INTELEGENSI

2.1 Pengertian Intelegensi      
                 Intelegensi berasal dari kata “intelegere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan (to organize). Pengertian intelegensi menurut para ahli :
a.       Menurut Louis Stern (1953), yaitu daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya jadi lebih menitikberatkan pada segi adjustmen/penyusunan.
b.      Menurut David Wechler (1958), yaitu intelegensi merupakan himpunan kapasitas untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan berhubungan dengan lingkungannya secara efektif.
            Seseorang dapat dianggap intelegensi apabila responnya merupakan respon baik terhadap stimulus yang diterimanya. Untuk memberikan respon yang tepat, seseoramg harus memiliki lebih banyak hubungan stimulus dan respon. Hal tersebut dapat diperoleh dari hasil pengalaman serta hasil respon yang telah lalu.
Faktor-faktor dalam intelegensi menurut Spearman:
  1. Faktor G (Faktor General)
  2. Faktor S (Spesial Faktor)
            Menurut Spearman, General Ability/General Faktor terdapat pada semua orang tetapi berbeda satu sama lain. Faktor G selalu didapatkan dalam semua ’performance’. Sedangkan factor S adalah faktor yang bersifat khusus, yaitu mengenai bidang tertentu. Dengan demikian jumlah faktor S itu banyak, missal S1, S2, S3, dst. Sedangkan faktor G itu hanya satu. Jadi kalau pada seseorang faktor S dalam bidang tertentu dominan, maka orang itu akan menonjol dalam bidang tersebut.
Menurut Spearman, tiap-tiap performance adanya faktor G dan faktor S.
P = G + S
Karakteristik umum intelegensi :
a.       Kemampuan untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman.
b.      Kemampuan untuk berfikir dan menalar secara abstrak.
c.       Kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang ditimbulkan dari perubahan dan ketidakpastian lingkungan.
d.      Kemampuan untuk memotivasi diri guna menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang perlu diselesaikan.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Intelegensi
a. Keturunan
Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua atau dengan kakek nenek menunjukan adanya pengaruh factor keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.
b. Latar Belakang Sosial Ekonomi
Pendapatan utama keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor social ekonomi lainnya, yang berkolerasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia 3 tahun sampai remaja.



c.    Lingkungan Hidup
Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan intelektual yang kurang baik pula, misalnya: lingkungan panti-panti asuhan, terutama jika anak ditempatkan disana sejak awal-awal kehidupannya.
d.      Kondisi fisik
Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lamban dan menyebabkan tingkat kemampuan mental yan rendah.
e.       Iklim Emosi
Iklim emosi dimana individu dibesarkan, akan mempengaruhi perkembangan individu yang bersangkutan.
f.         Kematangan/perkembangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.  Tiap organ (fisik dan psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
IQ = Intelegence Quotient
IQ menggambarkan intelegensi rasio antar usia mental (MA) dan usia kronologi (CA) sehingga menghasilkan rumus:
IQ = MA  x  100
        CA
Jika :
MA = CA maka IQ rata-rata.
MA > CA maka IQ nya diatas 100 = cerdas.
MA < CA maka IQ nya kurang dari 100 = kurang cerdas.

2.3 Retardasi Mental (RM)
              Definisi RM menurut WHO adalah : suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti/tidak lengkap yang terutama ditandai dengan adanya hambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau fisik lainnya.
              Definisi RM menurut DSM IV : RM merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual yang berfungsi secara bermakna dibwah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum usia 18 tahun disertai deficit atau hambatan fungsi adaptif (fungsi adaptif ialah kemampuan individu tersebut secara efektif menghadapi kebutuhan untuk mandiri yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya).
              Retardasi mental dalam perkembangan intelegensi dikenal dengan beberapa sebutan, misalnya lemah mental, amentia (untuk membedakannya dari dementia, suatu kondisi psikotik), olighoprenia. Sebutan yang bermacam-macam itu dibedakan berdasarkan tingkat kapasitas intelektual yang diperoleh atau factor-faktor penyebab. Psikologi menekankan pentingnya usia mental dan IQ seperti yang ditentukan oleh tes intelegensi individual. Sosiologi memberikan penekanan pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan social dan ekonomis masyarakat.
             


