PENYAKIT JANTUNG REMATIK
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
I. DEFINISI
Demam Reumatik / penyakit jantung
reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan
suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor
yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan
Eritema marginatum.
II. ETIOLOGI
Demam reumatik,
seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu,
penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan
infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A
berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus
dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan
infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor
predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan
lingkungan.
Faktor-faktor
pada individu :
1.
Faktor
genetik
Adanya antigen
limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan
hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal
dengan status reumatikus
2.
Jenis
kelamin
Demam reumatik
sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi
data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3.
Golongan
etnik dan ras
Data di Amerika
Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih
sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih.
Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.
4.
Umur
Umur agaknya
merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara
5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak
antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa
penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5.
Keadaan
gizi dan lain-lain
Keadaan gizi
serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6.
Reaksi
autoimun
Dari penelitian
ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus
beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung
terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever
Faktor-faktor
lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi
yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor
lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam
reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas
menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan
kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik
merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis
pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan
cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
III. PATOGENESIS
Demam
reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus
golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung,
pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik
bermanifestasi kira-kira 1 – 5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal,
seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling
sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk poliarthritis yang bermigrasi.
Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang
secara bertahap.
Demam reumatik
dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini
serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah
berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum
diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk
dalam penyakit autoimun.
Streptococcus
diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta
streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya
antibodi.
Pada penderita
yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem
antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain.
Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian
terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal
demam reumatik, saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.
ASTO (
anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering
digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 %
penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan
titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap
streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik
didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Patologi anatomis
Dasar kelainan patologi
demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferasi jaringan
mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti
sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena
tetapi selalu reversibel. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang
dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor
dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis
tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.
IV.
MANIFESTASI KLINIK
Perjalanan
klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Berupa infeksi
saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan :
§
Demam
§
Batuk
§
Rasa
sakit waktu menelan
§
Muntah
§
Diare
§
Peradangan
pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium
II
Stadium
ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu,
kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium
III
Yang
dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala
peradangan umum :
§ Demam yang tinggi
§ lesu
§ Anoreksia
§ Lekas tersinggung
§ Berat badan menurun
§ Kelihatan pucat
§ Epistaksis
§ Athralgia
§ Rasa sakit disekitar sendi
§ Sakit perut
Stadium
IV
Disebut juga
stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala
sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta
beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit
jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
IV.
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
F Pemeriksaan laboratorium
darah
F Foto rontgen menunjukkan
pembesaran jantung
F Elektrokardiogram
menunjukkan aritmia E
F Echokardiogram menunjukkan
pembesaran jantung dan lesi
V.
DIAGNOSIS
PENUNJANG
Untuk
menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones yaitu :
Kriteria
mayor :
Ä
Poliarthritis
Pasien dengan
keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar;
lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).
Ä
Karditis
Peradangan pada
jantung (miokarditis, endokarditis).
Ä
Eritema
marginatum
Tanda kemerahan
pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
Ä
Noduli
subkutan
Terletak pada
ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak nyeri
dan dapat bebas digerakkan.
Ä
Korea
sydenham
Gerakkan yang
tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai manifestasi peradangan pada
sistem syaraf pusat.
Kriteria
Minor :
Ä Mempunyai riwayat menderita
demam reumatik /penyakit jantung reumatik
Ä Athralgia atau nyeri sendi
tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang-kadang sulit menggerakkan
tungkainya
Ä Demam tidak lebih dari 39
derajad celcius
Ä Leukositosis
Ä Peningkatan Laju Endap
Darah (LED)
Ä C-Reaktif Protein (CRF)
positif
Ä P-R interval memanjang
Ä Peningkatan pulse denyut
jantung saat tidur (sleeping pulse)
Ä Peningkatan Anti
Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa
ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua
kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Bukti-bukti
infeksi streptococcus :
Ä
Kultur
positif
Ä
Ruam
skarlatina
Ä
Peningkatan
antibodi streptococcus yang meningkat
VI.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan
penatalaksanaan medis adalah :
ð Memberantas infeksi
streptococcus
ð Mencegah komplikasi
karditis
ð Mengurangi rasa sakit;
demam
Pemberantasan
infeksi streptococcus :
Pemberian
penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :
ð Berat badan lebih dari 30
kg Ã
1,2 juta unit
ð Berat badan kurang dari 30
kg Ã
600.000 - 900.000 unit
ð Untuk pasien yang alergi
terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih 10 hari.
Pencegahan
komplikasi karditis :
ð Pemberian penisilin
benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut The
American Asosiation
ð Tirah baring bertujuan
untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja jantung pada
saat serangan akut demam reumatik
ð Bila pasien ada tanda-tanda
gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 – 0,06 mg/kg BB.
Mengurangi
rasa sakit dan anti radang :
ð Pasien diberi analgetik
untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan untuk anti
radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih dan 25 mg/kg BB/hari
selama satu bulan.
ð Prednison diberikan selama
kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap) Dosis awal
prednison 2 mg/kg BB/hari.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones
yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu
mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik.
Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT
JANTUNG REUMATIK
A. PENGKAJIAN
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :
Ä
Fungsi
jantung
Ä Toleransi terhadap
aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas
Ä
Status
nutrisi
Ä
Tingkat
ketidaknyamanan
Ä
Gangguan
tidur
Ä
Kemampuan
klien mengatasi masalah
Ä
Hal-hal
yang dapat membantu klien
Ä Pengetahuan orang tua dan
pasien (sesuai usia pasien) tentang pemahaman pasien
Pengkajian
Ä Riwayat penyakit
Ä Monitor komplikasi jantung
Ä Auskultasi jantung; bunyi
jantung melemah dengan irama derap diastole
Ä Tanda-tanda vital
Ä Kaji adanya nyeri
Ä Kaji adanya peradangan
sendi
Ä Kaji adanya lesi pada kulit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Penurunan
Curah Jantung
berhubungan dengan stenosis katub
Tujuan
: COP meningkat
Kriteria
:
-
Klien
menunjukan penurunan dyspnea
-
Ikut
berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan peningkatan toleransi
Intervensi
:
a. Pantau tekanan darah, nadi
apikal dan nadi perifer
b. Pantau irama dan frekuensi
jantung
c.
Tirah
baring posisi semifowler 450
d. dorong klien melakukan
tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi )
e. bantu aktivitas klien
sesuai indikasi bila klien mampu
f. kolaborasi O2
serta terapi
2.
Intoleransi
aktivitas
b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan
kebutuhan
Tujuan
: Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas
Kriteria
:
-
Respon
verbal kelelahan berkurang
-
Melakukan
aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi aktivitas tidak boleh lebih
dari 90X/menit, tidak nyeri dada )
Intervensi
:
a. Hemat energi klien selama
masa akut
b. Pertahankan tirah baring
sampai hasil laborat dan status klinis membaik
c. Sejalan dengan semakin
baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas
d. Buat jadwal aktivitas dan
istirahat
e. Ajarkan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari
f.
Ajarkan
pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah dihubungkan
dengan korea dan temporer.
g. Bila terjadi chorea,
lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan sedasi sesuai program
3.
Nyeri b.d respon inflamasi pada
sendi (poliarthritis).
Tujuan
: tidak terjadi rasa nyeri pada klien
Kriteria
:
-
Nyeri
klien berkurang
-
Klien
tampak rileks
-
Ekspresi
wajah tidak tegang
-
Klien
dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa sakit
Intervensi
:
a. Kaji tingkat nyeri dengan
menggunakan skala
b. Berikan tindakan kenyamanan
( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik
manajemen stress)
c. Minimalkan pergerakkan
untuk mengurangi rasa sakit
d. Berikan terapi hangat dan
dingin pada sendi yang sakit
e. Lakukan distraksi misalnya
: tehnik relaksasi dan hayalan
f. Pemberian analgetik, anti
peradangan dan antipiretik sesuai program.
g. Rujuk ke terapi fisik
sesuai persetujun medik
4.
Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa
sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.
Tujuan
: tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien
Kriteria
:
-
Nafsu
makan klien bertambah
-
Klien
tidak merasa mual, muntah
-
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi
:
a. Beri makan sedikit tapi
sering (termasuk cairan)
b. Masukkan makanan kesukaan
anak dalam diet
c. Anjurkan untuk makan
sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat keterbatasan)
d. Memilih makanan dari daftar
menu
e. Atur makanan secara menarik
diatas nampan
f.
Atur
jadwal pemberian makanan
g. Berikan makanan yang
bergizi tinggi dan berkualitas.
5.
kelebihan
volume cairan berhubungan
dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya
tekanan hidrostatik
Tujuan
: volume cairan seimbang
Kriteria
:
-
Volume
cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn
-
Tidak
terdapat odema
Intervensi
:
-
Pantau
haluaran urine, catat jumlah dan warna
-
Pantau
keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam
-
Berikan
makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering
-
Ukur
lingkar abdomen sesuai indikasi
-
Kolaborasi
pemberian diuretik
6.
Pola
pernafasan tak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Tujuan
: pola nafas efektif
Kriteria
Hasil :
-
Frekuensi
nafas dan kedalaman dalam rentang normal
Intervensi
:
-
Kaji
frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat pernafasan/upaya
pernafasan
-
Auskultasi
bunyi nafas dan catat bunyi nafas
-
Tinggikan
kepala dan bantu mengubah posisi
-
Kolaborasi
terapi O2
-
7.
Kurangnya
pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi
jantung.
Tujuan
: pengetahuan orang tua /anak bertambah
Kriteria
:
-
Orang
tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit
-
Orang
tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan
-
Orang
tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak
Intervensi
:
a. Auskultasi bunyi jantung
untuk mengetahui adanya perubahan irama
b. Pemberian antibiotik sesuai
program
c. Pembatasan aktivitas sampai
manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat
d. Berikan terapi bermain yang
sesuai dan tidak membuat lelah.
8.
Perubahan
proses keluarga
b.d kondisi penyakit anak.
Tujuan
:
-
Mempersiapkan
keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik / jantung
reumatik
-
Keluarga
dapat beradaptasi dengan penyakitnya
Kriteria
:
Keluarga
dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang muncul
dan memberikan atau menyediakan
lingkungan yang sesuai dengan anak.
Intervensi
:
a. Berikan dukungan emosional
pada keluarga dan anak
b. Anjurkan orang tua untuk
mengekspresikan perasaannya
c. Anjurkan anak untuk berbagi
rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan manifestasi penyakit
(misal: korea, karditis dan kelemahan otot)
d. Bertindak sebagai pembela
dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya
e. Anjurkan anak untuk
berhubungan dengan teman sebaya
f.
Dorong
keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai
dengan usia.
Comments