Konsep Nyeri

A.    Nyeri
1.      Pengertian
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien (Asmadi, 2008).
Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan adanya masalah, apabila tidak ditangani menyebabkan bahaya fisiologis dan psikologis bagi kesehatan dan penyembuhannya (Kozier et all,2010).
Nyeri adalah suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu (Perry & Potter, 2010). Nyeri merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang hanya dapat diungkapkan berbeda antar satu orang dengan yang lainnya (Prasetyo, 2010).
Nyeri pada artritis rheumatoid disebabkan oleh inflamasi siskemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, atau terjadinya kerusakan poliferasi pada membran sinovia yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh munitas ( Ningsi & Lukman, 2011).
Nyeri kronis pada lansia merupakan masalah yang akan mempengaruhi aktifitas kegiatan sehari-hari dan kualitas hidupnya. Nyeri kronis merupakan keadaan yang sangat menggangu dan menyebabkan penyakit lain menjadi lebih parah. Sering pula terdapat lansia yang menganggap nyeri merupakan tanda-tanda mendekatnya ajal, atau merupakan gejala yang lebih serius, sehingga justru membuat lansia merasa takut (Darmojo & Martono 2004).
Dapat disimpulkan bahwa nyeri itu adalah suatu keadaan dimana keadaan dimana  individu mengalami rasa tidak nyaman baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor tertentu.
2.      Penyebab Nyeri
Penyebab nyeri  dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dan psikis. Secara fisik misalnya, Nyeri pada peradangan terjadi karena  kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya psikologis ( Asmadi, 2008).
3.      Sifat Nyeri
Nyeri sifatnya subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu. Empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri yaitu : nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan. Nyeri dapat mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan. Hanya pasien yang mengetahui apakah terdapat nyeri dan seperti apa nyeri tersebut. Untuk membantu  seorang klien dalam menghilangkan nyeri, maka perawat harus yakin dahulu bahwa nyeri tersebut memang ada (Perry & Potter, 2010)
4.      Tipe Nyeri
Nyeri dapat digambarkan dalam hal durasi, lokasi atau etiologinya. Saat nyeri hanya berlangsung selama periode pemulihan yang telah diperkirakan, nyeri digambarkan sebagai nyeri akut, baik nyeri memiliki awalan mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intensitasnya. Disisi lain, nyeri kronik berlangsung lama, biasanya bersifat kambuhan atau menetap selama 6 bulan atau lebih, dan mengganggu fungsi tubuh. Nyeri akut dan kronik menyebabkan respon fisiologis dan perilaku yang berbeda (Kozier, 2010).
Table 2.1 Perbandingan Nyeri akut dan Nyeri Kronik
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
a. Ringan sampai berat
a. Ringan sampai berat
b. Respon sistem saraf
b. Respon sistem saraf
simpatik :
parasimpatik:
     1. Peningkatan denyut
     1. tanda-tanda vital
          Nadi
          Normal
     2. Peningkatan frekuensi
     2. Kulit kering, hangat
          Napas
     3. Pupil normal atau
     3. Peningkatan tekanan
         Dilatasi
         darah
c. Terus berlanjut setelah
     4. Diaphoresis (keringat
penyembuhan
          berlebihan)
d. Klien nampak depresi
     5. Dilatasi pupil
dan menarik diri
c. Berhubungan dengan
e. Klien sering kali tidak
cedera jaringan :
menyebut rasa nyeri
hilang dengan penyembuhan
kecuali ditanya. Perilaku
d. Klien tampak gelisah
nyeri sering kali tidak
dan cemas
Muncul
            (Perry & Potter, 2010)
5.      Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat di klasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Kozier, 2010) diantanya adalah nyeri berdasarkan tempatnya diantaranya sebagai berikut:
1.   Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa.
2.   Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh  yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh.
3.   Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4.   Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
Nyeri berdasarkan sifatnya (Tamsuri, 2012), diantaranya :
1.   Incidental pain, yaitu yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2.   Steady pain, yaitu nyeri timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.
3.   Paroxysmal pain, yaitu nyeri timbul dan menetap serta  berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-20 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
Nyeri berdasarkan berat tingannya(Tamsuri, 2012), diantaranya :
1.         Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2.         Nyeri sedang, yaitu nyeri dengan intensitas reaksi.
3.         Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas tinggi.
6.      Fisiologi Nyeri
Secara umum dapat dijelaskan bahwa di dalam tubuh manusiaterdapat dua macam transmitter impuls nyeri yang berfungsi untuk yang menghantar sensasi yang lain seperti rasa dingin, hangat, sentuhan, dan sebagainya. Reseptor berdiameter kecil (serabut A delta dan serabut C) berfungsi untuk menstramisikan nyeri yang sifatnya  kras dan reseptor ini biasanya berupa ujung saraf bebas yang terdapat di seluruh permukaan kulit dan struktur tubuh yang lebih dalam seperti tendon, fasia, dan tulang serta organ-organ intema. Sedangkan transmitter yang  berdiameter besar (serabut A-beta) memiliki reseptor yang terdapat pada struktur permukaan tubuh dan fungsinya selain menstransmisikan sensasi nyeri, juga lebih berfungsi untuk menstransmisikan sensasi lain seperti sensasi getaran, sentuhan, sensasi panas atau dingin, serta juga tekanan halus. Implus dari serabut A-beta mempunyai sifat inhibitori (penghambat) yang ditransmisikan ke serabut C dan A-delta (Tamsuri, 2007).
Nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis menurut teori gate control theory. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang spinalis melalui serat eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantar rangsangan nyeri (Hidayat, 2005).
Cara paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut: resepsi, presepsi, dan reaksi(Perry & Potter, 2010).

