TEORI ANAMNESA / PEMERIKSAAN FISIK, DIAGNOSTIK DLL

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, tantangan sebagi tenaga kesehatan semakin mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan tersebut dalam menangani pasien. Sebagai tenaga kesehatan, khususnya seorang perawat dan perawat, sangat diperlukan adanya kesiapan untuk berani melakukan tatap muka dan aktif dalam membangun keakraban dengan pasiennya. Pada umumnya kontak pertama antara seorang perawat atau perawat dan pasien dimulai dari anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya.
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun potensial. Pada jaman modern seperti ini sudah banyak peralatan canggih yang digunakan oleh para medis untuk membantu mengobati pasien. Alat-alatnya pun sangat beragam, dari mulai peralatan yang sederhana hingga ke peralatan yang pembuatannya rumit. Alat tersebut antara lain ultrasonografi,    rontgen thorax, laparoskopi,   ct scan, broncoscopy, abdomen 3 posisi, dan ekg.

1.2. Tujuan Penulisan
1)      Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami dan mengetahui tentang anamnesa dan pemeriksaan diagnostik.
2)      Tujuan Khusus
·         Untuk lebih memahami dan mengetahui tentang pengertian anamnesa.
·         Untuk memahami dan mengetahui tentang metode dan jenis anamnesa.
·         Untuk memahami dan mengetahui pemeriksaan diagnostik antara lain:
a.       Ultrasonografi
b.      Rontgen Thorax
c.       Laparoskopi
d.      CT Scan
e.       Broncoscopy
f.       Abdomen 3 posisi
g.      EKG
1.3. Rumusan Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan anamnesa?
2)      Apa saja jenis anamnesa?
3)      Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan diagnostik?
4)      Apa saja macam-macam pemeriksaan diagnosik?
5)      Bagaimana prosedur pemeriksaan diagnostik?
           
1.4. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I             PENDAHULUAN
1.1              Latar belakang
1.2              Tujuan penulisan
1.3              Rumusan Masalah
1.4              Sistematika penulisan
BAB II                        PEMBAHASAN
2.1              Pengertian
2.2              Prinsip-prinsip Komunikasi
2.3              Teknik Komunikasi
2.4              Pengkajian Keperawatan Komunitas
BAB III          PENUTUP
3.1              Kesimpulan
3.2              Saran
DAFTAR PUSTAKA









BAB II
PEMBAHASAN

2.1  ANAMNESA / ANAMNESIS
1.      Definisi Anamnesis
         Anamnesis berasal dari bahasa Yunani anamneses, yang artinya mengingat kembali. Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang perawat maupun perawat dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada pasien dalam anamnesis sangat beragam dan bergantung pada beberapa faktor.
        Cakupan dan banyaknya informasi dibutuhkan bergantung dari kebutuhan dan keluhan pasien, keadaan klinis yang ingin dicapai perawat, dan keadaan klinis (misalnya pasien rawat inap atau rawat jalan, jumlah waktu yang tersedia, praktek umum atau spesialisasi). Untuk pasien baru, seorang perawat maupun perawat membutuhkan suatu anamnesis kesehatan komprehensif. Untuk pasien lain dengan kunjungan klinik karena keluhan spesifik seperti batuk atau sakit pada saat kencing, membutuhkan anamnesis yang lebih spesifik berdasar pada keluhan pasien tersebut, anamnesis seperti ini biasa disebut anamnesis berorientasi dari masalah (problem-oriented history). Biasanya 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.

2.      Tujuan Anamnesis
   Tujuan dari anamnesis yaitu sebagai berikut.
·      Memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang perawat sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.
·      Membangun hubungan yang baik antara seorang perawat, perawat, dan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan perawat maupun perawatnya akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang perawatlah untuk mencairkan hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan perawat, perawat, dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.

