
untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga
bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan
kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman.
Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat
mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi.
Ketika
perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh
menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa
bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.
Comments