MIGRAIN
MIGRAIN
Disfungsi
autonomik pembuluh darah dikulit kepala mengakibatkan tumbuhnya nyeri kepala
yang dikenal sebagai migren. Sebenarnya mekanisme migren belum semuanya jelas.
Tetapi banyak faktor – faktor yang menungkapkan bahwa prodram dini dari
migraine pasti terkait pada vaso konstriksi arteri intra kranial.
Gejala yang
khas pada tahap dini ialah timbulnya skotoma dan wajah yang pucat. Prodrom itu
disusul dengan timbulnya nyeri kepala sesisi dan wajah menjadi merah. Tidak
lama kemudian timbul muntah – muntah, edema selaput lendir hidung, jari – jari
tangan dan kaki.
Gejala tersebut dianggap sebagai
manifestasi tahap vasodolatasi arteri ekstra kranial.
Apa yang
menyebabkan disfungsi pembuluh darah masih belum diketahui, tetapi mungkin
sekali suatu gangguan bawaan, karena faktor familial dan hereditas jelas ada
pada migraine. ( Prof Dr. Mahar Mardjono, Neurologi klinis )
Diantara
sekian banyak jenis nyeri kepala, migraine merupakan jenis yang paling banyak
diteliti dan dibicarakan, disamping penyebab yang masih misteri, maka
insidennya yang cukup banyak mendorong para ahli untuk menelitinya.
Aretaeusi ( 80
AD ) merupakan salah seorang peneliti nyeri kepala pada zamannya dan dialah
yang pertama menguraikan gejala nyeri
kepala yang mempunyai profile khas. Ia memperkenalkan jenis ini dengan
nama “ HETEROCRANIA “ yang berarti nyeri
kepala.
Oleh Galen 50
tahun kemudian diubah menjadi “
HEMICRANIA “ dan kemudian para ahli dari prancis mengubahnya lagi kedalam
bahasa mereka sebagai “ MEGRIM “ untuk
jelasnya kata – katanya menjadi “
MIGRAINE “ ( Dr. Sidiarto. K )
A. ANXIETAS / CEMAS
Pengertian
Cemas atau anxietas merupakan suatu perasaan khawatir yang samar –
samar sumbernya, seringkali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu tersebut.
Anxietas adalah perasaan / respon emosional terhadap penilaian,
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya ( Stuart dan Sundeen, 1988 ). Keadaan
emosi dialami secara objektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
Anxietas adalah respon emosional terhadap penilaian dalam kehidupan sehari –
hari. Anxietas menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram
disertai berbagai kekuhan fisik.
FAKTOR PREDISPOSISI
1.
TEORI PSIKO ANALITIK
Menurut Freud, Struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “
ID, EGO, & SUPER EGO “. Ego
melambangkan dorongan insting dan impuls primiti, Super Ego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma – norma budaya seseorang.
Sedangkan Ego diagambarkan sebagai
mediator antara tuntutan dari ID & Super Ego.
2.
TEORI INTERPERSONAL
Anxietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal
ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan,
perpisahan individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah
mengalami anxietas yang berat.
3.
TEORI PERILAKU
Ansietas merupakan hasil frusatasi dari segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Teori ini
meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut
yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan
pada masa dewasanya.
¨
Ansietas Ringan
Ansietas
ringan Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari –hari.
Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati – hati dan
waspada.
Respon
Fisiologis
-
Sesekali nafas pendek
-
Nada dan tekanan darah naik
-
Gejala ringan pada lambung
-
Muka berkerut dan bibir
bergetar
Respon
Kognitif
-
Mampu menerima rangsang yang
kompleks
-
Konsentrasi pada masalah
-
Menyelesaikan masalah secara
efektif
Respon
Perilaku dan Emosi
-
Tidak dapat duduk tenang
-
Tremor halus pada tangan
-
Suara kadang – kadang meninggi
¨
Ansietas sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun,
individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal
lain.
Respon fisiologik
-
Sering nafas pendek
-
Nadi dan tekanan darah naik
-
Mulut kering
-
Anorexia
-
Diare / konstipasi
-
Gelisah
Respon kognitif
-
Lapang persepsi menyempit
-
Rangsang luar tidak mampu
diterima
-
Berfokus pada apa yang menjadi
perhatiannya
Respon perilaku dan emosi
-
Gerakan tersentak – sentak /
meremas tangan
-
Bicara banyak dan lebih cepat
-
Susah tidur
-
Perasaan tidak aman
¨
Ansietas Berat
Pada ansietas berat lahan persepsi menjadi sangat sempit kemudian
tidak mampu berfikir.