3.      Jenis-jenis Anamnesis
1)  Auto anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat langsung dari keluhan pasien. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan perawat dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya.
2)  Allo anamnesis atau Hetero anamnesis, merupakan anamnesis yang didapat dari orang tua atau sumber lain yang dekat dan tahu betul tentang riwayat pasien. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan allo anamnesis

4.      Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan
Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
1. Tempat dan suasana
    Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan cukup nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana mendukung. Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa diinterogasi.
2. Penampilan Perawat
    Penampilan seorang perawat juga perlu diperhatikan karena ini akan meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang perawat yang tampak rapi dan bersih akan lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga seorang perawat yang tampak ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan tegang.
3. Periksa kartu dan data pasien
    Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu atau data pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2 pasien dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan, diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.
4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya
    Pada saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih detail dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur kemana mana.
5. Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti
    Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berika penjelasan atau deskripsi dari istilah tersebut.
6. Buat catatan
    Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang perawat melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang panjang.
7. Perhatikan pasiennya
    Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis, apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau menahan sakit, apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.

8. Gunakan metode yang sistematis
    Anamnesis yag baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut kerangka anamnesis yang baku. Dengan cara demikian maka diharapkan tidak ada informasi yang terlewat.
5.      Tantangan dalam Anamnesis
1. Pasien yang tertutup
Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan perawatnya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa cemas atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan situasinya kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat) untuk mendampingi dan menjawab pertanyaan perawat (heteroanamnesis), tetapi kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun kecuali pasien dan perawatnya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
           2. Pasien yang terlalu banyak keluhan
Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke perawat dengan begitu banyak keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang perawat untuk memilah-milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan mengada-ada. Apabila benar-benar pasien mempuyai banyak keluhan harus dipertimbangkan apakah semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit yang sekaligus dideritanya.
3. Hambatan bahasa dan atau intelektual
Seorang perawat mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis. Seorang perawat harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis. Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau penjelasan perawatnya. Seorang perawat dituntut untuk mampu melakukan anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana agar dapat dimengerti pasiennya.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa
Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang perawat berhadapan dengan penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru di dalam jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk menegakkan diagnosis. Seorang perawat tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan
Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke perawat sudah dalam keadaan marah dan cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan semua perawat yang pernah memeriksanya, menyalahkan keluarga atau orang lain atas masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada pasien-pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang dideritanya. Sebagai seorang perawat kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan sejawat perawat lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang perawat juga tidak boleh terpancing dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk melakukan anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.
6.      Sistematika Anamnesis
Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang perawat tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari :
1. Data umum pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat kebiasaan/sosial
7. Anamnesis sistem

2.2  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.    Ultrasonografi
a. Pengertian
Ultrasonografi adalah suatu kaedah pemeriksaan badan menggunakan gelombang bunyi pada frekuensi tinggi. Gelombang ultrasonik adalah suara ataugetaran dengan frekuensi yang terlalutinggi untuk bias didengar oleh mausia,yaitu kira-kira diatas 20 kilohertz. Dalam hal in gelombang ultrasonik merupakangelombang diatas frekuensi suara.Gelombang ultrasonik dapat merambatdalam medium padat, cair dan gas
Adapun skema cara kerja dari USG yang memanfaatkan gelombang ultrasonik adalah sebagai berikut.
1. Transducer
Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transduser terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transduser. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
2. Monitor
3. Mesin USG
Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU pada PC cara USG merubah gelombang menjadi gambar.
Adapun jenis pemeriksaan USG ada 4 jenis yaitu sebagai berikut
a)      USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.
b)     USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).
c)      USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan membayangkan keadaan janin di dalam rahim.
d)     USG Doppler
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan janin ini meliputi:
- Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit).
- Tonus (gerak janin).
- Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm).
- Doppler arteri umbilikalis.
- Reaktivitas denyut jantung janin.
b. Kontraindikasi/Efek Samping
Pemeriksaan USG tidak ada kontraindikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin karena USG tidak mengeluarkan radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk pada otak si jabang bayi. Hal ini berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru berakibat negatif jika telah dilakukan sebanyak 400 kali. Dampak yang timbul dari penggunaan USG hanya efek panas yang tak berbahaya bagi ibu maupun bayinya. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh. Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan diagnosa medis tidak memiliki kontra indikasi atau efek samping terhadap pasien. 
c. Prosedur Penggunaan USG
Ada beberapa prosedur yang perlu diperhatikan dalam penggunaan USG, yaitu lebih kepada persiapan pasien, walaupun sebenarnya tidak diperlukan persiapan khusus. Walaupun demikian pada penderita obstivasi, sebaiknya semalam sebelumnya diberikan laksansia. Untuk pemeriksaan alat- alat rongga di perut bagian atas, sebaiknya dilakukan dalam keadaan puasa dan pagi hari dilarang makan dan minum yang dapat menimbulkan gas dalam perut karena akan mengaburkan gambar organ yang diperiksa. Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6 jam sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.