              DSM-III R mengemukakan tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis seorang individu yang menderita retardasi mental:
1.      Individu harus memiliki “fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada dibawah rata-rata”. Secara teknis, fungsi intelektual dari individu tersebut berada pada IQ 70 atau lebih rendah dari 70.
2.      Individu tersebut harus mengalami kekurangan atau kerusakan dalam tingkah laku adaptif yang disebabkan oleh atau ada hubungannya dengan intelegensi yang rendah. Kerusakan dalam tingkah laku adaptif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menerima tanggung jawab social dan mengurus diri sendiri (misalnya mengenal atau mengatakan tentang waktu, menangani uang, berbelanja atau bepergian sendiri).
3.      Gangguan itu harus terjadi sebelum usia 18 tahun dan bila sesudah usia tersebut fungsi mental individu tersebut menurun, maka ia didiagnosis sebagai orang yang menderita dementia dan bukan retardasi mental.
             Batas anatara normalitas dan retardasi tidak selalu jelas atau konsisten karena sulit sekali mengukur IQ secara tepat. Selain itu, apa yang dituntut dari seseorang yang berkenaan dengan adaptabilitas sangat berbeda-beda dari satu situasi kesituasi lainnya. Misalnya, tuntutan adaptasi untuk suatu pekerjaan di kota mungkin jauh lebih tinggi daripada di daerah pertanian. Seorang individu bergerak maju mundur pada garis normalitas dan retardasi, tergantung pada keadaan-keadaaan pada waktu dites dan juga tuntutan-tuntutan situasi kehidupan.



