FISIOLOGI ALIRAN DARAH JANTUNG
FISIOLOGI ALIRAN DARAH JANTUNG
Jantung
mendapatkan aliran darah dari arteri koronaria. Sirkulasi koronaria meliputi
seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui
cabang-cabang intramiokardium yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui
akibat-akibat dari pentakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih
dahulu distribusi arteri koronaria ke otot jantung dan sistim penghantar.
Arteri koronaria.
Arteri
koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteri koronaria
ini terdapat dalam sinus valsalva dalam aorta, tepat di atas katup aorta.
Sirkulasi koroner terdiri dari arteri koronaria kiri dan arteri koronaria
kanan. Arteri koronaria kiri mempunyai dua cabang, yaitu arteri desendens
arteri kiri dan arteri sirkumpleksa kiri.
Arteri-arteri
ini berjalan melingkar jantung dalam dua celah anatomi eksterna: sulkus atrioventrikularis yang melingkari
jantung diantara atrium dan ventrikel, dan sulkus interventrikularis yang
memisahkan kedua ventrikel. Tempat pertemuan kedua celah dipermukaan posterior
jantung merupakan bagian jantung yang kritis, dipandang dari sudut anatomi
dikenal sebagai kruks jantung yaitu bagian jantung yang terpenting dari
jantung. Nodus AV berlokasi pada tempat pertemuan ini. Karena itu pembuluh
manapun yang melintasi kruks tersebut merupakan pembuluh yang menghantarkan ke
nodus AV.
Aretri koronaria kanan berjalan ke lateral
mengitari sisi kanan jantung di dalam sulkus interventrikularis kanan. Pada 90
% jantung, arteri koronaria kanan pada waktu mencapai posterior jantung akan
menuju kruks lalu turun menuju menuju afeks jantung dalam sulkus
interventrikularis posterior. Arteri koronaria kiri tidak bercabang lagi
sesudah meninggalkan pangkalnya di aorta. Aretri sirkumpleksa kiri berjalan ke
lateral di bagian kiri jantung dalam sulkus atrioventrikularis kiri.
Distribusi secara berkeliling ini sesuai
dengan sebutan dan tujuan fungsinya sebagai pembuluh sirkumpleksia. Demikian
juga arteri desendens arterior kiri menyatakan perjalanan anatomis dari cabang
arteri tersebut. Arteri tersebut berjalan ke bawah pada permukaan jantung dalam
sulkus interventrikularis anterior. Kemudian arteri ini melintasi apeks jantung
dan berbalik arah dan berjalan ke atas sepanjang permukaan posterior sulkus
interventrikularis untuk bersatu dengan cabang distal arteri koronaria kanan.
Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh
epikardial dan intramiokardia yang khas. Arteri desendens arterior kiri
membentuk percabangan septum yang memasok 2/3 bagian arterior septum dan
cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari
ventrikel kiri. Permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh
cabang-cabang marginal dari arteri sirkumpeksa.
Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu
korulasi antar arteri koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada
dasarnya arteri koronaria dextra memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel
kanan dan dinding inferior ventrikel kiri. Arteria sirkumpleksa sinistra
memberikan darah pada atrium kiri dan dinding
posteriolateral ventrikel kiri. Arteri desendens arterior kiri memberikan darah
ke dinding depan ventrikel kiri yang masif.
Penyediaan nutrisi pada penghantar
merupakan suatu korelasi kritis lain yang juga ditentukan oleh jalur-jalur
anatomis. Meskipun nodus SA letaknya letaknya di atrium kanan, tetapi pada 55%
individu mendapat darah dari arteri koronaria kanan, dan 45% individu mendapat
darah dari suatu cabang yang berasal dari arteria sirkumpleksa kiri. Nodus AV
yang dipasok oleh arteri yang melintasi kruks, yaitu dari arteri koronaria
kanan pada 90% individu dan pada 10% sisanya dari arteria sirkumpleksa kiri.
Anastomosis antara cabang arteria juga
ditemukan pada sirkulasi koroner. Anastomosis ini tidak berfungsi pada keadaan
normal, akan tetapi mempunyai arti yang sangat penting bagi sirkulasi kolateral
maupun sirkulasi alternatif untuk berfungsi daerah miokardium yang tidak
mendapatkan aliran darah akibat lesi obstuktif pada jalur koroner yang normal.