2. Rontgen Thorax
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
-       untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
-       untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)
-       untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
-       untuk memeriksa keadaan jantung
-       untuk memeriksa keadaan paru-paru
Adapun Teknik Bayangan untuk pemeriksaan radiografi Thorax adalah sebagai berikut :
1)      Pada saat pengaturan posisi pasien untuk pemeriksaan radiografi/rontgen Thorax, nyalakan lampu kolimator untuk menyinari area gambaran yang akan diambil.
2)      Aturlah posisi pasien seperti pada pemeriksaan thorax pada umumnya atau sesuai SOP pada tempat kerja masing-masing. Rendahkan posisi bahu, kemudian atur lengan pasien seperti gambar dibawah ini, usahakan agar area pergelangan tangan tidak menutupi area sinus costofrenicus pada gambaran thorax. Tekan area siku ke arah depan sehingga nantinya gambaran scapula dapat terlempar ke samping sehingga tidak menutupi area thorax.  Bisa dilihat pada gambar berikut :
3)      Untuk langkah berikutnya adalah penggunaan teknik bayangan, yaitu aturlah posisi bagian atas kaset (film) pada area pertemuan sudut antara bayangan vertical leher dengan bayangan horizontal bahu (ingat, sebelumnya bahu pasien sudah direndahkan). Gunakan ukuran kaset/film yang sesuai dengan ukuran tubuh pasien.
4)      Kemudian atur jarak antara bayangan pasien pada sisi kanan dan kiri sama panjang dengan sisi luar kaset atau film (jarak bayangan pada sisi kanan ke bagian luar kaset sebelah kanan sama panjangnya dengan jarak bayangan pada sisi kiri ke bagian luar kaset sebelah kiri).  Untuk mengetahui sisi bagian film, kita dapat memperkirakan pada area bagian dalam bingkai kaset, atau dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
5)      Langkah selanjutnya adalah kecilkan area kolimator sesuai yang dibutuhkan untuk meminimalisasikan dosis radiasi pada pasien. Kemudian tak usah berlama-lama, lakukan eksposi sesuai dengan faktor eksposi untuk pemeriksaan Thorax.  Dan lihatlah hasil gambaran yang telah anda buat. Jika anda lakukan dengan benar, maka anda akan mendapatkan hasil gambaran yang cepat, tepat, simetris dan tidak terpotong.
3. Laparoskopi
Laparoskopi adalah jenis prosedur pembedahan di mana sayatan kecil dibuat, biasanya di pusar, lalu suatu tabung penglihat (laparoskop) dimasukkan melaluinya.
Operasi laparoskopi, juga disebut ''operasi minimal invasif (MIS)''. Operasi lubang kunci adalah teknik bedah modern di mana operasi di perut dilakukan melalui sayatan kecil (biasanya 0.5-1.5 cm) dibandingkan dengan sayatan yang lebih besar yang diperlukan dalam prosedur bedah tradisional.
Laparoskopi adalah suatu tindakan mini invasive dimana pasien yang bisa menggantikan tindakan yang dahulu harus melalui proses operasi besar seperti Laparotomi untuk berbagai macam kondisi medis. Kondisi seperti miomauteri, endometriosis, infeksi panggul dan nyeri haid melalui laparoskopi akan mendapatkan keuntungan yang banyak. Masa pemulihan umumnya hanya berlangsung 2 hari.
a. Tujuan Pemeriksaan
Metode laparoskopi efektif dan akurat untuk digunakan sebagai alat diagnostik dan terapi pada pasien dengan trauma tembus abdomen. Akurasi laparoskopi dalam mendeteksi hemoperitoneum, cedera organ berongga, dan laserasi diafragma terbukti sangat baik. Penggunaan laparoskopi untuk evaluasi luka tembus abdomen bukan tanpa kekurangan. Pada banyak penelitian, didapatkan false negatif terutama untuk luka di usus besar. Laparoskopi juga memiliki keterbatasan dalam mengevaluasi luka di retroperitoneal. Laparoskopi dilaporkan masih jarang digunakan dalam penanganan trauma abdomen.