2.4 Tingkatan Retardasi Mental
                    Dalam diagnosis retardasi mental biasanya ditetapkan tingkatan cacat sesuai dengan tingkatan IQ dan taraf kemanpuan penyesuaian diri sosial.          
1.            Moron
Anak-anak moron dengan IQ 51-69 dan usia mental berkisar dari 6 atau 7 sampai 11 menunjukan sedikit kelainan fisik. Penderita moron tidak memiliki kemampuan mengontrol diri., mengadakan koordinasi, dan adaptasi yang wajar. Mereka dapat diajar dalam beberapa keterampilan tangan dan mengurus diri sendiri. Tetapi, mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang normal terutama dalam mendapatkan mata pencaharian. Orang-orang moron memerlukan perlindungan khusus dalam masyarakat karena mereka kurang memilki kemampuan nalar dan kemampuan berfikir untuk mengatur dan mengurus masalah mereka sendiri. Menurut pembagian secara klinis, moron dibagi atas 2 tipe, yakni tipe stabil dan tipe tidak stabil.
           Dalam tipe stabil, orang moron mempunyai minat dan perhatian terhadap lingkungannya dan rajin. Mentalnya seimbang dan ada kemajuan prestasi di Sekolah Dasar. Mereka pada umumnya bertingkah laku baik dan tidak menimbulkan banyak kesulitan. Mereka dapat dilatih untuk melakukan beberapa tugas tertentu (tukang cuci pirirng, pembantu rumah tangga, tukang kebun, dan sebagainya).
           Dalam tipe tidak stabil, orang moron pada umunya sangat rebut, kurang mampu mengontrol diri sendiri, selalu merasa gelisah dan selalu bergerak. Ia tidak henti-hentinya berbicara dan melakukan kebiasaan-kebiasan tertentu, misalnya menggerak-gerakkan tangan, kepala, atau badannya tanpa ada koordinasi. Sangat emosional dan penuh ketakitan, khususnya pada malam hari sehingga sering menjerit-jerit, sering kemarahannya meledak-ledak, dan mudah menangis. Suka merasa iri dan keras  kepala, tetapi kadang ada juga yang sangat pendiam, suka menggerutu. Mereka sering dihinggapi fantasi yang bukan-bukan dan aneh-aneh, selalu dibayangi oleh kesedihan-kesedihan, selalu mengeluh dan selalu merasa tidak puas.
2.            Imbisil
Kelompok yang tergolong dalam imbisil termasuk dalam rentang IQ 25-50 dan rentang usia mental 3-6 atau 7 tahun. Anak imbisil dapat belajar berbicara, dan dengan demikian ia dapat menyampaikan kebutuhan-kebutuhan dasarnya tetapi biasanya tidak bisa belajar membaca dan menulis. Ia mampu melindungi diriny sendiri terhadap bahaya yang biasa dan dengan banyak petunjuk dan kesabaran ia dapat belajar melakukan pekerjaan yang sederhana dan konkret, misalnya makan dan minum sendiri, berpakaian, mencuci dan mengelap piring.
           Gerakan-gerakannya tidak stabil dan lamban, ekspresi mukanya kosong dan tampak seperti orang tolol. Kurang mempunyai daya tahan terhadap penyakit, dan 40% dari kelompok ini menderita epilepsy. Ukuran tinggi dan berat badan kurang dan perkembangan jasmani dan rohaninya sangat lambat. Pertumbuhan mental jarang sekali melewati usia kronologis 12 tahun. Ia tidak bisa belajar di sekolah konvensional. Ia dengan sendirinya sangat tergantung pada orang tua atau keluarga karena tidak mampu mencari mata pencaharian sendiri.
3.            Idiot
Kelompok yang tergolong dalam idiot termasuk dalam rentang IQ dibawah 25 dan berusia mental 0 sampai 3 tahun. Pertumbuhan mentalnya biasanya tidak melampaui usia kronologis 8 atau 9 tahun. Oleh karena cacat jasmani dan rohaninya begitu berat, maka ia pada umumnya tidak mampu menjaga dirinya sendiri terhadap bahaya-bahaya yang dating dari luar. Karena tingkat intelegensinya sangat kecil, maka ia harus dijaga meskipun sudah dewasa seolah-olah masih anak kecil. Ia sama sekali tidak bisa belajar membaca dan menulis, serta ia berbicara seperti bayi. Tetapi ia dapat melakukan latihan dan pengondisian kebiasaan pada tingkat dasar tertentu. Intelegensi sosialnya secara khas lebih tinggi daripada intelegensi abstraknya. Ia membutuhkan pengawasan dalam segala bidang kehidupan tetapi mungkin dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang direncanakan.
4.      Pikiran Lemah (feeble minded)
Mereka yang IQ-nya dibawah 70 disebut defek mental, akan tetapi tidak seberat imbisil, namun membutuhkan perawatan, supervisi dan kelola untuk melindungi dirinya dan orang lain. Jika mereka masih anak-anak mereka tidak akan memperoleh manfaat semestinya bila belajar di sekolah biasa.



2.5 Tipe Klinis Retardasi Mental (RM)
            Ciri-ciri fisik orang yang Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
           Para ahli klinis menggunakan empat kategori retardasi mental berdasarkan pada nilai tes intelegensinya, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat disadur dari DSM-III, 32-33.

Tingkat Kehebatan
Perkiraan Rentang IQ
Presentase RM
Retardasi Mental ringan
50-70
Kira-kira 85
Retardasi Mental sedang
35-49
10
Retardasi Mental berat
20-34
3-4
Retardasi Mental sangat berat
Dibawah 20
1-2


1.            Retardasi Mental Ringan
Pada usia pra sekolah (0-5 tahun) mereka dapat mengembangkan kecakapan sosial dan komunikasi, mempunyai sedikit hambatan dalam bidang sensorimotor dan sering tidak dapat dibedakan dari anak yang tidak retardasi mental, sampai usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja mereka dapat memperoleh kecakapan akademik sampai taraf kelas 6 SD, dan pada masa dewasa biasanya dapat menguasai kecakapan sosial dan keterampilan yang cukup untuk sekedar berdikari, namun masih membutuhkan supervise dan bimbingan.
2.      Retardasi Mental Sedang
   Mereka mempunyai kecakapan berkomunikasi selama masih anak dini (awal sekolah). Mereka memperoleh dari latihan keterampilan dan dengan pengawasan ia dapat mengurus dirinya sendiri pada masa remaja mempunyai kesulitan bergaul karena kurang mengenal norma-norma pergaulan dan pada masa dewasa mereka dapat melakukan pekerjaan kasar.
3.            Retardasi Mental Berat
Pada masa anak kurang mampu mengetahui berkomunikasi. Suatu usia sekolah menerima dapat belajar bicara dan dapat dilatih kecakapan dalam mengurus diri yang sederhana. Sedangkan pada masa dewasa mereka dapat melakukan pekerjaan sederhana dan harus diawasi secara ketat.


