Laporan Pendahuluan Afiksia Neoratorum

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.    Pengertian
Afiksia Neoratorum adalah suatu keadaan yang terjadi apabila saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2. Menurut nilai Apgar dikelompokan menjadi 3 yaitu Apgar 0-3 Asfixia berat, 4-6 Aspixia ringan sedang.

B.    Faktor Predisposisi
Faktor ante partum
-         Umur > 35 tahun
-         Ibu dengan diabetes
-         Hipertensi dalam kehamilan
-         Anemia atau isoiminisasi
-         Infeksi pada ibu
-         Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
-         Kehamilan ganda
-         Tidak ada PNC
-         Dll.

Faktor intra partum
-         Seksio sesarea
-         Sungsang atau kelainan letak
-         Persalinan kurang bulan
-         Persalinan lama
-         Cairan amnion bercampur mekonium
-         Prolaps tali pusat
-         Abrutio plasenta
-         Plasenta previa
-         dll
C.    Klasifikasi
Tanpa asfiksia (nilai APGAR 8-10)
Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-7)
Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Tabel penilaian skor APGAR
TANDA
Skor
0
1
2
Denyut jantung
Tidak ada
< 100x/menit
> 100x/menit
Respirasi
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Baik, menangis
Tonus otot
Lemah
Sedikit fleksi
Pergerakan aktif
Refleks (respon terhadap keteter dalam hidung, stimulasi taktil)
Tidak ada respons
Menyeringai
Batuk, bersin, menangis
Warna
Biru, pucat
Tubuh merah muda, ekstremitas biru
Seluruh tubuh merah muda

Penilaian APGAR dilakukan pada 1 dan 5 menit setelah lahir dan diulang setiap 5 menit smapai tanda vital stabil.

D.    Etiologi
1.      Faktor ibu
-         Hipoksia ibu
-         Usia (20th/>35 tahun)
-         Grandel Multipara
-         Sosial ekonomi rendah
-         Penyakit pembuluh darah
2.   Faktor plasenta
-         Plasenta tipis
-         Plasenta kecil
-         Plasenta tidak menempel
-         Solutio plasenta
-         Perdarahan plasenta
3.   Faktor janin
-         Prematur
-         Intra Uteria Grande Retardate
-         Gemeli

E.    Komplikasi
1.      Hipoksia, edema dan nekrosis serebral
Afiksia akan menyebabkan kurangnya oksigen (hipoksia) dan atau Kurangnya perfusi (iskemia) terhadap beberapa organ tubuh. Hipoksia dan iskemi akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen ke otak, sehingga akan terjadi gangguan metabolisme oksidatif otak dan metabolisme anaerob (glikolisis). Gangguan metabolisme tersebut akan meningkatkan asam laktat dan penurunan pH serta tidak efisiensinya produksi ATP. Berkurangnya produksi ATP tersebut akan. menjadi pencetus rangkaian mekanisme lain yang akan menyebabkan kematian sel.
2.   Perdarahan peri-intraventrikuler
Asfiksia akan menyebabkan gangguan intravaskular, vaskular dan ekstravaskular. Ketiga faktor tersebut berperan dalam timbulnya perdarahan peri-intraventrikuler yaitu perdarahan pada lapisan matriks germinal di zona subveritrikel. Sebagian besar kasus perdarahan periventrikuler, darah akan menembus kedalam sistem ventrikel kemudian melalui foramen Magendi dan Luscha terkumpul di sisterna basiler dan tosa posterior. Setelah beberapa minggu perdarahan intraventrikular akan menyebabkan araknoiditis di fosa posterior sehingga menyebabkan obstruksi aliran likuor yang dapat berlanjut terjadinya hidrosefalus.
3.   Gagal ginjal
Hipoksemia yang terjadi pada keadaan asfiksia akan menurunkan suplai oksigen ke jaringan diantaranya ke ginjal. Nefron sangat sensitif terhadap keadaan hipoksia sehingga terjadi gangguan aktivitas tubulus dan mungkin juga terjadi peningkatan permeabilitas vaskular. Keadaan ini akan memperlambat aliran darah sehingga terjadi penurunan aliran darah ke ginjal. Keadaan hipoperiusi melalui gangguan vaskular akan mengakibatkan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang biasanya ditandai dengan gejata oliguria dan bila proses ini berlanjut dapat berahir dengan gagal ginjal akut (GGA). Hipoperiusi melalui gangguan tubular dapat menyebabkan iskemia yang selanjutnya menimbulkan nekrosis sel epitel tubulus ginjal. Kedua gangguan vaskular dan tubular tersebut secara bersama-sama akan berahir dengan GGA.