b. Persiapan
Tindakan laparoskopi dilakukan dalam pembiusan umum dengan lama tindakan bervariatif antara 1 sampai dengan 3 jam. Rata-rata umumnya lama operasi akan berlangsung 2 jam. Pasien diharapkan melengkapi persiapan seperti pemeriksaan darah rutin dan puasa selama minimal 6 jam. Pada kondisi tertentu pasien akan diminta untuk persiapan usus 1-2 hari sebelumnya. Untuk tindakan laparosokopi kandungan umumnya pasien akan berada pada posisi lithotomy (posisi pemeriksaan kandungan) dan trendelenburg (posisi badan dan kepala turun ke bawah).
c. Langkah Pemeriksaan
•      Selama tindakan rongga abdomen (perut) akan dikembungkan dengan menggunakan gas CO2 untuk mendapatkan rongga yang aman untuk operasi. Hal ini akan menimbulkan rasa kembung dan tidak nyaman selama beberapa hari paska operasi. Gas yang masih tertahan kadang juga menimbulkan rasa tidak nyaman dibahu.
•      Mual muntah sering dikaitkan dengan obat bius yang dapat ditangani dengan mudah. Luka sayatan akan ada didaerah pusar untuk kamera sebesar 1 cm dan sayatan lain sebesar 5mm disamping panggul dan didaerah bawah perut. Umumnya Luka ini sembuh sangat cepat dan tidak berbekas. Pada individu yang mempunyai bakat keloid, perlu didiskusikan mengenai langkah preventif. Karena akan ada manipulasi rahim, pasien akan mengalami pendarahan seperti menstruasi sekitar beberapa hari.
•      Kateterurin dan infus akan dilepas umumnya secepat mungkin dalam 24 jam pertama.
•      Mobilisasi pasien akan diusahakan secepat mungkin dalam 1 hari pertama. Pasien umumnya akan diperiksa kesiapan untuk mulai makan dan minum setelah operasi dengan mengevaluasi bunyi usus.
•      Pasien dapat dipulangkan dalam satu hari tetapi pada kondisi yang umum pasien hanya membutuhkan perawatan 1 paling lama 2 hari.
d. Resiko dan komplikasi
Semua tindakan operatif mempunyai resiko dan potensial komplikasi. Walaupun demikian tindakan laparoskopi ini mempunyai resiko yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan operasi besar. Resiko yang umum adalah:
•      Perdarahan pembuluh darah besar ( 1: 1400 kasus).
•      Cederausus, kandung kencing dan organ abdomen  dan panggul lainnya yang terkait dengan operasi ( 1: 2000 kasus).
•      Infeksi luka luar dan dalam( 1: 700 kasus) Umumnya resiko ini sangat rendah dengan pemberian antibiotika profilaksis.


