PENGARUH TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP NYERI RHEUMATHOID ARTRITIS PADA LANSIA PUSKESMAS CIPAGERAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya memelihara kesehatan bagi lanjut usia harus ditunjukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif. Selain itu, pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif (Depkes RI, 2015).
Berdasarkan  data  WHO (World  Health  Organization)di  kawasan  Asia  Tenggara populasi  lansia  sebesar  (8%)  atau  sekitar  14.2  juta  jiwa. Pada  tahun  2000  jumlah lansia sekitar 15.3, sedangkan pada tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19.3 (±9%) juta jiwa dari total populasi. Jumlah  penderita  artritis  rhematoid  di  dunia  saat  ini  telah  mencapai angka 305 juta jiwa, artinya 1 dari 6 penduduk bumi menderita penyakit artritis rhematoid (Depkes  RI, 2013).
Berdasarkan data PBB populasi lansia juga meningkat dua kali lipat hanya dalam tempo 25 tahun. Saat ini, PBB memprediksi jumlah kaum manula mencapai 600 juta jiwa di seluruh  dunia, atau setara dengan 8 % total populasi penduduk dunia dan terus meningkat hingga 1.1 miliar atau 13%  di tahun 2035 (Badan  kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan ,BKBKK  RI, 2015).
Pada  tahun 2015 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia yaitu 18.781 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat 41 juta jiwa pada tahun 2035 serta akan lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Nantinya di tahun 2050, satu dari empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita.
Di Indonesia prevalensi nyeri arthritis rheumatoid 23.3%- 31.6% dari jumlah  penduduk Indonesia. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia  adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, hipertensi, gangguan pendengaran dan pengelihatan. Berdasarkan data di dinas kesehatan Cimahi tercatat penduduk lansia 45-59 tahun 93.695 jiwa dan usia 60 tahun 76.495 jiwa. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia  di umur 60-70 tahun adalah Hipertensi 3.288 jiwa, ISPA 2.011 jiwa, Rheumtoid artritis 856 jiwa, Commo Cold 900 jiwa, Gastroduodenitis 870 jiwa, Faringitis akut 772 jiwa, Pulpa dan Jaringan Periapikal 1.245 jiwa, Dispepsia 746 jiwa, dan Dermatitis 565 jiwa (Dinkes, 2016). Berdasarkan data di Puskesmas Cipageran tercatat bahwa usia lanjut pra lansia ada 8.312 jiwa dan lansia 3.590 jiwa. Secara keseluruhan wilayah kota Cimahi terdapat 13 puskesmas dan total seluruh jumlah rheumatoid artritis  di kota Cimahi yaitu 856 jiwa pasien rheumatoid artritis.
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang megalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara betahap (Azizah, 2011).
Proses penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah, yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh makhluk hidup (Azizah, 2011). Pada beberapa sistem, sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena kerusakan atau mati. Oleh karena itu,sistem tersebut beresiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel dalam sistem ditubuh kita mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti. Perubahan sistem muskuloskeletas pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, dan jaringan periakular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibelitasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekuatan sendi, gangguan jalan dan aktifitas keseharian lainnya. Upaya pencegah kerusakan sendi antara lain dengan memberi tehnik perlindungan sendi, antara lain dengan memberi perlindungan sendi dalam beraktifitas (Azizah, 2011).
Penyakit rematik merupakan salah satu penyebab utama lansia terjadinya disabilitas pada lansia, disamping stroke dan penyakit kardiovaskular (Darmojo & Martono, 2004 ). Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit rematik. Penyakit rematik merupakan suatu istilah terhadap sekelompok penyakit (gabungan untuk lebih dari seratus penyakit) dengan menifestasi klinis berupa nyeri menahun pada sistem musculoskeletal, kekakuan sendi, serta pembengkakan jaringan sekitar sendi tendon (Helmi, 2014).
Rheumatoid adalah suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma rematik lebih banyak.Artritis adalah radang sendi yang mengakibatkan perubahan bentuk sendi. Rheumatoid Artritis adalah penyakit inflamasi siskemik kronis yang diketahui penyebabnya, di karakteristik oleh kerusakan proliferasi membrane sinovial yang menyebabkan  kerusakan pada tulang sendi ankilosis deformitas (Kushariyadi, 2010)  
Para ahli dibidang Rheumatoid (cabang ilmu yang mempelajari tentang penyakit rheumatoid), tanda dan gejala penyakit rheumatoid artritis adalah nyeri, pembengkakan, dan kekakuan sendi, menjadi lemah. Penderita rheumatoid artritis juga akan mengalami tanda keterbatasan mobilitasi saat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari, dan adanya perubahan bentuk tulang dan sendi. Penderita dapat mengeluh gejala sistem organ lain meskipun tidak biasa. Salah satu yang paling sering adalah nyeri dan kemerahan akibat peradangan berbagai bagian mata (Kusharyadi, 2010).