STRESSOR PENCETUS
Stressor pencetus mungkin berasal dari
sumber internal atau eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua
kategori :
1.
Ancaman terhadap integritas
seseorang meliputi ketidak mampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya
kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari – hari
2.
Ancaman terhadap sistem diri
seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang
terintegrasi seseorang.
( Stuart dan Sundeen)
GAMBARAN KLINIS
Sensori kecemasan sering dialami
oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang
difus, tidak menyenangkan dan samar – samar, seringkali disertai oleh gejala
otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada dan
gangguan lambung ringan.
Seseorang yang
cemas mungkin juga merasa gelisah, seperti yang dinyatakan oleh ketidak mampuan
untuk duduk dan berdiri lama.
Kumpulan gejala
tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke
orang.
( Kaplan dan
Sadock, ed 7 )
¨
MIGRAINE
Migraine adalah nyeri
kepala rekuren, idiopatik, yang bermanifestasi sebagai serangan – serangan yang
berlangsung antara 4 – 72 jam. Ciri – ciri nyeri kepala yang khas besifat
unilateral, berdenyut – denyut, dengan intensitas nyeri dari sedang hingga
berat dan diperburuk oleh aktifitas fisik rutin dengan fotofobia atau
fonofobia.
ETHIOLOGI
Lokasi nyeri kebanyakan
sesisi, tetapi dapat pula seluruh kepala, dan yang paling sering didaerah
pelipis, temporal, dapat pula di frontal dan oksipital.
Dapat pula nyeri dimulai dari temporal atau oksipital kemudian
menjalar ke daerah lain atau seluruh kepala.
(
Dr. Sidiarto. M, Nyeri Kepala menahun )
PATHOGENESIS
Biarpun migraine sudah
dikenal sejak lama, tidak banyak yang diketahui tentang pathogenesisnya.
Kemajuan teknologi telah berubah banyak, sehingga salam abad
terakhir ini banyak diketahui hal – hal yang terjadi disekitar dan selama
serangan migraine.
KLASIFIKASI MIGRAINE
Klasifikasi migraine yang digunakan sekarang adalah klasifikasi yang
dikeluarkan oleh “ International Headache Society “ ( HIS 1988 ), yaitu :
1.
Migraine
a.
Migraine tanpa aura ( migraine
without aura )
Sebelum disebut mgraine umum atau hemi krania simplek
Deskripsinya adalah nyeri kepala idioplastik berulang dengan lama
serangan 4 jam sampai 72 jam. Karakteristik yang khas berupa lokasi unilateral,
kualitas berdenyut.
b.
Migraine dengan aura ( migraine
with aura )
Sebelum disebut dengan migraine klasik, migraine oftalmik, migraine
hemiplegi, migraine afasia, migraine komplikata.
Deskripsinya adalah kelainan idioplastik yang berulang, lokasi di
cortek cerebra atau batang otak, timbul secara bertahap dalam waktu 5 – 20
menit.
c.
Migraine oftalmoplegi (
oftalmoplegie migraine )
Adalah serangan nyeri kepala berulang disertai paresis satu atau
lebih dari syaraf kranials untuk mata, tanpa adanya lwsi intra kranial.
d.
Migraine Retina.
Adalah serangan skotoma atau buta monokuler yang berulang yang
berlangsung kurang dari 1 jam dengan atau tanpa nyeri.
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN
DENGAN MIGRAINE
Sudah lebih dari 100 tahun hubungan
antara faktor psikologik dan nyeri kepala diteliti.
Faktor emosional
sering kali mencetuskan nyeri kepala terutama migraine. Tiga type dari nyeri
kepala yang palingsering dihubungkan dengan fakktor psikologik adalah migraine
lebih banyak dipelajari secara intensive dibandingkan daripada bentuk – bentuk
lainnya.