4.   Gagal jantung
Jantung merupakan organ aerob, yang berarti seluruh metabolismenya tergantung pada oksigen. Penyediaan oksigen pada miokardium ter­gantung kepada kapasitas angkut oksigen darah dan kecepatan aliran darah koroner. Kapasitas angkut oksigen darah ditentukan oleh kadar hemoglobin dan kadar oksigen sistemik. Menurunnya pasokan oksigen ke jaringan akan menyebabkan gangguan metabolisme sel dan bahkan kematian sel miokardium terutama di daerah subendokardial dan otot papilaris kedua bilik jantung yang mengakibatkan pengaruh terhadap fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium tsb akan menyebabkan gagal jantung pada periode post natal yang ditandai dengan adanya takikardia, takipnea, bunyi galop, kardiomegali.

F.     Terapi
Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia progresif. Tujuan tindakan resusitasi adalah memberikan ventilas; yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. Skor APGAR tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi. Intervensi tidak menunggu hasil penilaian APGAR satu menit. Walaupun demikian. Skor APGAR dapat membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi lebih lanjut, rangkaian upaya resusitasi dan efektifitas upaya resusitasi. Skor APGAR dinilai pada umur 1 dan 5 menit. Jika Skor APGAR kurang dari 7, penilaian skor tambahan masih diperlukan tiap 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan skor 8 atau lebih.
Langkah-langkah dasar resusitasi pada bayi baru lahir
1.   Menjaga suhu tubuh
      Mencegah kehilangan panas penting pada bayi baru lahir karena cold stress dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan menggangu resusitasi yang efektif. Oleh karena itu sedapat mungkin bayi lahir ditempat yang hangat. Tempatkan bayi dibawah radiant warmer dan secepat mungkin kulit dikeringkan, lepaskan dengan cepal kain yang basah dan bungkus bayi dalam selimut yang hangat untuk mengurangi kehilangan panas. Cara yang lain untuk mengurangi kehilangan panas adalah dengan meletakan bayi yang kering di kulit dada/perut ibu dengan menggunakan sumber panas dari tubuh ibu.
2.   Pembebasan jalan napas
      Jalan napas bayi dibebaskan dengan menjaga posisi bayi dan mengeluarkan lendir bila perlu.
a.    Posisi
       Posisi bayi baru lahir adalah telentang atau miring pada salah satu sisi dan kepala pada posisi netral atau posisi ekstensi ringan. Bila didapatkan upaya napas tapi tidak menghasilkan ventilasi tidal yang efektif. Mungkin hal ini diebabkan oleh adanya sumbatan, maka sesegera mungkin mengkoreksi posisi yang terlalu ekstensi atau fleksi dan mengeluarkan lendir. Selimut atau handuk kecil yang diletakkan dibawah pundak dapat menolong menjaga posisi kepala agar tetap stabil.