Vena-vena jantung
Distribusi vena koronaria pararel dengan
distribusi arterianya. Sistim vena jantung mempunyai 3 bagian yaitu vena
thelesia yang merupakan sistem yang terkecil, menyalurkan sebagian darah dari
miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan, vena kardiak anterior yang
mempunyai fungsi mengosongkan sebagian
besar isi jaringan vena ventrikel kanan langsung ke atrium kanan, sinus
koronarius dan cabangnya merupakan sistimvena yang paling besar dan paling
penting berfungsi menyalurkan pengembalian darah jaringan vena miokardial ke
dalam atrium kanan melalui ostium sinus koronaria disamping muara vena kava
inferior.
PENGERTIAN
MIOKARD INFARK
Miokard infark adalah kematian otot jantung
yang diakibatkan oleh kekurangan aliran darah atau oksigen. Penyebabnya adalah
penyempitan atau sumbatan pembuluh darah koroner.
PATHOFISIOLOGI
ISKEMIA
Kebutuhan akan oksigen yang melibihi
kapasitas suplei oksigen oleh pembuluh darah yang terserang penyakit
menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan
fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang bersifat aerob
menjadi metabolisme anaerob.Pembentukan fosfat berenergi tinggi akan menurun.
Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam
laktat akan tertimbun sehingga pH sel menurun.
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta
asidosis dengan cepat menganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontraksi
berkurang, serabut-serabutnya memendek, daya dan kecepatannya berkurang.
Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut
akan menonjol keluar setiap kali kontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan
gangguan gerakkan jantung akan mengubah hemodinamika. Perunahan ini bervariasi
sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks
kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi ventrikel kiri dapa t
mengurangi curah jantung sehingga akan memperbesar volume ventrikel akibatnya
tekanan jatung kiri akan meningkat. Juga tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang
sering terjadi yaitu peningkatan tekanan darah yang ringan dan denyut jantung
sebelum timbulnya nyeri yang merupakan
respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan
tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup
luas merupakan respon vagus.
Iskemia miokardium secara khas disertai
perubahan kardiogram akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang
Tterbalik dan depresi segmen ST. Serang iskemia biasanya mereda dalam beberapa
menit bila ketidakseimbangan atara suplai dan kebutuhan oksigen sudah
diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan
elektrokardiografik bersifat reversibel.
INFARK
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 - 45
menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot
atau nekrosis.
Bagian miokardium yang mengalami infark
akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi
oleh daerah iskemia.
Infark miokardium biasanya menyerang
ventrikel kiri, infark transmural mengenai seluruh tebal dinding miokard,
sedangkan infark subendokardial nekrosisnya hanya terjadi pada bagian dalam
dinding ventrikel. Letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu
dalam sirkulasi koroner, misalnya infark anterior dinding anterior disebabkan
karena lesi pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra, infark
dinding inferior biasanya disebsbkan oleh lesi pada arteria coronaria kanan.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi
ventrikel karena otot yang nekrosis., kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot
yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan kontraksi.
Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan-perubahan :
Daya kontraksi menurun
·
Gerakkan dinding abnormal
·
Perubahan daya kembang dinding
ventrikel
·
Pengurangan curah sekuncup
·
Pengurangan fraksi efeksi
·
Peningkatan volume akhir
sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri
Gangguan fungsional ini tergantung dari
berbagai faktor; seperti:
·
Ukuran infark : 40 % berkaitan
dengan syok kardiogenik.
·
Lokasi infark: dinding anterior
lebih besar mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dinding inferior.
·
Fungsi miokardium yang
terlibat: infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
·
Sirkulasi kolateral: dapat
berkembang sebagai respon iskemia yang kronik dan hipoperfusi regional guna
memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium yang terancam.