Biasanya penderita migraine
mempunyai kepribadian yang spesifik ( perfek, ambisius, kaku ) sebagai suatu
kelompok, pasien dengan migraine biasanya intelegen dan perfeksionis dan mereka
adalah orang yang berkemampuan menghadapi krisis sehari – hari. Namun dalam
adaptasi terhadap perubahan hidup seperti masa remaja, menstruasi, perpisahan
dari keluarga dan rumah, ganti pekerjaan, perkawinan , peran sebagai orang tua,
atau mendapat kedudukan tinggi, ternyata kemampuan untuk mengatasi masalah yang
biasanya baik, menjadi kurang baik dan oleh sebab iu serangan nyeri kepala lalu
timbul.
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Keterangan
1.
Cemas banyak dijumpai pada
penderita migraine
2.
Ada hubungan antara
derajat intensitas sakit dengan beratnya cemas akibat migraine
3.
Ada hubungan antara
lamanya sakit dangan beratnya cemas pada penderita migraine
MEKANISME KOPING
Ketika mengalami cemas, individu
menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan
ketidakmampuan mengatasi cemas secara
konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku paologis, pola yang
cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas ringan cenderung tetap
dominasi ketika cemas menghebat. Cemas tingkat ringan sering ditanggulangi
tanpa pemikiran yang serius.
Tingkat cemas sedang dan berat
menimbulkan dua jenis mekanisme koping :
1.
Reaksi yang beroreantasi pada
tugas yaitu upaya yang disadari dan beroreantasi pada tindakan untuk memenuhi
secara reakstik tuntutan situasi stress.
-
Perilaku menyerang digunakan
untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan
-
Perilaku menarik diri digunakan
baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber
stress
-
Perilaku kompromi digunakan
untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan , mengganti tujuan atau
mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2.
Mekanisme pertahanan ego
membantu mengatasi cemas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat tidak
sadar dan melibatkan penipuan diri dan disoreantasi realitas. Maka mekanisme
ini dapat merupakan respon mal adaptif terhadap stres.
SUMBER KOPING
Individu dapat mengatasi stres dan
cemas dengan menggerakkan sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik ,
kemampuan penyelesaian masalah , dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil
PENGKAJIAN
PERILAKU
Kecemasan dapat diekspresikan secara
langsung melalui perubahan fisiologi dan tingkah laku atau secara tidak
langsung melalui muculnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk
melawan kecemasan
Dampak kecemasan pada respon fisiologis
pada kecemasan ringan dan sedang adalah menyangkut kapasitas seseorang, pada
kecemasan berat dan panik akan
melemahkan atau meningkatkan kapasitas yang berlebihan, respon fisiologis yang
berhubungan dengan kecemasan diatur oleh otak melalui sistem saraf autonomic.
Dua jenis respon
autonomik adalah sebagai berikut:
1.
Respon parasimpatis yang
menghemat respon tubuh
2.
Respon simpatis yang
mengaktifkan respon tubuh.
MASALAH KEPERAWATAN
1.
Ansietas
2.
Koping individu tidak efektif
3.
Gangguan konsep diri
4.
Isolasi sosial
5.
Gangguan pola tidur
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KECEMASAN
I. Isolasi sosial : Menarik
diri Berhubungan dengan konsep diri harga diri
rendah
Tujuan
Umum
Klien dapat Berhubungan
dengan orang lain secara optimal
Tujuan
khusus
a.
Klien dapat membina hubungan
saling percaya
b.
Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dari aspek positif yang dimiliki
c.
Klien dapat menilai kemampuan
yang dapat digunakan
d.
Klien merencanakan dan
melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
e.
Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
Intervensi
A.1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi
Therapeutik
B.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Utamakan memberi pujian
yang realistik
C.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama
sakit
D.1. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat digunakan /
dilakukan
setiap hari sesuai
kemampuan
2. Beri kesempatan kepada
klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
3. Beri pujian atas
keberhasilan klien
E.1. Beri pendidikan kesehatan dan bantu keluarga memberikan
dukungan
pada klien
II. Gangguan konsep diri :
harga diri rendah Berhubungan dengan koping individu tidak efektif
Tujuan umum
Klien dapat memperlihatkan peningakatan harga diri yang dibuktikan
dengan mengekspresikan secara verbal aspek – apek positif dirinya. Presisi
dimasa lalu dan prospek dimasa yang akan datang.
Tujuan
khusus
a.
Klien dapat membina hubungan
saling percaya
b.
