MOBILISASI
2.1
DEFINISI MOBILISASI
1)
Mobilitas atau
Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
(A. Aziz Alimul H.)
2)
Mobilisasi adalah suatu
kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (kosier, 1989).
3)
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan
penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995).
4)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
“Kesimpulan dari beberapa
pendapat diatas, Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas dan
teratur atau melakukan aktivitas untuk memenuhi kenutuhan hidup dan
meningkatkan kesehatan seseorang”.
2.2
TUJUAN
MOBILISASI
Beberapa tujuan
dari mobilisasi menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain :
1)
Mempertahankan fungsi tubuh
2)
Memperlancar peredaran darah sehingga
mempercepat penyembuhan luka
3)
Membantu pernafasan menjadi lebih baik
4)
Mempertahankan tonus otot
5)
Memperlancar eliminasi Alvi dan Urin
6)
Mengembalikan aktivitas tertentu
sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak
harian.
7)
Memberi kesempatan perawat dan pasien
untuk berinteraksi atau berkomunikasi
2.3
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI
Faktor-faktor
yang mempengaruhi mobilisasi menurut Barbara Kozier (1995), antara lain:
1)
Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung
dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan
diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya
dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.
Contoh : misalnya seorang ABRI akan berjalan
dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk .
2)
Proses Penyakit dan injury
Adanya penyakit tertentu yang diderita
seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya, misalnya; seorang yang patah tulang
akan kesulutan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru
menjalani operasi, karena adanya rasa sakit/nyeri yang menjadi alasan mereka
cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di
tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.
3)
Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas misalnya; pasien setelah operasi dilarang bergerak karena kepercayaan
kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi.
4)
Tingkat energi
Seseorang melakukan mobilisasi jelas
membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan orang dalam keadaan sehat.
5)
Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja.
2.4
JENIS
MOBILISASI
1)
Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.Mobilitas penuh ini
merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol
seluruh area tubuh seseorang.
2)
Mobilitas
sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dgn batasan jelas
& tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dpt dijumpai pd kasus cedera
atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi 2 jenis yaitu :
a.
Mobilitas
sebagian temporer
Merupakan kemampuan individu untuk bergerakdengan batasan yang
sifatnya.sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma revesibel pada
sistem muskuloskeletal. Contohnya : adanya dislokasi sendi dan tulang.
b.
Mobilitas
sebagian permanen
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut dapat disebabkan poleh rusaknya system sarah
yang reversibel.Contohnya : hemiplegi karena stroke, para plegi karena cidera
tulang belakang
2.5
KLASIFIKASI
MOBILISASI
1)
Klasifikasikan Mobilisasi dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
a.
Rentang gerak aktif : menjaga kelenturan otot pada sendi.
b.
Rentang gerak pasif : menjaga kelenturan otot dan persendian
c.
Rentang gerak fungsional : memperkuat otot dan sendi sambil
melakukan aktivitas.
2.6
GANGGUAN
MOBILISASI
Gangguan yang terjadi akibat
kerusakan dalam mobilisasi bermacam, hal demikian tergantung dari letak
gangguan yang terjadi atau dimiliki oleh penderita mobilisasi. Beberapa
gangguan akibat jika mobilisasi tidak ditangani dengan serius diantaranya:
1)
Sistem Metabolik
Gangguan yang terjadi akibat kerusakan mobilisasi dalam
sistem metabolik jika tidak ditangani dengan intens akan menimbulkan
ketidakseimbangan cairan tubuh, sehingga jika timbul dehidrasi dan edema dapat
meningkatkan laju kerusakan pada jaringan yang lain, yakni kerusakan kulit dan
jaringan lainnya pada klien imobilisasi. Penyembuhan terhadap luka yang lambat
juga dapat ditimbulkan akibat kerusakan dalam mobilitas sistem ini.
2)
Sistem Respiratori
Gangguan yang terjadi akibat kerusakan mobilisasi dalam
sistem respiratorik ini antara lain gerakan dinding dada yang asimetris, dispnu
Crakles, wheezing, dan peningkatan percepatan pernapasan dari batas normalnya.
Sehingga, tindakkan keperawatan terhadap klien imobilisasi dibutuhkan untuk
mengoptimalkan kembali sistem respiratori pada keadaan yang lebih baik lagi.
3)
Sistem Kardiovaskuler
Gangguan yang terjadi akibat kerusakan mobilisasi dalam
sistem kardiovaskuler ini antara lain hipotensi ortostatik, peningkatan nadi,
suara jantung III, nadi perifer melemah, edema perifer, dan sebagainya.