4. CT SCAN (Computerized Axial Tomografi)

CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu:
·  Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
·  Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
·  Brain contusion.
·  Brain atrofi.
·  Hydrocephalus.
·  Inflamasi.
Berat badan klien merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan. Berat badan klien yang dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan adalah klien dengan berat badan dibawah 145 kg. Hal ini dipertimbangkan dengan tingkat kekuatan scanner. Sebelum dilakukan pemeriksaan CT scan pada klien, harus dilakukan test apakah klien mempunyai kesanggupan untuk diam tanpa mengadakan perubahan selama 20-25 menit, karena hal ini berhubungan dengan lamanya pemeriksaan yang dibutuhkan.
Pada beberapa kasus, agar gambaran dapat menjadi lebih jelas digunakan senyawa kontras. Senyawa ini dimasukkan ke dalam tubuh pasien dengan cara diminum, disuntikkan lewat pembuluh darah vena atau melalui selang infus. Jaringan tubuh manusia menyerap senyawa kontras dalam level yang berbeda sehingga menghasilkan gambaran warna pada CT Scan yang berbeda pula. Senyawa kontras ini kelak akan dikeluarkan tubuh melalui air seni.
Kontras media  adalah zat yang berfungsi untuk memberikan kontras gambaran yang berbeda dibanding organ sekitarnya, baik negative (luscent) atau positive (opaque).
Cara pemberian kontras media dalam pemeriksaan CT dibagi menjadi : Intra vena, per oral, dan per rectal
a. Indikasi Pemeriksaan CT Dengan Kontras :
·         Kasus - kasus peradangan.
·         Kasus kasus - massa (kanker/tumor) dan abses 
·         Kasus - kasus metastase 
·         Kasus -kasus angiografi, 
·         trauma tumpul abdomen
b. Kontra Indikasi Pemakaian Kontras Media :
1.                   Creatinine melebihi rentang normal 
2.                   Pasien dengan ARF /CRF
3.                   Pasien dengan KU yang buruk / pasca transfusi
4.                   Pasien dengan riwayat allergi berat terhadap iodium / seafood
c. Penatalaksaan – Persiapan Pasien
Pasien dan keluarga sebaiknya diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu dengan menggunakan kaset video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pasien dengan demikian menguragi stress sebelum waktu prosedur dilakukan. Test awal yang dilakukan meliputi:
·       Kekuatan untuk diam ditempat (di meja scanner) selama 45 menit.
·       Melakukan pernapasan dengan aba – aba ( untuk keperluan bila ada permintaan untuk melakukannya) saat dilakukan pemeriksaan.
·       Mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat kontras.
·       Penjelasan kepada klien bahwa setelah melakukan injeksi zat kontaras maka wajah akan nampak merah dan terasa agak panas pada seluruh badan, dan hal ini merupakan hal yang normal dari reaksi obat tersebut
·       Perhatikan keadaan klinis klien apakah pasien mengalami alergi terhadap iodine. Apabila pasien merasakan adanya rasa sakit berikan analgetik dan bila pasien merasa cemas dapat diberikan minor tranguilizer.
·       Bersihkan rambut pasien dari jelly atau obat-obatan. Rambut tidak boleh dikepang dan tidak boleh memakai wig.
d. Prosedur
·           Posisi terlentang dengan tangan terkendali.
·           Meja elektronik masuk ke dalam alat scanner.
·           Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.
·           Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-45 menit.
·           Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan pengaturan komputer.
·           Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien dari luar dengan memakai protektif lead approan.
·           Sesudah pengambilan gambar pasien dirapihkan.
e. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
·           Observasi keadaan alergiterhadap zat kontras yang disuntikan. Bila terjadi alergi dapat diberikan deladryl 50 mg.
·           Mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin kelelahan selama prosedur berlangsung.
·           Ukur ntake dan output. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah pemberian zat kontras yang eliminasinya selama 24 jam. Oliguri merupakan gejala gangguan fungsi ginjal, memerlukan koreksi yang cepat oleh seorang perawat dan perawat.

