Laporan Pendahuluan Sarkoma Osteogenik ( LP Sarkoma Osteogenik )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Jenis tumor tulang Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan tumor ganas yang sering didapati di RSCM yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). (www.kompas.com).
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy. (Smeltzer. 2001: 2347).
Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat perkembangan penyakit. Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Kadang penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa menderita leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan anemia berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep dasar dan asuhan keperawatan pada sarkoma osteogenik dan multiple myeloma sangatlah penting.

1.2.  Tujuan
1)   Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan keganasan osteogenik dan multiple myeloma.
    
2)   Tujuan Khusus
·      Untuk mengetahui pengertian luka bakar, etiologi, patofisiologi, klasifikasi luka bakar, luas luka bakar, pertolongan pertama, penatalaksanaan, dan teknik perawatan luka bakar.
·      Untuk mengaplikasikan teknik perawatan luka bakar.

1.3.  Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I             PENDAHULUAN
1.1              Latar belakang
1.2              Tujuan penulisan
1.3              Sistematika penulisan
BAB II                        PEMBAHASAN
2.1              Sarkoma Osteogenik
2.1.1        Pengertian
2.1.2        Etiologi
2.1.3        Patofisiologi
2.1.4        Manifestasi Klinis
2.1.5        Penatalaksanaan
2.1.6        Pemeriksaan Penunjang
2.2              Multiple Myeloma
2.2.1        Pengertian
2.2.2        Etiologi
2.2.3        Patofisiologi
2.2.4        Manifestasi Klinis
2.2.5        Penatalaksanaan
2.2.6        Pemeriksaan Penunjang
2.3              Asuhan Keperawatan
BAB III          PENUTUP
3.1              Kesimpulan
3.2              Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Sarkoma Osteogenik
2.1.1  Pengertian
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. (Wong. 2003: 616).
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. (Price. 1998: 1213).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat (Smeltzer. 2001: 2347).
2.1.2  Etiologi
·         Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
·         Keturunan
·         Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
·         Virus onkogenik ( Smeltzer. 2001: 2347 )
2.1.3  Patofisiologi
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).
Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang
Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
( sumber : Price.1998: 1213 )

2.1.4  Manifestasi Klinis
a.       Rasa sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
b.      Pembengkakan, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas (Gale. 1999: 245).
c.       Keterbatasan gerak
d.      Fraktur patologik.
e.       Menurunnya berat badan
f.       Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
g.      Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).
2.1.5  Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid.
(Gale. 1999: 245).
b.    Tindakan keperawatan
• Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).
• Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
• Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat  mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
• Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001: 2350)
2.1.6  Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor (Rasjad, 2003).
2.2.  Multiple Myeloma
2.2.1  Pengertian
   Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
Multiple mieloma  (mieloma sel plasma, plascytoma) adalah penyakit sel plasma maligna yang menginfiltrasi tulang dan jaringan –jaringan yang lemah yang terjadi pada pria & wanita dan biasanya menyerang pada usia pertengahan dan lanjut. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein.