4.      Retardasi Mental Sangat Berat
   Pada orang yang mengalami RM sangat berat diagnose mengalami kelainan neurologis yang mengakibatkan retardasi mentalnya tersebut. Pada masa anak-anak mereka menunjukan gangguan yang berat dalam bidang sensorik motorik. Untuk perkembangan motorik dan kemampuan mengurus diri serta kemampuan berkomunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan.
                     Tingkat- tingkat Retardasi Mental dan tingkah laku adaptif untuk rentang kehidupan dalam pandangan klinis.
Tingkat
Usia Prasekolah 0-5
Usia Sekolah 6-21
Dewasa 21+
Ringan
Anak-anak prasekolah ini dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan social dan komunikasi dengan retardasi mental ringan pada bidang sensorik-motorik. Sampai usia selanjutnya anak-anak ini jarang bisa dibedakan dari anak-anak normal.
Anak-anak muda yang berusia sekolah ini dapat mempelajari keterampilan-keterampilan akademis sampai kira-kira kelas VI SD pada usia mereka yang sudah belasan tahun. Secara khas mereka tidak dapat mempelajari bahan-bahan pelajaran Sekolah Menengah Umum dan membutuhkan pendidikan khusus, terutama pada tingkat usia Sekolah Menengah.
Orang-orang dewasa ini mampu melakukan keterampilan social dan vokasional bila diberi pendidikan dan latihan yang tepat. Mereka kadang-kadang membutuhkan pengawasan dan bimbingan bila mereka mengalami tekanan social dan ekonomis yang berat.
Sedang
Anak-anak prasekolah ini dapat berbicara dna belajar berkomunikasi tetapi kurang memperlihatkan kesadaran social dan hanya memperhatikan perkembangan motor yang cukup (sedang). Mereka dapat ditangani dengan pengawasan sederhana.
Anak-anak muda ini dapat mempelajari keterampilan-keterampilan akademis fungsional sampai kira-kira kelas IV SD pada usia mereka pada akhir belasan tahun, pendidikan khusus dibutuhkan.
Orang-orang dewasa ini mampu membiayai hidupnya sendiri dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan atau pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan semiketerampilan, tetapi mereka membutuhkan pengawasan dan bimbingan bila mereka mengalami kesulitan social dan ekonomis yang ringan
Berat
Anak-anak prasekolah ini kurang memperlihatkan perkembangan motor, dan hanya berbicara sedikit. Pada umumnya, mereka tidak mampu memperoleh keuntungan dari latihan dalam membantu dirinya sendiri, dan mereka memperlihatkan sedikit keterampilan-keterampilan berkomunikasi atau tidak memperlihatkannya sekalipun.
Anak-anak muda usia sekolah ini dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dan dapat dilatih dalam kebiasaan-kebiasaan kesehatan yang mendasar. Mereka tidak dapat mempelajari keterampilan-keterampilan fungsional, tetapi mereka dapat memperoleh keuntungan dari latihan kebiasaan-kebiasaan yang sistematis.
Orang-orang dewasa muda ini dapat menyumbang sebagian untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan pengawasan yang penuh, dan mereka dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk melindungi dirinya sendiri sampai pada suatu tingkat yang sedikit berguna dalam suatu lingkungan yang terkontrol.
Sangat berat
Retardasi yang sangat hebat, kemampuannya hanya sedikit yang berfungsi dalam bidang sesorik motor. Anak-anak ini membutuhkan perawatan.
Suatu perkembangan motor ada pada anak-anak muda ini tetapi mereka tidak memperoleh keuntungan dari latihan dalam membantu dirinya sendiri. Mereka benar-benar membutuhkna perawatan.
Orang-orang dewasa ini hanya memperlihakan suatu perkembangan motor dan cara berbicara. Mereka sama sekali tidak mampu memelihara dirinya sendiri dan benar-benar membutuhkan perawatan dan pengawasan
Tingkatan intelegensi menurut Weschler :
ü  Verisuperior                                     : >130
ü  Superior                                                        : 120-127        
ü  Bright normal/diatas rata-rata                      : 110-119
ü  Average (rata-rata)                           : 90-109
ü  Dull normal/bodoh                           : 80-89
ü  Borderline                                        : 70-79
ü  Mental defektif                                            : 69 kebawah