5. Bronchoscopy
a. Pengertian
Bronchoscoy merupakan tindakan invasif pada trakea dan percabangan bronkus untuk diagnostic dan terapeutik.
b. Tujuan
    1. Menilai keadaan percabangan bronkus
    2. Mengambil bahan / spesimen ( diagnostik )
    3. Melakukan tindakan terapeutik
    4. Perioperatif
c. Indikasi
    1. Diagnostik
    2. Penyakit paru
    3. Kanker paru
    4. Nodul paru soliter
    5. Penyakit paru interstisial (ILD)
    6. TB endobronkial
    7. Batuk menetap atau perubahan warna sputum
    8. Kelainan foto toraks yang belum jelas
    9. Pneumotoraks
    10. Terapeutik :
        a Pengeluaran benda asing
        b Bronkial toilet
        c Pemasangan pipa trakea
        d Penanganan batuk darah masif
        e Abses paru
        f Terapi laser
        g Terapi elektrokauter
        h Pemasangan stent trakeobronkial
d. Kontra Indikasi
    1. Absolut
        a Tidak ada  ketrampilan operator & tehnik pelaksanaan
    2. Relatif
        a Gangguan jantung berat
        b Gangguan paru berat
        c Hipoksemi sedang
        d Aritmia
        e Keadaan umum pasien jelek
        f Penderita tidak kooperatif

e. Prosedur Pemeriksaan
1)      Persiapan Alat
·         Scope, dan instrument bronchoscope
·         TV Monitor
·         Suction lengkap
·         Oxymeter
·         Emergency kit
·         Oxigen lengkap
·         Accessories (Biopsi, Kuret, Kuret, Sikat, Neddle injektor)
·         Spuit 2.5cc,5cc,20 cc
·         Pot plastik, objek glass, alkohol 96 %, mukus ekstraktor.
·         Tissue, gunting,Kom. Plester
·         Mouth piece, Xylocain spray
·         Lidocain 2% amp  + 5 CC untuk kumur
·         Sarung tangan,masker
·         Lampu kepala
·         Spuit laring
·         Bengkok
·         Kaca Laring
·         Lampu Spirtus
·         Kain kasa
2) Langkah Kerja Pasien Tindakan Bronchoscopy
1.Pre Tindakan
·         Pasien diberi tahu tentang tindakan yang akan dilakukan.
·         Buat persetujuan tindakan.
·         Sehari sebelumnya minum tablet extra beladon 2 dan Codein tab 10 mg ± jam 21.00.
·         Menjelang dilakukan tindakan, ulang kembali extrabeladon & codein
·         Puasa minimal 4- 6 jam
·         15 menit sebelum tindakan :
- Cek alat-alat keseluruhan.
- Pasien dianjurkan untuk ganti baju.
- Gigi palsu & kaca mata dilepas.
- Siapkan adrenalin : Nacl 0,9 % = 1 : 19 cc
- Lidocain 2 % untuk anastesi.
- Observasi TTV.
- Dipasang IV line.
- Beri injeksi SA, valium k/p
- Beri kumur-kumur lidocain 5 cc selama 5 mnt usahakan untuk tidak tertelan (inhalasi lidocain)
2. Intra Tindakan
·         Semprotkan xylocain spray 10 % di daerah laring beberapa kali sampai pasien baal.
·         Handuk dipasang untuk pengalas.
·         Pasien ditidurkan dengan posisi terlentang atau sesuai kebutuhan
·         Pasien extensi.
·         Mouthpiece dipasang ( fiksasi ).
·         Oximetri dipasang ( fiksasi ).Oxsigen dipasang (fiksasi)
·         Mata ditutup agar tidak tertetes cairan / obat.
·         Perawat siap mengerjakan.
·         Perawat siap bila perawat menghendaki untuk tindakan : bilasan,biopsi (sikatan forsep, kuret), TBNA (transbronchial needle aspiration), TBLB (transbronchial lung biopsy) TBNA, kuret.,EBUS (endrobronkial ultrasound).
·         Observasi Tanda-tanda vital dipantau periodic selama tindakan.
·         Perlu diperhatikan untuk mempersiapkan sample pemeriksaan sitologi atau histopatologi.
3. Post Tindakan
·         Merapihkan pasien
·         Mengintruksikan pasien untuk puasa selama 2 jam setelah post tindakan .
·         Mengobservasi tanda-tanda vital, diobservasi ± 1 jam.
·         Menyiapkan sampel pemeriksaan sesuai advis operator
·         Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan, penyimpanan data tindakan untuk pelapoaran
·         Melakukan operan pasien dengan perawat ruangan tentang tindakan yang dilakukan dan terapi selanjutnya di ruangan sesuai advis perawat operator
f. Persiapan sample dan pengiriman sample Sitologi atau Histologi
1.      Sediakan pot plastik sesuai ukuran yang diperlukan, label / stiker
2.      Beri nama pada dinding botol / pot plasti, jangan beri label pada tutup.
3.      Jelaskan untuk pemeriksaan apa, bahan pemeriksaan apa
4.      Sertakan formulir, identitas nama, umur, tanggal, untuk pemeriksaan apa,jenis tindakan, bahan fiksasi dari sample.
5.      Melakukan pencatan pada buku laporan
6.      Pasien diobservasi ± 1 jam