2.2.2  Etiologi
Belum diketahui penyebab pasti dari multiple myeloma. Ada beberapa penelitian yang menunjukan bahwa faktor-faktor risiko tertentu meningkatkan kesempatan seseorang akan mengembangkan penyakit multiple myeloma, diantaranya :
a.     Umur diatas 65 tahun
Tumbuh menjadi lebih tua meningkatkan kesempatan mengembangkan multiple myeloma. Kebanyakan orang-orang dengan myeloma terdiagnosa setelah umur 65 tahun. Penyakit ini jarang pada orang-orang yang lebih muda dari umur 35 tahun.
b.    Ras (Bangsa)
Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi diantara orang-orang Amerika keturunan Afrika dan paling rendah diantara orang-orang Amerika keturunan Asia. Sebab untuk perbedaan antara kelompok-kelompok ras belum diketahui.
c.     Jenis Kelamin
Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan 8.700 wanita terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa lebih banyak pria-pria terdiagnosa dengan penyakit ini.
d.    Sejarah perorangan dari monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS)
MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan dimana sel-sel plasma abnormal membuat protein-protein M. Biasanya, tidak ada gejala-gejala, dan tingkat yang abnormal dari protein M ditemukan dengan tes darah. Adakalanya, orang-orang dengan MGUS mengembangkan kanker-kanker tertentu, seperti multiple myeloma. Tidak ada perawatan, namun orang-orang dengan MGUS memperoleh tes-tes laborat regular (setiap 1 atau 2 tahun) untuk memeriksa peningkatan lebih lanjut pada tingkat protein M.
e.     Sejarah multiple myeloma keluarga : Studi-studi telah menemukan bahwa risiko multiple myeloma seseorang mungkin lebih tinggi jika saudara dekatnya mempunyai penyakit ini.
Banyak faktor-faktor risiko lain yang dicurigai sedang dipelajari. Para peneliti telah mempelajari apakah terpapar pada kimia-kimia atau kuman-kuman tertentu (terutama virus-virus), yang mempunyai perubahan-perubahan pada gen-gen tertentu, memakan makanan-makanan tertentu, atau menjadi kegemukan (obesitas) meningkatkan risiko mengembangkan multiple myeloma.
2.2.3  Patofisiologi
Limfosit B mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah bening. Saat limfosit B dewasa dan menampilkan protein yang berbeda pada permukaan sel. Ketika limfosit Bdiaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal sebagai sel plasma.
Multiple myeloma berkembang di limfosit B setelah meninggalkan bagian dari kelenjar getah bening yang dikenal sebagai pusat germinal. Garis sel normal paling erat hubungannya dengan sel Multipel mieloma umumnya dianggap baik sebagai sel memori diaktifkan B atau para pendahulu untuk sel plasma, plasmablast tersebut.
Sistim kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di bawah kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang rusak, seringkali melalui penataan ulang, kontrol ini hilang. Seringkali, bergerak gen promotor (atau translocates) untuk kromosom yangmerangsang gen antibodi terhadap overproduksi.
Sebuah translokasi kromosom antara gen imunoglobulin rantai berat (pada kromosom keempat belas, 14q32 lokus) dan suatu onkogen (sering 11q13, 4p16.3, 6p21, 16q23 dan 20q11) sering diamati pada pasien dengan multiple myeloma. Hal ini menyebabkan mutasi diregulasi dari onkogen yang dianggap peristiwa awal yang penting dalam patogenesis myeloma. Hasilnya adalah proliferasi klon sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang mengarah ke mutasi lebih lanjut dan translokasi. 14 kelainan kromosom yang diamati pada sekitar 50% dari semua kasus myeloma. Penghapusan (bagian dari) ketiga belas kromosom juga diamati pada sekitar 50% kasus. Produksi sitokin (terutama IL-6) oleh sel plasma menyebabkan banyak kerusakan lokal mereka, seperti osteoporosis, dan menciptakan lingkungan mikro di mana sel-sel ganas berkembang. Angiogenesis (daya tarik pembuluh darah baru) meningkat. Antibodi yang dihasilkan disimpan dalam berbagai organ, yang menyebabkan gagal ginjal, polineuropati dan berbagai gejala myeloma terkait lainnya.