·
Mekanisme kopensasi dari
kardiovaskuler: bekerja untuk mepertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel,
diperlukan tekanan pengisian diastolik dan volume ventrikel akan meregangkan
serabut miokardium sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi (sesuai hukum
starling). Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lewat retensi natrium
dan air oleh ginjal sehingga infark miokardium biasanya disertai pembesaran
ventrikel kiri. Sementara, akibat dilatasi kompensasi kordis jantung dapat
terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya
kontraksi dan pengosongan ventrikel.
HAL-HAL
YANG BISA MENYEBABKAN INFARK MIOKARDIUM
Aterosklerosis
Kolesterol dalam jumlah banyak berangsur
menumpuk di bawah lapisan intima arteri. Kemudian daerah ini dimasuki oleh jaringan
fibrosa dan sering mengalami kalsifikasi. Selanjutnya akan timbul “plak
aterosklerotik” dan akan menonjolke dalam pembuluh darah dan menghalangi
sebagian atau seluruh aliran darah.
Penyumbatan koroner akut
Plak aterosklerotik dapat menyebabkan suatu
bekua darah setempat atau trombus dan akan menyumbat arteria.
Trombus dimulai pada tempat plak
ateroklerotik yang telah tumbuh sedemikian besar sehingga telah memecah lapisan
intima, sehingga langsung bersentuhan dengan aliran darah. Karena plak tersebut
menimbulkan permukaan yang tidak halus bagi darah, trombosit mulai melekat,
fibrin mulai menumpuk dan sel-sel darah terjaring dan menyumbat pembuluh
tersebut. Kadang bekuan tersebut terlepas dari tempat melekatnya (pada plak
ateroklerotik) dan mengalir ke cabang arteria koronaria yang lebih perifer pada
arteri yang sama.
Sirkulasi kolateral di dalam jantung
Bila arteria koronaria koronaria
perlahan-lahan meyempit dalam periode bertahun-tahun, pembuluh-pembuluh
kolateral dapat berkembang pada saat yang sama dengan perkembangan
arterosklerotik. Tetapi, pada akhirnya proses sklerotik berkembang di luar
batas-batas penyediaan pembuluh kolateral untuk memberikan aliran darah yang
diperlukan. Bila ini terjadi, maka hasil kerja otot jantung menjadi sangat
terbatas, kadang-kadang emikian terbatas sehingga jantung tidak dapat memompa
jumlah aliran darah normal yang diperlukan.
Faktor-faktor
resiko
1.
Tidak dapat dirubah: Jenis kelamin, Umur, Keturunan.
2.
Dapat dirubah:
Kelebihan lemak, seperti: hiperkolesterol, hiperlipidemia,
hiperglitriserida.
Perokok, hiprtensi, kegemukan/obesitas, diabetus militus, stres, kurang
aktivitas fisik.
GEJALA
KLINIS
Nyeri dada restrofernal seperti
diremas-remas atau tertekan.
·
Nyeri dapat menjalar ke langan
(umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium.
Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tak responsif
terhadap nitrogliserin.
Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
·
Krepitasi basal merupakan tanda
bendungan paru-paru.
·
Takikardi
Sesak napas
·
Kulit yang pucat Pingsan
·
Hipotensi
PERIKSAAN
PENUNJANG
·
Elektrokardiografi (EKG) :
Adanya gelombang patologik disertai peninggian segmen ST yang konveks
dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik. Yang terpenting ialah
kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari
1/4).
·
Laboratorium :
Creatin fosfakinase (CPK) . Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena
kerusakan otot, maka enzim intra sel
dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik
pada hari pertama ( kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali
kenilai normal pada hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransaminase Test) Normal kurang dari 12
mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12-48 jam sesudah serangan dan
akan kembali kenilai normal pada hari ke 4 sampai 7.
LDH (Lactic De-hydroginase). Normal kurang dari 195 mU/ml. Kadar
enzim baru naik biasanya sesudah 48 jam, akan kembali ke nilai normal antara
hari ke 7 dan 12.
·
Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya
peninggian LED, lekositosis ringan dan kadang-kadang hiperglikemia ringan.
·
Kateterisasi: Angiografi koroner untuk
mengetahui derajat obstruksi.
·
Radiologi. Hasil radiologi tidak
menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan adanya
pembesaran dari jantung.