6. Abdomen 3 Posisi
Abdomen 3 posisi adalah prosedur pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya untuk memperlihatkan kelainan yang terjadi pada tractus digestivus / gastrointestinal yang dilakukan dalam 3 posisi pemotretan.
Teknik radiografi abdomen untuk kasus abdomen akut dilakukan dalam 3 posisi yaitu abdomen AP supine, Abdomen AP setengah duduk, dan abdomen LLD.
1. Abdomen AP
        Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
        Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya)
        CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
        FFD : 100 cm
        Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Tujuan: memperlihatkan ada/tidaknya penebalan/distensi pada kolon yang disebabkan karena massa atau gas pada kolon itu
2. Abdomen Setengah Duduk
        Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan MSP tubuh sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
        Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan batas atas procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan shoulder TIDAK mengalami rotasi.
        CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca (umbilikus)
        FFD : 100 cm
        jangan lupa memakai grid
        Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Tujuan : untuk menampakkan udara bebas dibawah diafragma.
3. Abdomen LLD
        Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk (difleksikan), kedua tangan diletakkan ditas kepala
        Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada dibelakang punggung.
        CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
        FFD : 100 cm
        Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Tujuan : untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas yang mungkin terjadi akibar perforasi kolon.

7. EKG (Elektrokardiografi)
EKG adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas listrik jantung. Oleh karena itu, keberadaannya hingga saat ini masih memiliki peranan yang sangat penting. Alat ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada pasien dengan gangguan listrik jantung.
                        a. Sistem konduksi listrik jantung
Jantung dapat melakukan fungsinya sebagai pompa atau  melakukan kontraksi dengan baik. Hal ini disebabkan jantung memiliki 3 hal, yaitu:
1.        Penghasil listrik sendiri yang otomatis ( pacemaker )
Jantung penghasil listrik otomatis ini terdiri atas 3 komponen, yakni nodus SA (Sinoatrial), nodus AV (Atrioventrikular), dan serabut purkinje.
2.        Konduksi listrik
Konduksi atau perambatan listrik yang terjadi di jantung secara sistematis dimulai daro nodus SA, nodus AV, His, cabang berkas kiri dan kanan, serta berakhir di serabut purkinje.
3.        Miokardium ( otot-otot jantung )
Otot-otot jantung akan mengalami kontraksi bila terjadi perubahan muatan listrik di dalam sel miokard yang dinamakan depolarisasi, sedangkan peristiwa kembalinya muatan listrik di dalam sel-sel miokard menjadi keadaan seperti semula dinamakan repolarisasi. Selanjutnya akan menghasilkan relaksasi kembali dinding miokardium.
b.



















BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang perawat maupun perawat dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga dan komunikan terhadap suatu masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual maupun potensial. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa.

3.2.  Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan, sebaiknya memahami tentang apa saja pemeriksaan diagnostik, mengetahui prosedur-prosedur dengan sebaik-baiknya, dan mampu menegakan anamnesa keperawatan dengan tepat sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Ethel, Sloane. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta. Penerbit Buku Keperawatan EGC
Lewis, Heitkemper & Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing. Mosby. Philadelphia.

http://myhealing.wordpress.com/2010/05/23/peran-laparoskopi-pada-pasien-trauma-tembus-abdomen/, 19-09-2012, 11.30 WIB.



Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

Gizi Untuk Usia Sekolah Dan Remaja