a.      Resepsi
Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus terminal mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan stimulus substansi yang menghasilkan nyeri, pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi seperti histamin, bradikinin, dan kalium, yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh bervariasi(Perry & Potter, 2010).
Bagian tubuh tertentu pada individu yang berada lebih atau kurang sensitif terhadap nyeri. Selalin itu, individu memiliki kapasitas produksi substansi penghasil nyeri yang berbeda-beda, yang dikendalikan oleh gen individu. Implus saraf yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar sepanjang serabut saraf perifer efferen. Dua tipe serabut saraf perifer menginduksi stimulus nyeri: serabut A-delta yang bereliminasi dan cepat, serabut C yang tidak bereliminasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi dan jelas yang menglokasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri(Perry & Potter, 2010).
Serabut tersebut menghantarkan komponen suatu cedera akut dengan segera. Serabut C menyampaikan implus terlokalisasi buruk, viseral, dan terus menerus. Ketika serabut C dan serabut A-delta mentransmisikan implus dari serabut saraf perifer, maka melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan atau membuat peka pada respon nyeri. Misalnya kalium dan prostagladin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami kerusakan. Transmisi stimulus nyeri berlanjut sepanjang serabut saraf aferen sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis medula spinalis(Perry & Potter, 2010).
Pada kornu dorsalis, neurotrasmitter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan implus nyeri ditrasmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf di traktus spinotalamus yang menyebrangi sisi yang berlawanan dengan medula spinal. Implus nyeri kemudian berjalan kearah medula spinalis, maka informasi ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang lebih tinggi di otak, termasuk pembentukan retikular, sistem limbik, talamus, korteks sensori, konteks asosiasi(Perry & Potter, 2010).
Respon reflek protektif juga terjadi dengan resepsi nyeri. Serabut A-delta mengirim implus sensori ke medula spinalis, tempat sinaps dengan neuron motorik. Implus motorik menyebar melalui serabut lengkung refleks bersama serabut eferen (motorik) kembali suatu otot perifer dekat lokasi stimulasi. Kontraksi otot menyebabkan individu menarik diri dari sumber nyeri sebagai usaha untuk melindungi diri. Resepsi nyeri membutuhkan sistem saraf perifer dan medula spinalis yang utuh(Perry & Potter, 2010).
Neuregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus nyeri memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf dalam kornu dorsalis pada medula spinalis. Neuregulator dibagi menjadi dua kelompok yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter, seperti substansi P mengirim implus listrik melewati celah sinaps diantara dua serabut saraf. Serabut saraf tersebut adalah serabut eksitator atau inhibitor. Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentaransfer tanda saraf melalui sinaps(Perry & Potter, 2010).
            Neuromodulator diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni dengan meningkatkan dan menurunkan efek neruotransmitter tertentu. Teori pengontrolan nyeri (Gate control) bahwa implus nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel geltosa substansi di dalam kornus dorsalis pada medula spinalis, talamus dan sistem limbik. Dengan memahami hal-hal yang dapat memepengaruhi pertahanan ini, maka dapat memperoleh konsep kerangka kerja yang bermanfaat untuk penanganan nyeri (Perry & Potter, 2010).
Tabel 2.2 Neurofisiologi Nyeri Neuroregulator
Neurotransmitter
Neuromodulator
a. Substansi P
a. Endophrin dan Dinorfin
1. Terdapat di neuron di
1. Merupakan suplai alamiah
kornu dorsalis
tubuh yang berupa substansi
(peptideksitator)
seperti morfin
2. Dibutuhkan untuk
2. Diaktifkan oleh stress dan
mentransmisi implus
Nyeri
nyeri dari perifer ke
3. Dilokalisasi di dalam otak,
pusat otak yang lebih tinggi
medula spinalis dan saluran
3. Menyebabkan vasodilatasi
pencernaan.
dan edema
4. Memberikan efek analgesia
b. Seretonin
apabila agens ini menyatu
1. Dilepas dari batang otak
dengan reseptor opiat di otak
dan kornu dorsalis untuk
5. Terdapat dalam kadar yang
menghambat transmisi nyeri
lebih tinggi pada individu yang
c. Prostagladin
tidak terlalu merasa nyeri
1. Dihasilakan dari
dibandingkan yang lain dengan
pemecahan fosfolipid
cedera yang sama
dalam membran sel
b. Bradikardi
2. Diyakini mengingkatkan
1. Dilepaskan dari plasma yang
sensitivitas nyeri.
keluar dari pembuluh darah
di jaringan sekitar pada lokasi
cedera jaringan.
2. Terikat pada resptor pada
saraf perifer, meningkatkan
stimulus nyeri.
3. Terikat pada sel-sel yang 
menyebabkan reaksi rantai yang
menghasilkan prostalgladin.