KOMPLIKASI
PADA INFARK MIOKARDIUM
Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat
disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena
menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang
abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya
kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup
berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung
sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena
pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan
onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial.
Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat
perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal
jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya
tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan.
Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel
kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40%
ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang
irreversibel, yaitu :
Penurunan perfusi perifer
·
Penurunan perfusi koroner
·
Peningkatan kongesti paru-paru
Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis
otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun
katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran
retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat
pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena
pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada otot
papilari bersangkutan.
Depek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat
menyebabkan ruptura dinding septum sehingga terjadi depek septum ventrikel.
Karena septum mendapatkan aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan
turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis, maka
rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria yang cukup berat
yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran keluar kedua
dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua
yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung
kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami pirau melalui
defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah
yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung
cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi
berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja
ventrikel kanan dan kongesti.
Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang
bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan
nekrotik sebelum pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga
terjadi perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak
alastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah
menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade jantung ini
akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.
Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat
permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan
trombus. Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi
embolisasi sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus
adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan embolisme pada
paru-paru.
Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan
epikardium yang langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga
merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan,
kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua
lapisan.
Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini
merupakan respon peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleuroperikardial.
Diperkirakan sindrom ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas terhadap
miokardium yang mengalami nekrosis.
Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan
elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel.
TINDAKAN
PENGOBATAN
Tindakan pengobatan yang paling penting pada
arterosklerosis adalah pencegahan primer. Pencegahan tersebut karena berbagai
alasan, antara lain :
1.
Pada penyakit arterosklerosis
secara klinis baru dapat terlihat setelah masa laten yang lama. Perkembangan
penyakit ini bergejala pada awal masa dewasa. Lesi yang dianggap sebagai
prekuser penyakit arterosklerosis ditemukan pada dinding arteri koronaria
anak-anak dan dewasa muda.
2.
Tidak ada pengobatan kuratif
untuk penyakit arteriosklerosis koroner. Begitu diketahui secara klinis terapi hanya diberikan bersifat paliatif
untuk mengurangi atau memperlambat perkembangan penyakit.
3.
Akibat penyakit arterioklerosis
koroner dapat sangat berbahaya , infark miokardium sering terjadi tanpa tanda
perigatan lebih dahulu. Insiden kematian mendadak tinggi.
Karena patogenesis yang tepat belum
diketahui, maka pengendalian faktor resiko dari penyakit
arterosklerosis adalah pencegahan.
Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
- Hiper lipidemi -
Diet Tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh,
- Hipertensi
kolesterol dan garam
- Merokok
- Diabetis Militus
- Obesitas
- Gaya hidup yang kurang gerak
- Stres psikososial
Pada orang dewasa yang cenderung menderita
penyakit koroner adalah mereka yang memiliki faktor resiko dan yang jelas
menderita penyakit. Tetapi pengendalian faktor resiko sedini mungkin agaknya
dapat mencegah aterogenesis atau memperlambat perkembangan penyakit sedemikian
rupa sehingga jumlah mortalitas atau morbiditas dapat dikurangi. Dalam hal ini
yang penting adalah pendidikan kesehatan sedini mungkin, serta pengendalian
faktor resiko, bukan pengobatan klinis pada penyakit yang sudah terjadi.
Pengobatan
iskemia dan infark
Pengobatan iskemia miokardium ditujukan
kepada perbaikan keseimbangan oksigen (kebutuhan miokardial akan oksigen) dan
suplai oksigen.Untuk pemulihan dilakukukan dengan mekanisme:
1.
Pengurangan kebutuhan oksigen.
2.
Peningkatan suplai oksigen
Ada tiga penentu utama untuk pengurangan
kebutuhan oksigen, yang dapat diatasi dengan terapi adalah :
1.
Kecepatan denyut nadi
2.
Daya kontraksi
3.
Beban akhir (tekanan arteria
dan ukuran ventrikel )
4.
Beban kebutuhan jantung dan
kebutuhan akan oksigen dapat dikurangi dengan menurunkan kecepatan denyut
jantung, kekuatan kontraksi, tekanan arteria dan ukuran ventrikel.