2.2.4  Manifestasi Klinis
1)        Didahului masa tanpa keluhan.
·    Peningkatan LED.
·    Peningkatan protein urien dengan etiologi tidak jelas.
2)        Timbul gejala klinis :
·    Kerusakan rangka tulang. (pembengkakan, nyeri lokal ; hebat, kontinue)
·    Fraktur patologik (tulang tengkorak, vertebral, sternum, iga, ilium, sakrum, pangkal sendi bahu dan panggul).
3)        Nyeri hilang timbul & berpindah-pindah seperti rematik (tulang punggung)
4)        Gangguan neorologik (paraplegia atau penekanan medula spinalis).
5)        Deformitas dinding dada.
6)        Berkurangnya tinggi badan (kerusakan tulang punggung, pinggang)
7)        Radiologis terlihat :
• Kerapuhan tulang iga.
• Penjarangan struktur tulang punggung.
• Tumor glabular.
• Pemendekan intervertebralis.
• Osteoporosis (stadium dini).
• Neoropati (degeneratif sistem syaraf).
• Tumor sel plasma soliter  (tidak berkawan).
• Mieloma soliter (ganas jika diradiasi / eksisi).
8)        Riwayat artritis rematoid (penyakit autoimun).
9)        EEG: encephalopati hiperkalsemik (bingung, delirium, koma, mual-mual, dehidrasi).
10)    Peka infeksi, sering mengalami sepsis akibat penurunan Ig (imunoglabulin).
11)    Gagal ginjal kronik :
• Peningkatan filtrasi protein yang melampaui kemampuan tubulus  proksimal.
       • Rusaknya nefron akibat tersumbatnya tubulus renalis.
12)    Gagal ginjal akut pada GGk ; akibat dehidrasi dan pemakaian zat kontras.
13)    Protein plasma abnormal (kompleks protein) dengan gejala :
                   a. Presipitasi pada suhu rendah dengan gejala / tanda :
• Urtikaria
• Gangguan jari-jari.
• Sianosis akral
• Purpura.
• Kesemutan / kebas.
• Epistaksis.
• Perasaan baal
• Trombosis.
b. Hiperviskositas plasma ; memberi gangguan sirkulasi mikro di :
·      Otak  : Dispungsi cerebral akut berat Berkurangnya aliran darah ke otak bisa menyebabkan gejala neurologis berupa kebingungan, gangguan penglihatan dan sakit kepala.
·      Mata : Dilatasi – seguementasi venula retina &   konjungtiva
·      Jantung  :   Iskemia jantung.
·      Ginjal & jari-jari 
c. Gangguan fungsi faktor koagulasi dan peningkatan agregasi serta   fungsi abnormal trombosit ; menyebabkan perdarahan.
2.2.5  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang bisa diberikan:
a.    Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
b.    Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
c.    Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.
d.   Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
e.    Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel darah merah). Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan prednison dan cairan intravena, dan kadang dengan difosfonat (obat untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol diberikan kepada penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi.
f.     Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel plasma yang abnormal. Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel yang normal, karena itu sel darah dipantau dan dosisnya disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan trombosit terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison atau deksametason) juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi.
g.    Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun, sehingga sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau sumsum tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 50 tahun. Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat perkembangan penyakit. Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Kadang penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa menderita leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan anemia berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi.
2.2.6  Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a.    Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
b.    Radiologi
a.    Foto Polos X-Ray
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
·       Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
·       Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.
·       Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
·       Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.
b.    CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
c.    MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai mieloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
d.   Radiologi Nuklir
Mieloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple mieloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
e.    Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma. 

2.3.  Asuhan Keperawatan
2.3.1  Osteogenik
1)   Pengkajian
a.    Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
Dari hasil wawancara didapat data subjektif berhubungan dengan riwayat kesehatan:
·      Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
·      Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
·      Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
b.    Pemeriksaan fisik
·      Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
·      Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
·      Nyeri tekan/nyeri lokal pada sisi yang sakit mungkin hebat atau dangkal sering hilang dengan posisi fleksi
·      Keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
·      Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c.    Pemeriksaan Diagnostik/Laboratorium
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
Dari hasil pemeriksaan:
·      Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
·      Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
·      Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.
(Wong. 2003: 616)

2)   Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
b.    Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
c.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker
d.   Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.
(Doenges. 1999: 1000)
e.    Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak (Wong, 2003: 617).


3)   Perencanaan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
DS : Klien mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a. Fokus diri klien tampak menyempit
b.Perilaku klien tampak melindung diri / berhati-hati.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a.     Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b.     Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c.     Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d.    Skala nyeri 0-2
a.    Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
b.    Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
c.    Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d.   Berikan lingkungan yang tenang.
e.    Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
a.    Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
b.   Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
c.    Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
d.   Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
e.    Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
2.

Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan.
Kriteria hasil:
a.     Pasien tampak rileks
b.     Melaporkan berkurangnya ansietas
c.     Mengungkapkan perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien

a.    Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
b.    Berikan lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
c.    Pertahankan kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
d.   Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
a.    Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
b.    membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
c.    memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak
d.   dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
2.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan   muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
DS : Klien mengatakan sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan massa.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a.   Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
b.   Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
c.   Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
d.  Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
a.   Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
b.   Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
c.   Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d.  Bantu pasien dalam perawatan diri.
e.   Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin ,  dan mineral.
f.    Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.

a.   Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
b.   Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c.   Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d.  Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e.   Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB.
f.    Untuk menentukan program latihan.
3.
Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut.
a.   Kaji adanya perubahan warna kulit.
b.   Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
c.   Ubah posisi dengan sesering mungkin.
d.  Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
e.   Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotik.

a.   Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
b.   Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
c.   Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan  resiko kerusakan kulit.
d.  Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan  cedera kulit / kerusakan kulit.
e.   Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan lunak.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a.   Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b.   Leukosit dalam batas normal, dan
c.   Tanda-tanda vital dalam batas normal.

a.   Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b.   Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c.   Rawat  luka dengan menggunakan tehnik aseptik.
d.  Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
e.   Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit. 
a.   Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b.   Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c.   Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
d.  Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e.   Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.



2.3.2  Multiple Myeloma
1)   Pengkajian
a.     Riwayat Penyakit
Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan pasien, kapan terjadinya, biasanya terjadi pada malam hari. Tanyakan umur pasien, riwayat dalam keluarga apakah ada yang menderita kanker, prnah tidaknya terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan sesuai dianjurkan
b.    Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya nyeri, bengkak, pergerakan terbatas, kelemahan.
1)      Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise, merasa lelah, letih
Tanda : gelisah siang dan malam, gangguan pola istrahat dan pola tidur, malaise (kelemahan dan keletihan) dan gangguan alat gerak.
2)      Sirkulasi
Gejala : Palpitasi , adanya pembengkakan mempengaruhi sirkulasi dan adanya nyeri pada dada karena sumbatan pada vena
Tanda : Peningkatan tekanan darah.
3)      Integritas Ego
Gejala : Menarik diri dari lingkungan, karena faktor stress (adanya gangguan pada keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran), selain itu biasanya menolak diagnosis, perasaan tidak berdaya, tidak mampu, rasa bersalah, kehilangan control dan depresi.
Tanda : Menyangkal, marah, kasar,. dan suka menyendiri.
4)      Eliminasi
Gejala : Perubahan pada eliminasi urinarius misalnya nyeri, pada saat berkemih dan poliurin, perubahan pada pola defekasi ditandai dengan adanya darah yang bercampur pada feses, dan nyeri pada saat defekasi.
Tanda : adanya perubahan pada warna urin, perubahan pada peristaltik usus, serta adanya distensi abdomen


5)      Makanan / Cairan
Gejala : kurang nafsu makan, pola makan buruk, (misalnya rendah tinggi lemak, adanya zat aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual / muntah
Tanda : Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot, dan perubahan pada turgor kulit.
6)      Hiegine
Gejala : Melakukan higene diri sendiri harus dibantu orang lain, karena gangguan ekstremitas maka menjaga hygiene tidak dapat dilakuakan, malas mandi
Tanda : Adanya perubahan pada kebersihan kulit, kuku dan sebagainya.
7)      Neurosensori
Gejala : Pusing
Tanda : Pasien sering melamun dan suka menyendiri.
8)      Kenyamanan
Gejala : adanya nyeri dari nyeri ringan sampai nyeri berat, sangat mempengaruhi kenyamanan pasien
Tanda : Pasien sering mengeluh tentang nyeri yang dirasakan, dan keterbatasan gerak karena nyeri tersebut.
9)      Pernapasan
Gejala : Pasien kadang asma, karena kebiasaan merokok, atau pemajanan asbes.
10)  Keamanan
Gejala : Karena adanya pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama / berlebihan.
Tanda : Demam, ruam kulit dan ulserasi.
11)  Seksualitas
Gejala : adanya perubahan pada tingkat kepuasan seksualitas karena adanya keterbatasan gerak.
c.       Riwayat Psikososial
Kaji adanya kecemasan, takut ataupun depresi
d.      Pemeriksaan diagnostik
Periksa adanya anemi, hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia
2)   Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri berhubungan dengan proses patologik
b.    Resiko terhadap cidera fraktur patologik berhubungan dengan tumor
c.    Ketidakefektifan koping individu b/d rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang proses penyakit dan system pendukung tidak adekuat
d.    Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.
e.       Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
f.       Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker
g.      Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.
(Doenges. 1999: 1000)
h.      Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak (Wong, 2003: 617).