4)
Sistem Muskuloskeletal
Gangguan yang terjadi akibat kerusakan mobilisasi dalam
sistem muskuloskletal diantaranya eritema, peningkatan diameter betis atau
paha, penurunan rantang gerak, kontraktur sendi, intoleransi aktivitas, atrofi
otot, kontaktur sendi, dan sebagainya. Mengingat kebutuhan akan bergerak atau
mobilisasi sangat berpusat pada sistem ini, sehingga gangguan mobilisasi sistem
ini harus ditangani dengan intensif terhadap klien dengan imobilisasi ini.
5)
Sistem Integumen
Gangguan yang terjadi akibat kerusakan mobilisasi dalam
sistem kulit yaitu kerusakan integritas kulit. Sehingga akibat imobilisasi pada
sistem ini, kerusakan akan dapat semakin meluas pada kulit.
6)
Sistem Eliminasi
Gangguan yang terjadi akibat kerusakan mobilisasi dalam
sistem ini antara lain penurunan keluaran urin, urin pekat atau berawan,
penurunan frekuensi defekasi, distensi kandungan kemih dan perut, serta
penurunan bising usus.
7)
Peningkatan suhu tubuh
Karena adanya involusi uterus yang tidak baik, sehingga sisa
darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda
infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
8)
Perdarahan yang abnormal
Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik, sehingga
fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan,
karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
2.7
DEFINISI STROKE
Stroke adalah suatu kondisi
ketika pasokan darah yang menuju otak terganggu secara tiba-tiba. Hal ini dapat
menyebabkan reaksi biokimia yang merusak atau mematikan sel-sel saraf di
otak, Sehingga, jaringan yang dikendalikan oleh otak ikut terganggu.
Di Amerika Serikat, stroke adalah
penyebab kematian nomor tiga. Begitu pun di beberapa negara industri
di Eropa (Jauch, 2005). Bahkan, menurut Yastroki,dalam skala global,
penyakit stroke sekarang berada dalam peringkat kedua, di bawah penyakit
jantung ischemic sebagai penyebab kematian dan merupakan faktor utama penyebab
kecacatan serius.
2.8
LATIHAN MOBILISASI PADA PASIEN STROKE
Pemulihan motorik ialah kembalinya fungsi motorik yang
disebabkan oleh pemulihan sistem saraf pada daerah otak yang terkena. Pemulihan
motorik sangat bervariasi, banyak diantara mereka yang mengalami pemulihan
lengkap (recovery completely) namun tidak sedikit pula yang harus berlatih
keras guna memperoleh kembali kemampuan fungsionalnya atau bahkan banyak
diantaranya harus menjalani kehidupannya dengan beberapa disabilitas.
1)
Pemulihan motorik terjadi melalui dua
mekanisme utama yaitu :
a.
Resolusi dari faktor – faktor lokal
yang merusak dan ini biasanya merupakan pemulihan spontan yang umumnya
berlangsung antara 3 sampai dengan 6 bulan. Bahkan proses ini bisa hanya dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu, proses ini meliputi pengurangan oedem
lokal, perbaikan sirkulasi darah lokal dan penyerapan jaringan yang rusak
b.
Neuroplastisitas yang terjadi
pada stadium lanjut, penderita stroke mempunyai hubungan bermakna terhadap
reorganisasi yang disebut “Neural Plasticity” dalam proses perbaikan sistem
sarafnya. penyembuhan saraf penderita stroke harus ditangani secara menyeluruh
sejak fase awal hingga fase penyembuhan salah satu pendekatannya adalah
pendekatan fisik (physical therapy), seperti latihan mobilisasi. ( Purbo
kuntono, 1997)
2)
Perbaikan fungsi pada penderita stroke
dapat dilakukan melalui dua cara :
a.
Latihan gerak atau mobilisasi dini
untuk mempengaruhi fasilitas dan mendidik kembali fungsi otot terhadap sisi
anggota yang lesi
b.
Latihan untuk mempengaruhi gerak
kompensasi sebagai pengganti daerah yang lesi.
3)
Pada fase penyembuhan ini latihan
sangat berpengaruh dalam derajat maupun kecepatan perbaikan fungsi. Mobilisasi
pasien stroke dapat dilakukan dengan :
a.
latihan pasif yaitu anggota gerak klien
digerakkan oleh orang lain untuk merangsang aliran darah dan merangsang
kontraksi otot
b.
latihan aktif yaitu klien mencoba
menggerakkan tubuhnya sendiri
c.
Latihan sedini mungkin yang dilakukan
serta berulang-ulang akan menjadi gerak yang terkontrol atau terkendali.
2.9
LATIHAN ROM PASIF DAN AKTIF
1)
Fleksi dan Ekstensi
Pergelangan Tangan, Siku, Jari-jari, Pergelangan Kaki, Lutut
2)
Abduksi dan Adduksi
Bahu, Jari-jari,
3)
Pronasi dan Supinasi
Lengan Bawah
4)
Rotasi
Rotasi Kepala Rotasi
Lengan Tangan
5)
Infersi dan Efersi
Comments