Nitrogliserin
Terutama untuk dilatasi arteria dan vena
perifer dengan memperlancar distribusi aliran darah koroner menuju daerah yang
mengalami iskemia meliputi; vasodilatasi pembuluh darah kolateralis. Dilatasi
vena akan meningkatkan kapasitas penambahan darah oleh vena diperifer,
akibatnya aliran balik vena ke jantung menurun sehingga memperkecil volume dan
ukuran ventrikel. Dengan demikian vasodilatasi perifer akan mengurangi beban
awal akibatnya kebutuhan oksigen pun akan berkurang.
Propranol (inderal)
Suatu penghambat beta adrenergik,
menghambat perkembangan iskemia dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan
saraf simpatis terhadap jantung. Pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta.
Rangsangan beta meningkatkan kecepatan denyut
dan daya kotraksi jantung . Proprenol menghambat pengaruh-pengarug ini,
dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
Digitalis
Digitalis dapat meredakan angina yang
menyertai gagal jantung dengan meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan
meningkatnya curah sekuncup. Dengan meningkatnya pengosongan ventrikel, maka
ukuran ventrikel berkurang. Meskipun kebutuhan akan oksigen meningkat akibat
meningkatnya daya kontraksi, hasil akhir dari pengaruh digitalis terhadap gagal
jantung adalah menurunkan kebutuhan miokardium akan oksigen.
Diuretika
Mengurangi volume darah dan aliran balik
vena ke jantung, dan dengan demikian mengurangi ukuran dan volume ventrikel.
Obat vasodilator dan antihipertensi dapat
mengurangi tekanan dan resistensi arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya
beban akhir menurun/berkurang.
Sedativ dan antidepresan juga dapat
mengurangi angina yang ditimbulkan oleh
stres atau depressi.
Pengobatan
untuk mencegah komplikasi
Deteksi dini dan pencegahan sangat penting
pada penderita infark. Dua kategori komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu;
ketidakstabilan listrik atau aritmia dan gangguan mekanis jantung atau
kegagalan pompa. Segera dilakukan pemantauan elektrokardiografi.
Prinsip-prisip penanganan aritmia :
1.
Mengurangi takikardi dengan
perangsangan parasimpatis. Diperlukan abat-abat anti aritmia. antara lain ;
isoproterenal (isuprel)
2.
Escopa beats, akibat kegagalan
nodus sinus, obat-obat yang diperlukan untuk mempercepat pulihnya pacu jantung
normal, yaitu nodus sinus, seperti : lidokain(xylocaine) dan prokainamid.
3.
Terapi dari blok jantung
ditujukan untuk memulihkan atau merangsang hantaran normal. Diperlukan
obat-obat yang mempercepat hantaran dan denyut jantung, antara lain : atropin,
atau isoproterenal (isuprel) atau dengan pacu listrik (pace maker).
Pengobatan
dengan alat pacu.
Alat pemacu dapat dibagi dalam dua pola
respon.
·
Menghambat, alat pacu akan berhenti jika menangkap impuls
dari jantung sendiri.
·
Memicu, alat pacu menyala
selama periode refrakter dari denyut yang ditangkap, tanpa menghasilkan denyut
pacuan.
TINDAKAN
KEPERAWATAN
Setelah diagnosa infark miokardium dipastikan
maka tindakan segera adalah sebagai berikut :
1.
Menghilangkan rasa sakit
Morpin sulfat : 2,5 mg - 10 mg
Pethidin : 25 mg - 50 mg
2.
Memasang monitoring EKG
Aritmia dapat terjadi setiap saat khususnya 6 jam dan bila ada
perubahan kemudian didokumentasikan sebagai dasar perbandingan selanjutnya.
Sistim alarm pada monitor harus selalu dalam posisi “on”. Pasien biasanya
dimonitor selama 48-72 jam.
3.
Memasang intervenous line
Obat-obatan dapat diberikan segera melalui “intervenous line” dalam
siruasi gawat. Bila dipasang hanya intravena kanula tanpa cairan diflush dengan
heparin saline setiap 4 jam dan setelah pemberian obat-obatan.
4.
Terapi oksigen
Pemberian oksigen ditentukan oleh keadaan klinis pasien. Nasal
kanula diberikan 2-4 liter/menit.