2.6 Penyesuaian Diri Orang yang mengalami Retardasi Mental
                     Anak-anak dan orang dewasa yang mengalami retardasi mental memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang sama seperti orang-orang yang mentalnya lebih baik. Karena cacat, maka kebutuhan mereka terutama kebutuhan akan keamanan emosi mungkin lebih mendesak. Jika kebutuhan-kebutuhan itu terhambat dan terjadi gangguan emosi sebagai akibat dari hambatan itu, maka orang yang mengalami retardasi mental itu benar-benar tidak beruntung. Ia tidak memiliki intelegensi yang mencukupi untuk mengembangkan berbagai mekanisme penyesuaian diri yang dapat membantunya memecahkan masalah-maslah emosional.
                     Orang yang terbelakang tidak hanya cacat mental, tetapi juga kemungkinannya jauh lebih besar daripada anak-anak normal, ia juga mengalami cacat fisik. Karena orang yang mengalami retardasi mental kurang memiliki perlengkapan mental untuk menangani cacat fisiknya, maka ini merupakan masalah pribadi yang lebih besar baginya daripada orang yang lebih cerdas. Cacat fisik tertentu dapat menyulitkan hubungan social, dan dengan demikian menambah perasaan-perasaan bahwa ia berbeda dari orang-orang lain.
1.      Penyesuaian diri di sekolah.
            Anak yang intelegensinya dibawah rata-rata biasanya mengalami kesulitan di kelas. Jika misalnya, IQ-nya 67 mentalnya berkembang 8 bulan untuk setiap tahun kalender. Oleh karena itu, jika ia masuk sekolah pada usia 6 tahun, usia mentalnya baru 4. Ia mungkin diharapkan dapat belajar membaca, tetapi ia tidak bisa. Pada akhir tahun pelajaran mungkin ia diberitahukan gurunya bahwa ia tinggal kelas, atau mungkin bisa naik ke kelas II.
            Ada dua pemecahan bagi masalah sekolah anak-anak yang sedikit mengalami retardasi  mental, yakni yang ber-IQ 51-69. Anak tersebut dididik dalam program sekolah khusus atau dalam program sekolah biasa ynag heterogen. Dalam program sekolah khusus, anak dididik mengenai keterampilan-keterampilan dasar seperi membaca tanda-tanda sederhana, menghitung, dan sebagainya. Dalam program sekolah khusus itu, agak mudah untuk menyesuaikan isi kurikulum dan metode-metode pengajaran dengan kebutuhan dan kemampuan anak-anak yang diajar.  Bahan pengajaran harus tidak hanya cocok bagi individu, melainkan harus ada kegunaan sosialnya. Nilai-nilai fungsional dan bukan nilai-nilai akademik harus selalu dititikberatkan dalam pendidikan anak-anak yang cacat mental. Anak yang lebih maju dapat disiapkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana dan kehidupan mandiri pada tingkat yang layak. Pengalaman kelompok di sekolah dapat memberikan kesempatan hubungan-hubungan emosional yang memuaskan bagi anak-anak yang cacat mental.
            Tetapi kalau sukar atau tidak mungkin menempatkan anak-anak itu dalam program sekolah khusus demi tujuan-tujuan pengajaran, maka mereka ditempatkan di sekolah yang heterogen, tetapi guru harus tetap mengadakan pembedaan dengan anak-anak lain untuk membantu anak-anak cacat mental itu dalam mengembangkan kemampuan-kemampuannya, meskipun terbatas.
2.      Penyesuaian diri di keluarga.
            Hubungan anak yang cacat mental dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan hubungan anak yang taraf intelegensinya normal dengan orang tuanya. Kepribadiannya, termasuk kestabilan atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas  tertentu mencerminkan kepribadian dan kstabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya.
            Seringkali reaksi-reaksi orang tua terhadap anak yang cacat mental dapat menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang normal. Mereka mungkin tidak mau mengakui kekurangan-kekurangan anak-anak itu dan melemahkan dorongannya untuk mencapai sesuatu karena mereka tidak memperlihatkan kepuasan terhadap apa yang dapat dilakukannya. Mereka menekan anak itu untuk mencapai ukuran-ukuran yang melampaui taraf kemampuannya dengan cara yang halus, penuh kasih saying, atau terang-terangan menolak. Dlam kasus-kasus seperti itu diperlukan sekali bantuan konseling yang dapat siperoleh melalui badan-badan social yang sangat memperhatikan kebutuhan anak yang cacat mental. Tenaga professional dari badan-badan social ini dapat berbuat banyak untuk  mengurangi pengaruh dari sikap-sikap ornag tua yang keliru. Chamberlain dan Moss berkata: “Setelah menangani beratus-ratus anak disekolah kami, kami sampai pada kesimpulan bahwa anak-anak membawa masalah-masalah emosional dan social dari rumah ke sekolah. Mereka mencerminkan jauh lebih banyak sikap emosional para orang tua mereka dibandingkan anak-anak normal.” (Chamberlain & Moss, 1953).
            Orang tua dari anak yang cacat mental harus menerima cacatnya dan membantunya untuk menyesuaikan diri dengan cacatnya itu. Disamping itu, mereka harus menghindari tujuan-tujuan yang ditetapkan terlalu tinggi untuk dicapai, dan mereka harus menyadari juga bahwa ada banyak hal yang dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhannya akan prestasi didalam bidang-bidang kegiatan yang terbatas. Meskipun ia tidak mungkin bekerja dengan baik dalam bidang akademik, tetapi ada banyak jenis keterampilan yang dapat dikuasainya. Jika ia merasa aman dalam hubungannya dengan keluarganya, jika ia mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar memperhatikannya dan mereka puas dengan prestasi sedikit yang dicapainya, maka dengan ini ia banyak dibantu dalam menyesuaikan diri dengan dunia luar. Menerima keterbatasan mental merupakan kunci utama bagi kesehatan mental, terutama bagi yang sedikit cacat.