b.    Pengisapan lendir
       Bila waktu memungkinkan, pembantu penolong persalinan melakukan pengisapan lendir dari mulut dan hidung dengan menggunakan pengisap karet sesudah bahu lahir dan sebelum lahir dada. Bayi baru lahir yang sehat pada umumnya tidak membutuhkan pengisapan lendir setelah lahir. Lendir dapat dibersihkan dengan mengusap mulut dan hidung dengan menggunakan kasa atau kain. Pengisapan pada daerah faring yang agresif akan menyebabkan spasme laring dan bradikardi vagal dan memperlambat pernapasan spontan. Bila tidak didapatkan mekonium atau darah. pemakaian pengisap lcndir mekanik dibatasi baik untuk kedalaman kateter maupun waktu. Pemakaian tekanan negatif lidak melebihi 100 mmHg. Bila lendir banyak, kepala bayi dimiringkan ke samping dan lendir diisap dari jalan napas.
c.    Pembebasan jalan napas dari mekonium
Hampir 12% persalinan didapatkan komplikasi adanya mekonium pada cairan amnion. Bila cairan amnion tercemar mekonium, lakukan sesegera mungkin pengisapan lendir dari mulut. faring, dan hidung saat kepala lahir (pengisapan lendir intrapartum) tanpa memperhatikan mekonium tebal atau tipis. Pengisapan lendir dari hidung. mulut dan faring posterior sebelum badan lahir menurunkan risiko sindroma aspirasi mekoneal.
       Namun demikian 20-30 % bayi yang tercemar mekonium didapatkan mekonium pada trakeanya walaupun sudah dilakukan pengisapan lendir dan tidak ada pernapasan spontan. Ini mungkin disebabkan sudah terjadi aspirasi dalam uterus, dan memerlukan pengisapan trakea sesudah persalinan pada bayi yang depresi.
Bila cairan amnion tercemar mekonium dan bayi tidak ada pernapasan spontan atau depresi pernapasan, tonus otot berkurang, dan denyut jantung anak kurang dari 100 kali permenit, dilakukan sesegera mungkin laringoskopi setelah lahir untuk pengisapan sisa mekonium dari hipofaring (dengan penglihatan langsung) kemudian dilakukan intubasi dan pengisapan trakea. Beberapa bukti menunjukan bahwa pengisapan trakea bayi yang aktif yang tercemar mekonium tidak memperbaiki outcome dan menyebabkan komplikasi. Untuk menjaga kehangatan bayi diletakan pada "radiant warmer", akan tetapi pada umumnya pengeringan dan pengisapan lendir dilakukan lebih lambat.
Bila denyut jantung bayi dan pernapasan mengalami depresi sangat berat, lebih baik dilakukan ventilasi tekanan positit meskipun masih didapatkan mekonium pada saluran napas.
Bayi yang tercemar mekonium dan kemudian mengalami apne atau distress pernapasan harus dilakukan pengisapan trakea dahulu sebelum diberikan ventilasi tekanan positif, meskipun pada awalnya bayi aktif.
3.   Rangsang Taktil
Pengeringan dan pengisapan lendir merupakan stimulasi yang cukup untuk memulai pernapasan yang efektit pada bayi baru tahir. Apabila tidak terjadi pernapasan spontan atau pernapasan yang efektif sesudah dilakukar pengeringan atau pengusapan punggung, jentikan pada telapak kaki mungkin bisa merangsang pernapasan spontan. Stimulasi sebaiknya tidak dilakukan dengan cara yang kuat. Rangsang taktil dapat menimbulkan napas spontan bila apne primer. Bila upaya tersebut tidak menghasilkan ventilasi yang etekit, segera dihentikan tindakan tersebut karena bayi mengalami apne sekunder dan diperlukan tindakan ventilasi tekanan positif.
4. Pemberian Oksigen
Hipoksia hampir selalu didapatkan pada bayi baru lahir yang membutuhkan resusitasi. Pemberian oksigen 100 % diberikan pada keadaan seperti : sianosis, bradikardi, dan tanda distress pernapasan yang lain pada bayi yang bernapas selama masa stabilisasi. Pemberian oksigen dapat menggunakan sungkup muka, sungkup oksigen dsb. Oksigen yang diberikan minimal 5 L/menit.
Tujuan pemberian oksigen yaitu untuk mencapai keadaan normoksia yang dapat dilihat dari warna ”pink” pada membran mukosa. Bila timbul kembali sianosis maka perlu dilakukan perawatan paska resusitasi yaitu monitoring kosentrasi dan saturasi oksigen.
5. Ventilasi
Pada sebagian besar bayi baru lahir yang memerlukan ventilasi tekanan positif, menggunaan kantung dan sungkup dapat memberikan ventitasi yang adekuat. Indikasi pemberian ventilasi tekanan positif antara lain apnea atau gasping, denyut jantung kurang dari 100 kali permenit dan ada sianosis sentral menetap wlaupun sudah diberikan oksigen 100%. Pemberian ventilasi berkisar antara  40 - 60 kali pernapasan permenit (30 kali pernapasan bila disertai dengan pemijatan dada). Tanda bahwa ventitasi yang diberikan adekuat adalah kedua paru-paru mengembang yang dapat diketahui dari adanya gerakan dinding dada dan suara napas, perbaikan denyut jantung dan warna. Bila ventilasi tidak dekuat, periksa adanya kebocoran antara sungkup dengan muka, bebaskan jalan napas dari sumbatan, (perbaiki letak kepala, bersihkan lendir, buka mulut bayi, dan yang terakhir tingkatkan tekanan inflasi. Pemberian ventilasi dengan sungkup dan kantung yang lama akan menyebabkan inflasi lambung, untuk itu harus dilakukan pemasangan orogastric tube. Bila setelah cara tersebut tidak dapatkan ventilasi yang adekuat maka harus dilanjutkan dengan intubasi endotrakeal.
Setelah 30 detik ventilasi adekuat dengan oksigen 100%. diperiksa adanya pernapasan spontan dan denyut jantung. Bila ada pernapasan spontan dan denyut jantung lebih 100 kali permenit, ventilasi tekanan positif diturunkan secara bertahap dan kemudian dihentikan. Rangsang taktil dapat menolong menjaga dan memperbaiki pernapasan spontan. Bila napas spontan tidak adekuat dan denyut jantung dibawah 100 kali permenit pemberian ventilasi dilajutkan dengan menggunakan kantung dan sungkup atau tracheal tube. Bila denyut jantung kurang dari 60 kali permenit, ventilasi dilanjutkan, dan mulai dilakukan pemijatan dada, dan pertimbangkan untuk intubasi ETT.

