LAPORAN PENDAHULUAN TETANUS ( LP TETANUS )
A. TINJAUAN TEORI
I. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan
dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin
kuman closteridium tetani
II. Etiologi
Sering kali tempat
masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk,
lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
III. Patofisiologi
Bentuk spora dalam
suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan
eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan
menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot
baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot
polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial
membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang
mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi
dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam
kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh
tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
IV. Prognosa
Bila periode”periode of
onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
V. Manifestasi Klinik
- Keluhan
dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut
(trismus)
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot
dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak
kaki)
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang
spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti
hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan
gberat
- Bila
periode”periode of onset”
pendek penyakit dengan
cepat akan berkembang menjadi
berat
Untuk
mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
1. ringan ;
hamya trismus dan kejang lokal
2. sedang ;
mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata,
opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.
VI. Penatalaksanaan
Medik
Pada dasarnya ,
penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. eliminasi kuman
1. debridement
untuk menghilangkan
suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda
asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires
gigi.
2. antibiotika
penisilna prokain
50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain
ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
b. netralisasi toksin
toksin yang dapat
dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
Dapat diberikan ATS
5000-100.000 KI
c. perawatan suporatif
perawatan penderita
tetanus harus intensif dan rasional :
1. nutrisi dan cairan
- pemberian
cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering
kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri
nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
- bila
sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian
makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.
2. menjaga
agar nafas tetap efisien
- pemebrsihan jalan
nafas dari lendir
- pemberian xat asam
tambahan
- bila perlu , lakukan
trakeostomi (tetanus berat)
3.
mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
- antikonvulsan
diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang
cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan
dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus,
dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis
maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan
4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
- bila dosis maksimal
telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat
secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)
4.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua
pakaian ketat dibuka
2. Posisi
kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan
agar jalan napas bebasu ntuk menjamin
kebutuhan oksigen
4. Pengisapan
lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
.
B. KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS
I. Pengkajian
Pengkajian adalah
pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam
pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan
diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah
kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team
kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode
pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data
yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang
lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada
kasus tetenus ini meliputi :
a. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2. Keluhan
utama kejang
3. Riwayat
Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
ditanyakan :
Apakah
disertai demam ?
Dengan
mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah
infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak
antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama
serangan
Seorang ibu
yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan
kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan
pengobatan.
Pola
serangan
Perlu
diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah
bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah
serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik ?
Apakah
serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti
epilepsi akinetik ?
Apakah
serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik
sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang
demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi
serangan
Apakah
penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama
kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila
kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan
sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum
kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan
kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana
kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan
apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan
sebagainya ?
Riwayat
penyakit sekarang yang menyertai
Apakah
muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi),
gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat
Penyakit Dahulu
Sebelum
penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali
?
Apakah ada
riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka
yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya
kuman yang menghasilkan endotoksin.
5. Riwayat
kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan
luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6. Riwayat
sosial
Hubungan
interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola
kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan
keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola
kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola
persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup
yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan
kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana
pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan
pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk
mengetahui asupan kebutuhan gizi
Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi
oleh klien ?
Makanan apa
saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali
minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola
Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat
kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak
? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola
aktivitas dan latihan
Pola
tidur/istirahat
Berapa jam
sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan
sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
b. Data Obyektif
1. Pemeriksaan
Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan
Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna,
kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi
energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung
dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat
serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa
fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada
pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar
sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah
tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah
tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
Leher
Adakah
tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans ?
Thorax
Pada
infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale
? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana
keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah
bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah
distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan
peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana
keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah
terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana
suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah
kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
c. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung
sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1.
Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00
meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144
meq/dl )
2.
Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
3.
EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
biasanya normal.
d. Analisa dan Sintesa Data
Analisa data
merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi,
mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola
data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat
kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang
disebut diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan
adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien
serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan.
Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah :
1.
Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan
serangan kejang berulang.
2.
Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas
berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan
3.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4.
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan
penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi
eksotoksin
II. Perencanaan
Perencanaan merupakan
keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan,
dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang
memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
a. Diagnosa Keperawatan
: Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
1.
Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2.
klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3.
Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4.
Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi),
Respirasi 16-20 x/menit
5.
Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan
:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2.
tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai
pengaman di ruang yang tenang dan nyaman
3.
anjurkan klien istirahat
4.
sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan
gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang
5.
lindungi klien pada saat kejang dengan :
-
longgarakn pakaian
-
posisi miring ke satu sisi
-
jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
-
kencangkan pengaman tempat tidur
-
lakukan suction bila banyak sekret
6.
catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama,
adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala
lainnya yang timbul.
7.
sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan
obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
8.
observasi efek samping dan keefektifan obat
9.
observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan
irama jantung
10. lakukan
pemeriksaan neurologis setelah kejang
11. kerja sama
dengan tim :
-
pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
-
pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
-
pemberian oksigen tambahan
-
pemberian cairan parenteral
-
pembuatan CT scan
|
1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran
toksin tetanus.
2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau
rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.
5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera
fisik.
6. dokumentasi untuk
pedoman dalam penaganan berikutnya.
7. tanda-tanda vital
indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.
8. efek samping dan
efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.
9 dan 10 kompliksi
kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.
11. untuk
mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan
baik berupa bolus, syringe pump.
|
b. Diagnosa Keperawatan
: Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan
klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.
Kriteria
Hasil :
1.
Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan
penanganannya
2.
klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
3.
klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan
penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Identifikasi
tingkat pengetahuan klien dan keluarga
2. Hindari proteksi
yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai
dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein
dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang
4. jelaskan
pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit,
istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan tentang
efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada
kulit, synkope dan konvusion)
6. jaga kebersihan
mulut dan gigi secara teratur
|
1. Tingkat
pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.
2. tidak memanipulasi
klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas.
3. kerja sama yang
baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya
4. status kesehatan
yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul
penyakit penyerta/penyulit.
5. efek samping yang
ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya.
6. Kebersihan mulut
dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi
berulang.
|
2.3.4
Pelaksanaan
Pelaksanaan
keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan
klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
2.3.5
Evaluasi
Tahap
evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah
dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari
identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall
C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica
Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E.
Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC,
Jakarta
Santosa NI,
1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso
Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Comments