3)   Perencanaan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit

DS : Klien mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a. Fokus diri klien tampak menyempit
b.Perilaku klien tampak melindung diri / berhati-hati.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
e.     Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
f.      Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
g.     Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
h.     Skala nyeri 0-2
f.     Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
g.    Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
h.    Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
i.      Berikan lingkungan yang tenang.
j.      Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
f.    Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
g.   Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
h.   Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
i.     Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
j.     Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
2.
Resiko terhadap cidera: fraktur patologik berhubungan dengan tumor
Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan.
Kriteria hasil:
a.      tidak adanya cidera akibat tumor yang dialami pasien
a.  Sangga tulang yang sakit dan
tangani dengan lembut selama
pemberian asuhan keperawatan

b.    Ajarkan bagaimana cara untuk menggunakan alat ambulatory dengan aman dan bagaimana untuk menguatkan ekstremitas yang tidak sakit
Gunakan sanggahan eksternal (mis. Splint) untuk perlindungan tambahan
Ikuti pembatasan penahanan berat badan yang dianjurkan

a.       Tumor tulang akan melemahkan tulang sampai ke titik dimana aktivitas normal atau perubahan posisi dapat mengakibatkan fraktur
b.      Penyangga luar (mis. bidai) dapat dipakai untuk perlindungan tambahan
c.       Adanya pembatasan akan membantu klien dalam penahanan berat badan yang tidak mampu ditahan oleh tulang yang sakit
d.      Penggunaan alat ambulatory dengan aman mampu menguatkan ekstremitas yang sehat
2.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan   muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
DS : Klien mengatakan sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan massa.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
e.   Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
f.    Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
g.   Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
h.   Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
g.   Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
h.   Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
i.     Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
j.     Bantu pasien dalam perawatan diri.
k.   Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin ,  dan mineral.
l.     Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.

g.   Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
h.   Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
i.     Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
j.     Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
k.   Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB.
l.     Untuk menentukan program latihan.
3.
Ketidaktahuan pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan program terapeutik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut.
f.    Kaji adanya perubahan warna kulit.
g.   Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
h.   Ubah posisi dengan sesering mungkin.
i.     Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
j.     Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotik.

f.    Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
g.   Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
h.   Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan  resiko kerusakan kulit.
i.     Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan  cedera kulit / kerusakan kulit.
j.     Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
4.
Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
d.  Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
e.   Leukosit dalam batas normal, dan
f.    Tanda-tanda vital dalam batas normal.

f.    Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
g.   Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
h.   Rawat  luka dengan menggunakan tehnik aseptik.
i.     Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
j.     Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit. 
f.    Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
g.   Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
h.   Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
i.     Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
j.     Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.








BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang). Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
3.2.  Saran
Sebaiknya dalam melakukan tindakan perawatan terhadap pasien dengan sarkoma osteogenik dan multiple myeloma, perawat harus memperhatikan asuhan keperawatan yang menyeluruh dengan benar.
.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.


http://ridhoirwanto.blogspot.com/2011/06/askep-sarkoma-osteogenik.html, 05-03-2013, 11.30 WIB.



Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

Gizi Untuk Usia Sekolah Dan Remaja