Klien dapat meyakini tentang
manfaat mekanisme koping yang adaptif
Intervensi
A.1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
therapeutik
B.1. Gali mekanisme koping yang digunakan klien dimasa lalu
2. Tunjukka akibat
maladaptif dari koping yang digunakan
C.1. Dorong klien untuk menggunakan respon koping yang adaptif
2. Tawarkan beberapa alternatif
koping yang dapat dilakukan
3. Bantu klien untuk memilih koping
adaptif
4. Bantu klien dalam
menggunakan koping yang adaptif
III.
Koping individu tidak efektif Berhubungan dengan Ansietas ( LAGERQUIS, 1992, hal 3 )
Tujuan umum
Klien dapat menggunakan
mekanisme koping yang adaptif secara optimal
Tujuan khusus
a.
Klien dapat membina hubungan
saling percaya
b.
Klien dapat mengidentifikasikan
penyebab ansietas
c.
Klien dapat menggunakan teknik
relaksasi untuk mengurangi ansietas
d.
Klien mendapat dukungan
keluarga dalam mengontrol cemas/ ansietas
e.
Klien dapat menggunakan obat
dengan benar.
Intervensi
A.
1. Jalin hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik
B.
1.
Gali penyebab ansietas
2.
Beri kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan
3.
Terima perasaan positif maupun
negatif termasuk perkembangan
ansietasnya
4.
Bersikap terbuka dan tenang
5.
Bantu klien untuk mengungkapkan
penyebab ansietasnya
6.
Klien dapat menggunakan
mekanisme koping yang adaptif
7.
Gali caara klien mengurangi
ansietas dimasa lalu
8.
Tunjukkan akibat maladaptif dan
destruktif dari respon koping yang digunakan
9.
Dorong klien untuk menggunakan
respon komunikasi adaptif yang dimilikinya
10.
Bantu klien untuk menyusun
kembali tujuan hidup, memodifikasi tujuan menggunakan sumber dan mencoba hal
baru
11.
Latih klien dengan menghadapi
ansietas ringan
12.
Beri aktifitas fisik untuk
menyalurkan energi
13.
Libatkan keluarga untuk
membantu klien menggunakan koping adaptif baru
C.
1.
Ajarkan klien teknik relaksasi
untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri
2.
Dorong klien untuk menggunakan
teknik relaksasi dalam menurunkan
tingkat ansietas.
A.
1.
Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dan
sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini
2.
Jelaskan cara – cara merawat klien
3.
Bantu keluarga untuk mempraktikkan
merawat klien
B.
1.
Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa seizin dokter
2.
Jelaskan prinsip benar minum obat
3.
anjurakan klien minta obat dan
minum obat secara teratur
4.
beri pujian jika klien minum obat
dengan benar
5.
anjurkan klien melaporkan pada
perawat / dokter / orang terdekat jika
merasa afek yang tidak menyenangkan.
IV. Gangguan pola tidur
Berhubungan dengan ansietas ( Town Send 1995 – 228 )
Tujuan
umum
Klien mampu tidur 6 – 8 jam tanpa
terputus tanpa bantuan obat
Tujuan khusus
a.
klien dapat mengidentifikasikan
penyebab ansietas
b.
klien mampu untuk jatuh tidur
dalam waktu 30 menit
Intervensi
A.
1.
Gali penyebab ansietas
2.
beri kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaannya
3.
bantu klien untuk mengungkapkan
penyebab ansietasnya
B.
1.
pantau pola tidur klien
2.
kaji tingkat aktifitas klien
3.
kaji gangguan pola tidur yang
langsung Berhubungan dengan rasa takut
dan ansietas tertentu
4.
berikan lingkungan yang tenang
dengan tingkat stimulus yang rendah
5.
sebelum tidur berikan tindakan
keperawatan yang mendukung tidur seperti
minum hangat dan latihan relaksasi
6.
cegah minuman yang mengandung kafein seperti
the, kopi dan cola
7.
berikan obat – obatan penenang sesuai yang
diprogramkan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Alloy. Lauren, 1999, Abnormal
Psycology the mc grow hill Companies New York
2.
Bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung, Makalah Simposium Regional Managemen
Stress dalam meningkatkan kwalitas hidup
3.
Stuart and Sunden, 1998, Keperawatan Jiwa Jakarta , EGC
4.
Stuart and Sunden, 2001,
Principle and practice of Psichiatric
Nursing Masby Year Book : St louise
5.
Ana Budi Kelliat, 1984, Asuhan
keperawatan gangguan kognitif, EGC, Jakarata
Comments