G.     Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Analisis gas darah          : Asidosis metabolik/respiratorik, Po2 menurun
Elektrolit                        : Hipokalsemia (, 7 mg/dl)
Glukosa (dekstrostiks)   : Hipoglikemia (kurang bulan ; 20 mg/dl, cukup bulan, 30 mg/dl)
Radiologi :
Foto toraks
Jika klinis dengan perfusi yang rendah dan iskemia, gambaran foto tampak ; pembesaran jantung, bendungan vena paru, edema paru.
Jika klinis dengan regurgitasi katup trikuspidalis dan iskemia, gambarab foto torak menunjukkan adanya pembesaran jantung, berkurangnya vaskularisasi paru.
USG kepala : ischemik injury yang hanya terlihat pada minggu pertama. CT Scan kepala : pada minggu pertama tampak cortical neuronal injury, edema, kelainan tersebut masih dapat dinilai sampai beberapa minggu kemudian.

H.      Proses Keperawatan
1.     Pengkajian
-          Apgar score < = 6
-          B2A < 100x/menit atau lebih dari 180x/menit
-          Cyanosis
-          Pernafasan cuping hidung
-          Refleks hisap negatif
-          Tonus otot tidak ada
-          Refleks xx bayi tidak ada
-          Menangis merintih

-          Pernafasan tidak ada
-          Tarikan dinding dada atau retraksi

2.     Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1
2
3
4
1
Do :
-      Apgar score < = 6
-      B2A <100x/menit atau lebih dari 180x/menit
-      Cyanosis
-      Pernafasan cuping hidung
-      Refleks hisap negatif
-      Tonus otot tidak ada

-      Refleks xx bayi tidak ada
-      Menangis merintih
-      Pernafasan tidak ada
-      Tarikan dinding dada atau retraksi
Fungsi placenta menurun
Trasfor O2 ke fetus menurun
Hipoxia Cerebral
Kontrol spinteratel menurun
Meconium keluar bercampur dengan cairan amnion
O2 ke fetus menurun
Fetus menerik nafas

