STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN CAIRAN INFUS INTRA VENA ( SOP CAIRAN INFUS PER IV )
(INTRAVENOUS
FLUIDS)
CATATAN1
Jika memungkinkan, jalur enteral
digunakan untuk cairan. Panduan ini hanya digunakan pada anak yang tidak dapat
menerima cairan melalui mulut.
Panduan ini berlaku untuk anak di
atas usia neonatus (satu bulan).
Penggunaan terapi cairan intravena
(intravenous fluid therapy) membutuhkan peresepan yang tepat dan pengawasan
(monitoring) ketat.
Infus cairan intravena (intravenous
fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui
sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat
memerlukan pemberian cairan infus adalah:
- Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh
dan komponen darah)
- Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh
dan komponen darah)
- Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul)
dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
- “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh
pada dehidrasi)
- Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
- Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
- Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung
(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Indikasi
pemberian obat melalui jalur intravena
Indikasi pemberian obat melalui
jalur intravena antara lain:
- Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat
melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya
pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga
memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun
sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya
diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika
jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa
melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi
bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan
dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya
perawatan.
- Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral
(efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas.
Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik).
Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya
“polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur
gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus
dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
- Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang
tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada
keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain
seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah
kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
- Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi
(tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain
dipertimbangkan.
- Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai,
sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh
balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai.
Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa,
pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa
banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu
mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Indikasi
Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous
Cannulation)
- Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
- Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam
darah) dalam jumlah terbatas.
- Pemberian kantong darah dan produk darah.
- Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
- Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur
(misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur
infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan
pemberian obat)
- Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil,
misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa),
sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat
dipasang jalur infus.
Kontraindikasi
dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena
- Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi
pemasangan infus.
- Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena
lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt)
pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
- Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh
vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai
dan kaki).
Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
- Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh
akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang
pada pembuluh darah.
- Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam
jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus
melewati pembuluh darah.
- Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh
vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan
benar.
- Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi
darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam
pembuluh darah.
Komplikasi
yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
- Rasa perih/sakit
- Reaksi alergi
Jenis Cairan
Infus
- Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah
dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),
sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan
“ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan
kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak)
pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
- Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga
terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya
adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
- Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi
dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan
dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk
darah (darah), dan albumin.
Pembagian
cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
- Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam
mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah
dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan
segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
- Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar
sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam
pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari
luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Pemberian
Cairan Infus pada Anak
Berapa
Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat?
Anak sehat dengan asupan cairan
normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan yang masuk melalui mulut,
membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”.
Cairan maintenance adalah volume
(jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss” (kehilangan
cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air
dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah
ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit,
dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma
darah.
Kebutuhan cairan maintenance anak
berkurang secara proporsional seiring meningkatnya usia (dan berat badan).
Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan cairan maintenance anak sehat
berdasarkan berat bdan dalam kilogram (kg).
Cairan yang digunakan untuk infus
maintenance anak sehat dengan asupan cairan normal adalah:
NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter
NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter
Penyalahgunaan cairan infus yang
banyak terjadi adalah dalam penanganan diare (gastroenteritis) akut pada anak.
Pemberian cairan infus banyak disalahgunakan
(overused) di Unit Gawat Darurat (UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis
rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan mengurangi lama perawatan di
RS.5
Gastroenteritis akut disebabkan oleh
infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal), terutama oleh virus, ditandai
adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri perut. Prinsip
utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk
mencegah dan menangani dehidrasi.6
Penyakit ini umumnya sembuh dengan
sendirinya (self-limiting), namun jika tidak ditangani dapat menyebabkan
kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam nyawa. Dehidrasi yang
diakibatkan sering membuat anak dirawat di RS.6
Terapi cairan yang diberikan harus
mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi (mengembalikan cairan tubuh),
mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan “maintenance”.3 Terapi
cairan ini berdasarkan penilaian derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian
Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan)3
Tanpa
Dehidrasi:
- Diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum
dan menyusui diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus).