Perry & Potter, 2010

            Teori ini mengatakan implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dari implus dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Suatu keseimbangan aktivitas dan neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron A-delta dan C melepaskan substansi P untuk mentransmisi implus melalui mekanisme  pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron A-beta yang lebih tebal, yang lebih cepat melepaskan neurontrasmitter penghambat. Apabila memasukan yang dominan berasal dari A-beta, maka akan menutup mekanisme pertahanan (Perry & Potter, 2010).
           Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoresptor. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut A-delta dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan pasien mempresepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika implus nyeri dihantar ke otak, terdapat pusat konteks yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi presepsi nyeri. Alur saraf desenden melepas opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembuluh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P (Perry & Potter, 2010).
b.      Presepsi
Presepsi merupakan titik kesadaran kesadaran terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai otak, termasuk korteks sensori dan kontak asosiasi. Terdapat sel-sel di dalam sistem limbik yang diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri, setelah transmisi saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempresepsikan sensasi nyeri (Perry & Potter, 2010).
c.      Reaksi
1)    Reseptor fisiologis
Pada saat implus nyeri naik medula  spinalis menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf otonomi menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang  dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi flight atau fight yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang  simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisologis (Perry & Potter, 2010). 
2)    Reseptor perilaku
Nyeri dapat dimiliki sifat yang mendominasi, yang mengganggu kemamupuan individu berhubung dengan orang lain dan merawat diri sendiri. Berikut tiga fase pengalaman nyeri yaitu antisipasi (antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya), sensasi (individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda, toleransi terhadap nyeri bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang), dan akibat (setelah mengalami nyeri, pasien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik, seperti mengigil, mual, muntah, atau depresi). Jika pasien mengalami serangkaian episode nyeri berulang, maka respond akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat (Perry & Potter, 2010).
3)    Transmisi nyeri
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan rangsangan nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2012).
a.   Teori spesifik (The Specificity theory)
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh melalui saraf sensori. Saraf untuk setiap indra perasa bersifat spesifik. Artinya, saraf sensori dingin hanya dapat dirangsang oleh sensasi dingin, bukan oleh panas. Begitu pula dengan saraf sensori lainnya (Tamsuri, 2012).
Ada dua tipe serabut saraf yang menghantar stimulus nyeri yaitu serabut saraf tipe A delta dan serabut saraf tipe C. Ciri-ciri serabut saraf tipe A delta: daya hantar sinyal relatif cepat, bermielin harus dengan diameter 2-5 mm, membawa rangsangan nyeri yang menusuk, serabut saraf tipe ini berakhir di kornu dorsalis dan lamina (Tamsuri, 2012)
Ciri-ciri serabut tipe C: daya hantar sinyal lebih lambat tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 mm, membawa rangsangan nyeri terbakar dan tumpul, serabut tipe ini berakhir di lamina II, III dan IV (Tamsuri, 2012).
Menurut teori spesifik ini timbulnya sensasi nyeri berhubungan degan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf bebas oleh perubahan mekanis, rangsangan kimia, atau temperatur yang berlebihan. Presepsi nyeri dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di thalamus (Tamsuri, 2012).
b.      Teori pola (pattem theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang ke bagian tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan presepsi dan otot berkontruksi sehingga menimbulkan nyeri. Presepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari reaksi sel T (Tamsuri, 2012).
c.      Teori pengendalian kontrol (The gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan mengingkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terlambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil presepsi ini akan dikembalikan ke dalam medula spinalis melalui serat eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas subtansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya menghantarkan rangsangan nyeri (Tamsuri, 2012).
d.      Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nosiseptor melalui transmisi implus-implus saraf, sehingga transmisi implus nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi nyeri menjadi efektif oleh implus-implus pada serabut-serabut besar yang memblok implus-implus pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif (Tamsuri, 2012).
7.      Pengukur Nyeri
Skala penilaian numerik ( Numerical Raring Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo,2013).