Fetus mengalami aspitasi
Terganggunya pertukaran gas di alvedus
Gangguan pertukaran gas
2
Do :
-      Suhu < 365 0C

Suhu badan bayi dalam tubuh bayi stabil 36-370C
Sesudah bayi lahir bayi berada pada suhu nargur
Perbaikan suhu bayi drastis
Bayi mengalami proses adaptasi
Hypotermi
Perubahan suhu tubuh kurang dari normal
3
Do :
-      Luka tali pusat
-      Aspirasi meconium positif

Fungsi placenta menurun
Trasfor O2 ke fetus menurun
Meconium campur dengan cairan amonia
O2 Re Fortus menurun
Bayi menarik nafas meconium fermitus

 
Pemotongan pusar
Adanya luka terbuka
Bayi BAB/BAK
Mengenal tali pusat
Tali pusat basah
Media baik untuk kuman
 

















Infeksi
Potensial infeksi
4
Do :
-      Reflek hisap negatif

Refleks hisap tidak ada
Bayi tidak bisa menete
Intake bayi berkurang
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Berat badan turun
Potensial gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan










3.     Perencanaan
No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Kriteria dan Rencana Tindakan)
1
2
3
1
Gangguan pertukaran gas di alveolus sehubungan dengan penurunan trasfor O2 ke fetus
Tujuan :
Gangguan pertukaran gas tidak terjadi dengan kriteria setelah tiga hari sesak negatif respirasi normal 40-60x/menit, cyorosis negatif, PCH negatif, eronting Negatif.

Rencana Tindakan :
-      Kaji tingkat asfixia menurut apgar
-      Atur posisi kepala extensi dengan kepal miring kanan/kiri
-      Lakukan hisap lendir dari kanan/kiri
-      Lakukan hisap lendir dari mulut dan hidung
-      Berikan O2 1-3 liter/menit
-      Berikan rangsangan transfusi
-      Observasi tanda-tanda vital
-      Lakukan RJP jika nadi dan atau nafas tidak ada
-      Berikan bantuan nafas dengan Ambulag
-      Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan ETT dan pemberian antibiotik bila dalam 5 menit tidak ada perbaikan berikan therapi Umgilical (meyior : 0,0% 1:1, 1-2 cc/kg BB)
-      Pasang blade
-      Kolaborasi dengan radiologi untuk thorax foto

2
Perubahan suhu tubuh s/d proses adaptasi bayi baru lahir.
Tujuan
Hipothermi tidak terjadi dengan kriteria setelah 30 menit suhu stabil 365-370C

Rencana tindakan :
-      Observasi suhu bayi
-      Pakaikan pakaian dan selimut bayi
-      Tunda perasat memandikan s/d 80gr
-      Hangatkan bayi dibawah lampu 40/60 watt dengan jarak + 50 cm/dalam incobator



3
Potensial infeksi sehubungan dengan adanya luka tali pusar/terminumnya meconium oleh bayi
Tujuan
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria setelah 3 hari tali pusat kering tanda-tanda infeksi negatif

Rencana tindakan :
-      Observasi tanda-tanda infeksi
-      Lakukan perawatan tali pusat dengan memperhatikan teknik septic dan antiseptik
-      Penuhi kebutuhan personal hygiene
-      Ajarkan pada keluarga tentang teknik merawat tali pusar
-      Kolaborasi medis dalam pemberian vitamin K
-      Kolaborasi dengan laboratorium dalam pemeriksaan leukosit

4
Potensial gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek hisap tidak ada
Tujuan
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria setelah 3 hari berat badan stabil atau penurunan berat badan < 10% berat badan lahir, dehidrasi negatif.

Rencana tindakan :
-      Observasi tanda-tanda vital
-      Timbang berat badan setiap hari
-      Lakukan kontak dini
-      Kolaborasi dalam pemasangan NGT dan infus
-      Cek retensi lambung
-      Ukur intake dan output



Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

Gizi Untuk Usia Sekolah Dan Remaja