Dehidrasi
Ringan (< 5%)
- Kotoran cair (watery diarrhea)
- Produksi urin (air seni) berkurang
- Senantiasa merasa haus
- Permukaan lapisan lendir (bibir, lidah) agak kering
Dehidrasi
Sedang (5-10%)
- Turgor (kekenyalan) kulit berkurang
- Mata cekung
- Permukaan lapisan lendir sangat kering
- Ubun-ubun depan mencekung
Dehidrasi
Berat (>10%)
Tanda-tanda dehidrasi sedang
ditambah:
- Denyut nadi cepat dan isinya kurang (hipotensi/tekanan
darah menurun)
- Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin
- Oligo-anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak
ada), sampai koma
Penggantian
Cairan pada Anak dengan Gastroenteritis
Derajat dehidrasi (persentase Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Cairan intravena/infus
kehilangan berat badan/BB)
Ringan (< 5%) 50 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam Tidak direkomendasikan
Sedang (5 – 10%) 100 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam Tidak direkomendasikan
Berat ( > 10%) 100 – 150 ml/kg BB dalam 20 ml /kg, Bolus dalam
3 – 4 jam (jika masih mampu satu jam (NaCl atau RL)
minum CRO)
Kehilangan BB berlanjut 10 ml/kg setiap habis BAB 10 ml/kg setiap habis BAB
atau muntah atau muntah
kehilangan berat badan/BB)
Ringan (< 5%) 50 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam Tidak direkomendasikan
Sedang (5 – 10%) 100 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam Tidak direkomendasikan
Berat ( > 10%) 100 – 150 ml/kg BB dalam 20 ml /kg, Bolus dalam
3 – 4 jam (jika masih mampu satu jam (NaCl atau RL)
minum CRO)
Kehilangan BB berlanjut 10 ml/kg setiap habis BAB 10 ml/kg setiap habis BAB
atau muntah atau muntah
American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan pemberian CRO dalam penatalaksanaan diare (gastroenteritis)
pada anak dengan dehidrasi derajat ringan-sedang. Penggunaan cairan infus hanya
dibatasi pada anak dengan dehidrasi berat, syok, dan ketidakmampuan minum lewat
mulut.5
Terapi rehidrasi (pemberian cairan)
oral (oral rehydration therapy) seperti oralit dan Pedialyte® terbukti sama
efektifnya dengan cairan infus pada diare (gastroenteritis) dengan dehidrasi
sedang.4 Keuntungan tambahan lain adalah waktu yang dibutuhkan untuk memberikan
terapi CRO ini lebih cepat dibandingkan dengan harus memasang infus terlebih
dahulu di Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Bahkan dalam analisis penatalaksanaan,
pasien yang diterapi dengan CRO sedikit yang masuk perawatan RS. Hasil
penelitian ini meyarankan cairan rehidrasi oral menjadi terapi pertama pada
anak diare di bawah 3 tahun dengan dehidrasi sedang.4
Pada anak
dengan muntah dan diare akut, apakah pemberian cairan melalui infus
(intravenous fluids) mempercepat pemulihan dibandingkan dengan cairan rehidrasi
oral (oral rehydration therapy/solution/CRO/oralit)?
Ternyata pemberian cairan infus
tidak mempersingkat lamanya penyakit, dan bahkan mampu menimbulkan efek samping
dibandingkan pemberian oralit.5
Sebuah penelitian meta analisis
internasional yang membandingkan CRO (oralit) dengan cairan intravena/infus
pada anak dengan derajat dehidrasi ringan sampai berat menunjukkan bahwa CRO
mengurangi lamanya perawatan di RS sampai 29 jam.5 Sebuah studi lain juga
menyimpulkan CRO menangani dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan asidosis
(keasaman darah meningkat) lebih cepat dan aman dibandingkan cairan infus.5
Penelitian lain menunjukkan keuntungan lain oralit pada diare dengan dehidrasi
ringan-sedang adalah mengurangi lamanya diare, meningkatkan (mengembalikan)
berat badan anak, dan efek samping lebih minimal dibandingkan cairan infus.6
Pengawasan
(Monitoring)
- Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya
diukur berat badannya, 6 –8 jam setelah pemberian cairan, dan kemudian
sekali sehari.
- Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya
diukur kadar elektrolit dan glukosa serum sebelum pemasangan infus, dan 24
jam setelahnya.
- Bagi anak yang tampak sakit, periksa kadar elektrolit
dan glukosa 4 – 6 jam setelah pemasangan, dan sekali sehari sesudahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
- Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal
Children’s Hospital Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm
- C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy.
Postgrad. Med. J. 2004; 80; 1-6.
- Nutrition Committee, Canadian Paediatric Society. Oral
Rehydration Therapy and Early Refeeding in the Management of Childhood
Gastroenteritis. The Canadian Journal of Paediatrics 1994; 1(5): 160-164.
- Spandorfer PR, Alessandrini EA, Joffe MD, Localio R,
Shaw KN. Oral Versus Intravenous Rehydration of Moderately Dehydrated
Children: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics Vol. 115 No. 2
February 2005. American Academy of Pediatrics.
- Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children
with Gastroenteritis. Clinical Inquiries, American Family Physician,
January 1 2005. American Academy of Family Physicians.
- D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin
Evid 2004; 12: 1-3. BMJ Publishing Group Ltd 2004.
- Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children:
Principles of Diagnosis and Treatment. American Family Physician Nov 15
1998. American Academy of Family Physicians.
- Revision of Intravenous Infusion
- Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern
University PA Program.
Comments