Penyebab Rheumatoid Artritis belum ditemukan. Tetapi, menurut beberapa teori tentang penyakit persendian ini terjadi saat mekanisme pertahanan tubuh bereaksi melawan agen pencetus. Respon imun menyebabkan pengumpulan sel-sel radang ( limfosit dan makrofag) dalam membrane sinoval. Enzim yang dilepaskan dari sel-sel yang meradang menyebabkan kerusakan tulang dan rawan dalam sendi. Bila tidak diberikan pengobatan, perlahan-lahan akan mengakibatkan deformasi sendi yang lebih parah (Kushariyadi, 2010).
Dari penyebab rheumatoid di atas maka akan berdampak pada lansia yang mengalami reumatoid yaitu penurunan kualitas harapan hidup seperti kelelahan yang demikian hebatnya, menurunkan rentang gerak tubuh dan nyeri pada gerakan. Kekakuan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur, nyeri yang hebat pada awal gerakan tetapi kekakuan tidak berlangsung lama yaitu kurang dari seperempat jam. Kekakuan di pagi hari menyebabkan berkurangnya kemampuan gerak dalam melakukan gerak ekstensi, keterbatasan mobilitas fisik dan efek sistemik yang ditimbulkan adalah kegagalan organ dan kematian (Price.S.A, 2005).
Nyeri pada artritis rheumatoid disebabkan oleh inflamasi siskemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, atau terjadinya kerusakan poliferasi pada membran sinovia yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh munitas ( Ningsi& Lukman, 2011).
Bayak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu banyak aktivis keperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri diantaranya, stimulasi saraf elektris transkutan (TENS), dan masase kutaneus, terapi es dan panas, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnotis. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk obat-obatan, tindakan tersebut mengkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat atau episode nyeri yang belangsung hanya beberapa detik atau menit (Smellzer & Bare, 2013).
Salah satu metode nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri adalah teknik relakasasi progresif. Langkah untuk memerlukan relaksasi progresif adalah dengan menjelaskan cara berbaring atau dudukdikursi . Tiap otot atau kelompok otot ditegangkan selama lima sampai tujuh detik dan dirileksasikan dua belas sampai lima belas detik. Prosedur ini diulang paling tidak satu kali. Jika otot tetap tegang dapat di praktekan kembali sampai lima kali (Dewi, 2014).
Relakasasi progresif Terapi yang dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita rheumatoid artritis untuk mengatasi nyeri adalah dengan terapi tehnik relaksasi. Dalam keadaan relaksasi, seluruh tubuh dalam keadaan homeostatis atau seimbang, dalam keadaan tenang tetapi tidak tertidur dan seluruh otot-otot dalam keadaan rileks dengan posisi tubuh yang nyaman. Salah satu dari jenis relaksasi adalah progresif.
Prevalensi rematik di Indonesia mencapai 23.6% sampai 31.3%. Pada tahun 2009 dari 33 provinsi di Indonesia terhadap 9 provinsi yang termasuk pada kategori kasus penderita rematik paling besar yaitu provinsi jawa tengah (38.6%),Papua Barat (38.2%), NTT (38.0%), Kalimantan Selatan (35.8%), NAD (43.2%), NTB (33.6%), Sumatra Barat 33%), Bali (32.6%), dan Provinsi Jawa Barat (41.7%), merupakan prevalensi ke dua tertinggi di Indonesia, sebanyak 22.3% dari 41.7%  yang mengalami rheumatoid artritis kebanyakan lanjut usia (Syafei,2009 dalam Proceeding Of  Rheumatology,2010).
Kota Cimahi terdiri dari 3 kecamatan yaitu : kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan seluas 40.25 km2 dengan jumlah penduduk keseluruhan 453.300 jiwa dari 15 kelurahan. Dan wilayah Kota Cimahi terdapat 13 Puskesmas dan total seluruh  jumlahpasien Rheumatoid Artritis di Kota Cimahi yaitu : 482 jiwa pasien Rheumatoid Artritis.
Peneliti melakukan studi pendahuluan pada tanggal 17 maret 2016, melalui wawancara kepada 10 orang lansia yang menderita Rheumatoid artritis di Puskesmas Cipageran Cimahi, dimana 8 dari 10 lansia adalah perempuan. Di dapatkan bahwa 7 orang diantaranya mengeluh pegal di kaki saat melakukan aktivitas, sakit dibagian bokong, baal-baal (tangan kesemutan), sedangkan 1 orang mengeluh karena aktivitasnya yang berlebihan sehingga menyebabkan senyeri dapa persendiannya dan 2 orang  meyakini telah mengkonsumsi makanan yang membuat nyeri pada kedua lututnya, hasil wawancara mereka mengatakan belum mengetahui tentang terapi teknik relaksasi progresif untuk mengatasi masalah nyeri sendi yang mereka rasakan. 10 lansia tersebut sebagian juga mengatakan saat diwawancara ketika mereka merasakan nyeri mereka sering meminum obat anti nyeri dan diurut untuk mengurangi rasa nyeri sendi yang mereka rasakan. Mengkonsumsi obat nyeri yang terlalu sering dan dipijit dengan cara yang salah akan memperburuk kondisi penyakit penderita.