2.7 Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental
1.  Pencegahan Retardasi Mental
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan: 1) pendidikan kesehatan pada masyarakat,  2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi, 3) konseling genetik, 4) Tindakan kedokteran, antara lain: a) perawatan prenatal dengan baik, b) pertolongan persalinan yang baik, dan c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
a. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
2. Penanganan Retardasi Mental
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri,  membersihkan badan dan berpakaian sendiri, dst.,
2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan
4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan buruk secara moral.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Louis Stern, yaitu daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya jadi lebih menitikberatkan pada segi adjustmen/penyusunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intelegensi yaitu: keturunan, latar belakang social ekonomi, lingkungan hidup, kondisi fisik, dan iklom emosi.
Definisi RM menurut WHO adalah : suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti/tidak lengkap yang terutama ditandai dengan adanya hambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau fisik lainnya. Tingkatan Retardasi Mental yaitu: moron, imbisil, idiot, pikiran lemah, dan defek mental. Tipe klinis retardasi mental yaitu RM ringan, RM sedang, RM berat dan RM sangat berat.

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID ( LP HEMOROID )

SATUAN ACARA PENYULUHAN NUTRISI IBU HAMIL ( SAP NUTRISI IBU HAMIL )

Gizi Untuk Usia Sekolah Dan Remaja