5.
Penilaian status klinis
·
Tanda-tanda vital.
Tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan diukur setiap jam selama
6 jam pertama atau sampai stabil. Tekanan darah diukur pada kedua lengan pada
waktu masuk. Temperatur diukur pada waktu masuk dan setiap 6-8 jam.
·
Kulit, perifer
Observasi kulit pasien apakah berkeringat, hal ini sering sebagai
manifestasi dari kenaikkan sistem simpatik yang diikuti kegagalan dari jantung
kiri. Apakah kulit dingin? ini dapat disebabkan oleh vasokontriksi perifer,
dimana ada tanda-tanda pengurangan aliran darah ke kulit/perifer yang merupakan
tanda-tanda syok kardiogenik.
·
Rales atau Crepitations
Suara napas yang tidak normal disebabkan adanya cairan di alveoli
atau di bronkus. Crepitations selain
dijumpai pada kasus paru, juga pada kegagalan dari jantung kiri.
·
Gallop. S3 terdengar pada
kegagalan jantung.
·
Vena jugularis.
Kenaikan dari tekanan vena jugularis adalah indikasi untuk kegagalan
jantung kanan.
·
Perubahan mental
Perubahan mental dapat diartikan bahwa perfusi ke otak tidak
efektif, tanda-tanda dari syok kardiogenik. Perubahan mental diperiksa setiap
saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital Penilaian ini sering dilakukan
bila kondisi pasien tidak stabil.
6.
Explanation and Reassurance
Bagi kebanyakan pasien bila masuk ke ruangan intensif merupakan
suatu pengalaman yang menakutakan. Oleh karena itu perawat harus menerangkan
tentang keadaan ruang perawatan dan tannperalaya.Bila dilakukan tindakan kepada
pasien harus deiterangkan maksud tujuannya.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
7.
Pengambilan EKG 12 lead. EKG
lengkap dilakukan selama 3 hari berturut-turut dan selanjutnya atas indikasi.
8.
Pemeriksaan Laboratorium. Pada
waktu masuk dilakukan pemeriksaan CK, CKMB,SGOT,LDH, Hematologi,
Ureum,Elektrolit, Kholesterol, Gula darah, dan lain-lain bila ada indikasi.
9.
“Chest X-ray”. Diambil pada
waktu masuk dan boleh diulang bila ada indikasi. Sering kegagalan jantung kiri
yang dini tidak menunjukkan gejala-gejala dan tidak dapat dilihat pada waktu
pemeriksaan fisik, tetapi hal ini dapat dilihat pada CXR. Pelebaran aorta,
pleural effusion, pembesaran jantung dapat dilihat.
10.
Sakit dada. Pasien dianjurkan
untuk memberi tahu perawat bila sakit dada bertambah. Segera hilangkan dengan
memberikan nitroglycerin sub lingual atau analgetik, tergantung dari berat dan
frekuensi sakitnya. Infus nitroglycerin juga boleh dipertimbangkan.
11.
Aktifitas.
·
Istirahat ditempat tidur dengan
posisi yang menyenangkan (biasanya posisi setengah duduk)
Pada waktu membersihkan tempat tidur pasien dianjurkan untuk duduk
di kursi dan memakai “commode” bila b.a.b.
·
Semua higiene personal
dilakukan oleh pasien sejauh dia dapat melakukan.
·
Pada hari kedua pasien boleh
berjalan sekitar tempat tidur dengan memakai monitoring.
·
Pada hari ketiga boleh ke kamar
mandi ditemani oleh perawat.
·
Immobilisasi bukan hanya
menyebabkan kelemahan dan kehilangan tonus otot tetapi
juga menimbulkan tekanan
jiwa.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
·
Guyton, Arthur C, Fisiologi
Manusia dan Mekanisme Penyakit, EGC Penerbitan Buku Kedokteran, Jakarta, 1987.
·
Price Sylvia Anderson; Wilson
Mc. Carty, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, EGC Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta, 1993.
·
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam,
UI Press, Jakarta, 1991.
·
-------, Dasar-dasar
Keperawatan Kardiotorasik, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta, 1989.
Comments