                                                                                                                                   
 0         1         2        3        4          5        6        7          8         9        10
Tidak     Nyeri Ringan          Nyeri Sedang             Nyeri Berat          Nyeri
Nyeri                                                                        Terkontrol     Berat tidak
                                                                                                terkontrol
Gambar 2.7
(Andarmoyo, S. 2013) Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogyakarta: Ar-Ruzz

8.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri
Nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal (Asmadi, 2008), diantaranya :
a)     Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negative, seperti membahayakan, merusak , dan lain-lain, keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan pengalaman
(Asmadi, 2008).
b)     Presepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluative kognitif) (Asmadi, 2008).
c)     Toleransi nyeri ini erat hubungan  dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri  (Asmadi, 2008).
9.      Manajemen Nyeri
Perawat perlu melakukan pendekatan nyeri secara sistematis sehingga dapat memahami nyeri klien rasakan dan dapat memberikan terapi yang sesuai, proses keperawatan dalam penatalaksanaan nyeri menurut (Tamsuri, 2012) di antaranya :
1)     Ekspresi nyeri
Klien pertama harus mempersiapkan suatu kebutuhan untuk melaporkan nyeri, klien dapat mengungkapkan sedikit informasi tentang apa yang dirasakan.

2)     Klasifikasi pengalaman nyeri
Fase-fase nyeri yaitu antisipasi, sensasi dan akibat mempengaruhi bukan saja gejala yang klien alami, tetapi terapi yang memiliki kemungkinan paling besar untuk mengatasi nyeri.
3)     Karakteristik nyeri
a)     Awaitan dan durasi
Perawat mengajukan pertanyaan untuk menentukan durasi dan rangkaian nyeri, kapan nyeri dirasakan dan seberapa lama nyeri dirasakan (Tamsuri, 2012).
b)     Lokasi
Perawat meminta klien menunjukan semua daerah yang dirasakan tidak nyaman. Karakteristik yang paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri, salah satu alat ukur untuk menentukan keparahan nyeri adalah dengan skala penelitian numeric ( numeric Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendekripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif  digunakan saat pengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terpeutik. Terdiri dari garis lurus sepanjang 10cm : garis paling kiri yaitu tidak ada nyeri sama sekali, garis paling kanan yaitu rasa nyeri paling buruk. Minta pasien untuk memberikan garis tegak lurus yang menandakan rasa nyeri yang dirasakannya (Tamsuri, 2012).
10.   Mekanisme relaksasi progresif terhadap penurunan nyeri
Fisiologi nyeri terdiri dari tranduksi, transmisi, modulasi dan presepsi dalam transmisi terdapat substansi yang mempengaruhi transmisi stimulasi saraf yang memegang peranan penting dalam suatu pengalaman nyeri, substansi ini disebut Neuroregulator. Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis. Neuroregulator, bagi menjadi dua kelompok yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neuromodulator memodifikasi neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung menstransfer tanda saraf melalui sebuah sinaps. Endorfin merupakan salah satu contoh neuromodulator (Perry&Potter, 2010).
Relaksasi progresif dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan dan mengeluarkan hormone endorphin yang menunjang nyeri (Smeltzer& Bare, 2013). Saat dilakukan relaksasi progresif, simpul-simpul saraf menstimulus neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang digunakan untuk me-relay, memodulasi, dan menguatkan sinyal antara neuro dan sel lainnya, seperti serotonin, dophamine, norephonephrine, dan noradrenaline. Zat-zat kimia otak tersebut memproduksi hormon-hormon yang kemudian diserap hippocampusdan di distribusikan sel-sel otak. Hormon-hormon yang diproduksi, antara lain:
(1)       Endorphin yang membuat hati senang, bersemangat, ceria, dan memiliki motivasi.
(2)       Encyphaiein yang membuat hati tenang, santai, relaks, nyaman, dan jauh lebih focus.
(3)       Beta-endorphin  yang membuat hati tidak mudah putus asa, cengeng, maupun malu dan lebih percaya diri.
Melatonin yang membuat mata lelah, ngantuk, sayup, malas, dan nyaman (Pratomo, 2012)

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

Gizi Untuk Usia Sekolah Dan Remaja