Pencegahan agar tidak terjadinya  efek samping tersebut perawat sangat berperan, perawat tidak hanya sebagai pemberi pelayanan kesehatan saja kepada pasien, (Achjar, 2013) mengatakan bahwa  perawat komunitas memiliki tanggung jawab sebagai pendidik kepada individu, keluarga dan komunitas. Pemberi informasi dapat dilakukan oleh perawat komunitas pada institusi formal dan pilihan sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat. Peran perawat berfokus pada peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dampak penyakit, dan dinamika dalam keluarga. Perawat harus mampu memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan  melalui pendidikan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sejati (2014), hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata tingkat nyeri responden setelah perlakuan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam penatalaksanaan nyeri  pasien post operasi ORIF dengan cara mengkombinasikan terapi farmakologis dan teknik relaksasi otot progresif.  
Peneliti yang dilakukan oleh Resti (2014) hasil penelitian di dapatkan bahwa relaksasi otot progresif yang diberikan dapat membantu mengurangi tingkat stress dan gejala stress yang dirasakan oleh kedua subjek yang mempunyai penyakit asma.
Penelitian yang dilakukan oleh Christovell (2014), hasil penelitian menyimpulkan bahwa kompres hangat dapat digunakan sebagai terapi modalitas dan sebagai intervensi keperawatan untuk mengurangi nyeri pada responden rheumatoid artritis.
Penelitian yang dilakukan oleh Prio (2010), hasil penelitian menunjukan bahwa respon nyeri pada kelompok  sesudah intervensi lebih rendah dari pada sebelum intervensi teknik relaksasi progresif. Pada responden dengan gangguan gastritis.
Peneliti yang dilakukan oleh Herianto (2014), hasil penelitian menunjukan bahwa relaksasi progresif ini digunakan untuk melawan rasa cemas, stress dan tegang pada lanjut usia .
Berdasarkan data di atas yang menunjukan rheumatoid artritis merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan saat ini semakin banyak yang menderita penyakit Rheumatoid artritis di kota Cimahi terutama di  Puskesmas Cipageran, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana “ Pengaruh Teknik Relaksasi Progresif terhadap Nyeri Rheumatoid Artritis pada Lansia di Puskesmas Cipageran Cimahi.”
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peleneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut “ adakah pengaruh relaksasi progresif terhadap nyeri rheumatoid artritis pada lansia di Puskesmas Cipageran Cimahi.
C.     Tujuan Penelitian
1.         Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh relaksasi progresif terhadap nyeri rheumatoid artritis di Puskesmas Cipageran Cimahi.
2.         Tujuan Khusus
a.   Mengetahui rerata nyeri sebelum dilakukan relaksasi progresif di
     Puskesmas Cipageran Cimahi.
b.   Mengetahui rerata nyeri setelah di lakukan relaksasi progresif di Puskesmas Cipageran Cimahi.
c.   Mengetahui rerata nyeri pada lansia dengan rheumatoid artritis sebelum dan sesudah diberikan relaksasi progresif di Puskusmas Cipageran Cimahi.
D.     Manfaat penelitian
1.      Manfaat teoritis
a.   Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu keperawatan khususnya intervensi keperawatan mengenai teknik relaksasi progresif dalam ruang lingkup untuk menurunkan nyeri rheumatoid artritis.
b.   Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi ilmiah di bidang terapi keperawatan dalam intervensi keperawatan mengenai penanganan nyeri non-farmakologis.
c.   Mengetahui pengaruh teknik relaksasi progresif terhadap nyeri rheumatoid artritis
2.      Manfaat praktik
a.   Bagi Puskesmas Cipageran Cimahi dapat digunakan untuk menurunkan tingkat nyeri pada lansia dengan rheumatoid artritis.
b.   Bagi peneliti selanjutnya bisa digunakan dan dikembangkan untuk melakukan penelitian dengan jenis terapi yang berbeda.
c.   Bagi pasien selain bisa digunakan untuk meredakan nyeri pada penyakit rheumatoid artritis di Puskesmas Cipageran Cimahi, tekhnik relaksasi progresif bisa digunakan dirumah sebagai perawatan mandiri terhadap sisa nyeri yang masih dirasakan.
d.   Bagi profesi perawat dapat di aplikasikan sebagai pilihan dari salah satu majanemen penanganan nyeri non-farmakologi yang mengikut sertakan klien.


Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

Gizi Untuk Usia Sekolah Dan Remaja